webnovel

Penderita Penyakit OCD

"Obsesive compulsive disorder."

Nanta dan Friska saling pandang. Kedua orang itu tak pernah mendengar nama penyakit itu sebelumnya.

Beberapa saat tak mendapatkan jawaban. Seorang lelaki yang ada di dalam sebuah kamar dengan alat kotak hitam di tangannya itu mengeluarkan bersuara."Jika sudah, saya harap kalian letakkan kartu akses saya dan segera tinggalkan ruma-"

"Penyakit apa itu?" tanya Nanta memotong ucapan lelaki yang tak dikenalnya itu. Ia benar-benar belum pernah mendengar nama penyakit aneh itu, bahkan untuk mengulangi tiga kata itu saja Nanta tak bisa.

"Penyakit yang terobsesi dengan dengan banyak hal. Kerapian, kebersihan dan kesempurnaan. Di dunia luar, penderita OCD selalu melakukan sesuatu hal berulang-ulang kali. Tapi di sini tidak, tempat ini sempurna, kami tidak perlu melakukan hal tersebut berulang-ulang kali."

Friska menggaruk kepalanya yang tak gatal. Walaupun sudah dijelaskan, namun ia masih bingung dengan apa yang dikatakan oleh lelaki tersebut.

Sedangkan Nanta juga sedikit masih bingung. Lelaki itu berpikir, ia belum pernah sama sekali mendengar penyakit dan gejala aneh tersebut. Yang ia tangkap penyakit OCD adalah penyakit yang selalu melakukan hal secara berulang-ulang. Itu saja.

"Lalu kenapa semua orang terlihat tak peduli satu sama lain?" tanya Nanta kembali. Itulah yang menjadi pertanyaan besar di kepala Nanta. Jika semua orang menderita penyakit yang disebutkan oleh lelaki itu tadi, kenapa malah semua orang terlihat individualis dan tak peduli dengan sekitar? Bukankah lebih baik mereka saling bahu membahu untuk menyembuhkan penyakit mereka bersama-sama?

"Kami semua tidak berhubungan dengan orang lain. Bisa saja orang lain membawa kuman. Ah, semua orang terlihat sangat menjijikkan."

Friska mengerutkan keningnya. Perempuan itu kemudian mengamati tubuhnya sendiri. Ia merasa jikalau tak ada kuman yang terlihat menempel di tubuhnya. Namun kenapa lelaki itu bisa berpikir demikian? Apa penderita penyakit yang disebut oleh lelaki itu tadi bisa melihat kuman-kuman yang ada di tubuh orang lain? Ah, Friska pusing memikirkannya.

"Saya rasa sudah cukup, bisa kalian berdua letakkan kartu akses saya?"

"Nama mas siapa?" celetuk Friska yang sedari tadi diam. Nanta menoleh ke arah perempuan itu. Disaat ia terus saja bertanya tentang tempat ini, namun kenapa Friska malah menanyakan nama lelaki itu?

"Itu privasi saya."

"Heh, mas gak usah banyak gaya. Masih mending kita itu sudah tolongin mas, gak usah sok-sok privasi segala deh!" omel Friska dengan nada kesal.

Nanta menyenggol Friska pelan menggunakan tubuhnya, lelaki itu kemudian memperlihatkan kepada Friska kartu akses milik lelaki yang belum diketahui namanya itu.

Kening Friska mengkerut. "Apa?" tanya Friska bingung.

Nanta mendekatkan kartu tersebut ke wajah Friska. Jari telunjuknya menunjuk sebuah nama kecil yang ada di pojok kartu akses tersebut.

"Reyhan Dirga," ucap Friska pelan membaca tulisan yang ditunjuk oleh Nanta.

Saat menyadari jika itu adalah nama lelaki asing itu, Friska langsung menatap Nanta dengan tatapan yang sama sekali tak bersahabat. Alis Friska nampak menyatu dengan bibir yang cemberut karena kesal. "Kenapa gak ngasih tahu sih?" sentak Friska.

"Memang kenapa harus ngasih tahu? Penting?" tanya Nanta dengan heran.

"Ya penting lah, itu kan-"

"Stop! Gak usah bahas itu sekarang!" bentak Nanta tak kalah kesal.

Nanta memasukkan kartu akses di saku. Pandangannya fokus kembali ke sebuah alat hitam yang digunakan untuk berkomunikasi dengan lelaki yang memiliki nama Reyhan Dirga itu.

"Maaf. Saya mau tanya lagi, sebenarnya dimana tempat ini? Apa tempat ini tak jauh dari pusat kota?" tanya Nanta.

"Saya tidak akan menjawab, jika kalian tidak berjanji terlebih dahulu kepada saya agar tidak akan lagi menganggu saya."

Nanta sekilas menoleh ke arah Friska hingga akhirnya menatap benda kotak itu kembali. "Sa-ya janji," jawab Nanta dengan sedikit ragu.

"Setelah saya menjawab ini. Kalian harus langsung mengembalikan kartu saya, dan jangan sekali-kali ganggu saya lagi."

"Kami janji," ucap Nanta lebih mantap.

"Tempat ini jauh dari pusat kota. Dan tempat ini tak bisa digunakan untuk masuk dan keluar begitu saja. Kalian harus mengurus berbagai hal yang sulit agar bisa keluar dari tempat ini."

***

Sama seperti apa yang terjadi beberapa kali sebelumnya, saat Nanta dan Friska masuk ke dalam rumah, mereka langsung disambut dengan sebuah benda tabung dengan panjang satu meter yang belum mereka ketahui fungsinya.

Nanta benar-benar mengamati benda yang sekarang sedang memancarkan cahaya ke tubuh Friska dari atas hingga bawah, mungkin sekarang pikiran Nanta lebih mengerti dengan maksud benda aneh tersebut. Ia mengerti jikalau benda itu berguna untuk membersihkan tubuh mereka yang mungkin menurut benda tersebut mereka memiliki kuman.

Setelah selesai memancarkan cahaya ke tubuhnya, benda tersebut langsung kembali ke asalnya membuat Nanta dan Friska langsung berjalan masuk ke dalam rumah. Kedua orang itu akhirnya berakhir duduk ke sofa yang ada di ruang tamu.

Otak Friska sedari tadi tak baik-baik saja. Perempuan itu terus-terusan memikirkan mengenai apa yang dikatakan oleh Reyhan. Ia memikirkan bukan karena ia ingin tahu lebih lanjut atau apa, justru ia sedari tadi memikirkan hal apa yang diucapkan Reyhan, karena ia sama sekali tak mengerti.

"Tadi maksud Reyhan apa ya, Nan?" tanya Friska masih fokus pada pikirannya.

Nanta menoleh ke arah Friska yang terlihat sedang berpikir dengan keras, sangat terlihat dari kening yang berkerut dan juga jari yang mengetuk-ngetuk keningnya.

Nanta menghembuskan nafasnya. Pandangannya mengedar. "Tempat ini untuk orang-orang yang mengidap OCD. " Lelaki itu beranjak dari duduknya. Ia berjalan mendekati sebuah rak berwarna coklat kayu dengan isi berbagai hiasan di setiap sekatnya. Ia mengusap benda tersebut. "Orang yang terobsesi dengan kebersihan...."

Kemudian Nanta menoleh ke arah salah satu sekat rak berisi buku yang ditata rapi berdasarkan warna dan ukurannya. "Kerapian dan kesempurnaan," ucap Nanta melanjutkan.

"Aku gak ngerti, maksudnya apa? Mereka senang sama kebersihan?" tanya Friska dengan wajah yang masih setia memperlihatkan ekspresi bingung.

Nanta menganggukkan kepalanya. Kemudian, lelaki itu menunjuk ke arah dapur dengan dagunya, memberi kode Friska untuk mengikutinya masuk ke sana.

Saat sampai, Nanta mengambil sebuah minuman yang ada sebuah alat besar seperti kulkas ke dalam sebuah gelas. Ia kemudian menuangkan air tersebut ke arah lantai tepatnya lantai di depan Friska.

Perempuan yang ada di depan lantai basah itu hanya bisa mengerutkan keningnya heran. Ia tak mengerti dengan apa yang dilakukan oleh Nanta.

Beberapa detik kemudian datanglah sebuah alat bundar berwarna hitam dan berdiameter 25 cm ke tengah-tengah mereka.

Benda tersebut bergerak ke sana ke mari layaknya gangsing dengan versi lambat. Nanta dan Friska yang tak pernah melihat benda itu sebelumnya hanya bisa melihat dan membuka mulutnya.

Tak lama kemudian benda tersebut bergerak dan berjalan kembali ke bawah meja. Friska dan Nanta sama-sama melihat ke arah benda tersebut.

Berbeda dengan Friska yang menatap benda tersebut dengan ekspresi bingungnya, Nanta malah melihat ke arah benda tersebut dengan kagum. Ia sama sekali tak mengerti, mungkin jikalau benda tersebut memiliki alat pengendali ia tak akan heran, tapi anehnya benda tersebut tiba-tiba datang begitu saja, seolah-olah ada yang memberi sinyal kepada benda tersebut jikalau ada lantai yang sedang kotor.

"Sepertinya bukan hal yang buruk tinggal di sini."

"Meskipun kita terjebak di sini dan tidak bisa kembali?" jawab Friska dengan geram.