webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · ファンタジー
レビュー数が足りません
38 Chs

Pesta Penyambutan (3)

Setelah pesta dansa kedua usai, jamuan makan pun diadakan di dalam aula. Semua tamu yang berada di aula dijamu makan. Demikianlah pesta malam itu terselesaikan. Saat semua orang sudah kembali ke rumah, semua anggota kerajaan tetap berkumpul di aula, membahas pesta yang baru saja usai.

"Valens, sejak kapan kau membuat acara dansa untuk mereka?" tanya Ratu tertarik.

"Sejak aku tahu Aquila berdansa dengan pemuda bernama Peter itu." jawab Raja singkat.

Ratu dan yang lainnya terkejut mendengarnya. Mata mereka melebar daripada sebelumnya. Aquila yang sedang meminum air hampir tersedak karenanya. Hampir saja air di dalam mulutnya muncrat kemana-mana. Untung ia lebih dulu berhasil menelan semua air di mulutnya.

"Apa?" tanya Aquila setelah berhasil menelan semua air yang diminumnya. Sekarang, semua mata tertuju pada Aquila yang terlihat tidak terima.

"Apa apanya?" tanya Raja balik dengan wajah tak bersalah.

"Memang apa yang salah dengan itu?" tanya Aquila lebih jelas.

"Tidak ada yang salah. Ayah hanya ingin tahu apakah Peter memang seberani itu seperti yang dikatakan oleh Ibumu. Ternyata, dia memang pemuda pemberani."

"Jika seperti itu, kenapa tidak hanya Aquila saja? Kenapa harus semua putri bahkan Augusta?" tanya Ratu. Ia tidak bisa menahan senyum setelah mendengar jawaban suaminya.

"Karena ini adalah pesta penyambutan Augusta. Tidak wajar jika Aquila yang menjadi pusat perhatian di pesta."

"Ada bagusnya, sih, yah. Aku dan Aelia, kan jadi bisa berdansa juga." kata Aurelia senang. Wajar saja, mereka sangat ingin berdansa di pesta itu dan mereka mendapatkannya dengan cara yang lebih terhormat.

"Jangan bawa-bawa namaku, Aurel!" kata saudari kembarnya. Matanya menatap Aurelia tajam.

"Kenapa?" tanya Aurelia dengan nada menantang.

"Aku tidak ada mengeluh sepertimu!" seru Aelia.

"Bukankah kau juga kesal karena tidak bisa berdansa?" dahi Aurelia mengernyit.

"Aku kesal bukan karena tidak bisa berdansa. Aku hanya bosan saja."

"Itu sama saja! Kau bosan karena tidak bisa berdansa. Jadi, kau kesal karena tidak bisa berdansa." Aurelia menarik kesimpulan dari perdebatan mereka. Namun, Aelia tetap saja membantah itu. Aurelia terus berkata "Ya" dan Aelia terus berkata "Tidak". Semakin lama, semakin cepat mereka mengatakan "Ya" dan "Tidak" hingga akhirnya Camilla menengahi.

"Tunggu!" kata Camilla dengan keras mengalahkan suara perdebatan mereka yang membuat keduanya berhenti sejenak dan menatap Camilla yang duduk di seberang mereka. "Kenapa Kak Aelia dan Kak Aurel yang bertengkar? Bukankah harusnya Ayah dan Kak Aquila?" Seluruh meja dipenuhi tawa, hanya saudari kembar itu yang tidak tertawa. Mereka justru menatap jengkel keluarganya.

"Kalian saudari kembar, tapi selalu saja bertengkar. Jarang-jarang kalian akur." ucap Ibundanya setelah tawa mereda.

"Ayah, untuk apa Ayah membuktikan hal itu?" tanya Lucia kembali ke topik awal.

"Untuk mencarikan calon suami untuk Putri Mahkota kita." jawab Ratu bermaksud menggoda Aquila. Raja hanya mengangguk perlahan menandakan setuju.

"A--A-Apa?" tanya Aquila. Wajahnya memerah karena malu juga marah.

"Apa kakak menyukai Peter?" kata Aelia tertarik. Ia sudah melupakan perdebatannya dengan Aurelia.

"Kata Camilla dan Lucia, kakak senang sekali saat berdansa dengannya." timpal Aurelia yang juga sudah lupa dengan perseteruannya dengan Aelia.

"Bahkan, saat kakak kembali dari lantai dansa, kakak terus tersenyum." timpal Lucia.

"Kenapa kalian semua bertanya seperti itu?" kata Aquila keberatan. Ia menjadi semakin tersipu juga jengkel.

"Jika wajahmu memerah, itu artinya kamu menyukainya, Aquila. Jangan khawatir Ayah akan marah, Aquila! Ayah dan Ibu merestui apa pun pilihanmu." kata Raja dengan nada seperti biasanya, juga wajah seperti biasa miliknya. Ia tidak marah sama sekali seperti sebelum-sebelumnya.

"Apa maksud Ayah dan Ibu merestui pilihanku?" tanya Aquila penuh selidik.

"Kami merestui hubunganmu dan Peter, Aquila." jawab Ratu memperjelas.

"Kalian semua membicarakan apa? Aku tidak mengerti. Aku akan ke kamar dulu." kata Aquila segera. Sejujurnya, ia paham betul apa yang dibicarakan, hanya saja ia malu untuk mengakui kebenarannya. Ia berlari ke kamarnya dengan terburu-buru agar wajah memerahnya tidak terlihat oleh yang lain.

Setelah Aquila lenyap dari pandangan, adik-adik Aquila tertawa cekikikan. Raja dan Ratu hanya tersenyum. Sementara itu, Augusta hanya diam tidak paham. Wajahnya dingin, tatapan matanya tidak peduli.

"Aku akan menyusul Aquila. Terima kasih atas pestanya!" kata Augusta menghentikan tawa cekikikan. Ia langsung beranjak pergi, menyusul Aquila ke kamar.

"Kalian lebih baik juga kembali ke kamar. Kalian pasti sudah lelah. Besok malam, pesta akan kembali di mulai." kata Ratu.

"Kami belum lelah, bu. Kami masih ingin membicarakan tentang Kak Aquila. Lagipula, pesta akan dimulai malam hari." Lucia menolak.

"Besok pagi hingga sore, kalian bisa membicarakan Aquila. Sekarang, kembalilah ke kamar!" kata Ratu tegas.

Mau tidak mau, mereka berempat harus kembali ke kamar masing-masing. Dengan wajah memberengut, mereka berjalan gontai menuju kamar masing-masing sambil terus menggerutu pelan.

Belum lama setelah itu, Raja dan Ratu juga berjalan beriringan menuju kamar mereka sambil terus membahas tentang putri tertua mereka. Mereka membahas tentang pesta pernikahan Aquila dan Peter yang mungkin akan terjadi pada suatu hari mendatang, membicarakan warna pakaian yang akan dipakai kedua mempelai nanti, dekorasi pesta, hidangan makanan, tamu yang akan diundang, dan yang lainnya.

***

Matahari mulai terbit di arah timur menyebabkan semburat jingga di langit. Perlahan mulai naik lebih tinggi hingga sempurna menyinari seluruh bagian langit. Sekarang, semua anggota kerajaan sudah duduk di ruang makan untuk sarapan. Sambil menunggu sarapan siap, mereka bercakap-cakap ringan.

"Ayah, nanti malam akan ada acara apa saja?" tanya Aquila.

"Tidak jauh berbeda dengan kemarin malam. Memang ada apa?" jawab Raja.

"Tidak ada apa-apa. Augusta bilang, dia tidak ingin berdansa seperti kemarin." jelas Aquila. Raja hanya mengangguk perlahan.

Setelah itu, makanan untuk sarapan sudah disajikan di atas meja oleh pelayan. Mereka pun memakan makanan yang tersedia. Di sela-sela itu, Ratu memberi tahu rincian acara.

"Nanti malam, akan dibuka dengan pesta dansa seperti kemarin. Kalian juga boleh berdansa. Lalu, akan ada praktik sihir untuk semua orang di taman, seperti ajang perlombaan. Siapa saja boleh ikut, kalian juga boleh mengikutinya. Setelah itu, diakhiri dengan jamuan makan." terang Ratu, menatap putri-putrinya (termasuk Augusta) bergantian.

Mereka memperhatikan Ibunya yang sedang menjelaskan. Selalu mengangguk setelah Ibunya menyelesaikan satu kalimat. Augusta yang awalnya tidak begitu memerhatikan di awal, menjadi antusias setelah mendengar akan diadakan praktik sihir.

***

Kini, matahari sudah berada di arah barat. Ke enam putri itu sedang berjalan-jalan ke sekitar rumah-rumah penduduk. Aquila yang menyarankan hal ini. Mereka mengenakan pakaian yang membaur dengan para penduduk, juga menutupi wajah mereka dengan topi atau kain agar tidak begitu menarik perhatian. Mereka mengunjungi pasar yang ramai sehingga tidak ada yang menyadari bahwa mereka adalah putri kerajaan.

"Kak, ini hebat. Tidak ada yang menyadari kita." bisik Aelia pada Aquila yang berada di sebelahnya.

"Ayo, semuanya, kita harus cepat! bisik Aquila.

Mereka mulai menyusuri pasar itu, membeli beberapa jenis bunga untuk diletakkan dalam vas bunga, beberapa aksesoris, dan juga buku-buku. Sebenarnya, mereka bisa saja menyuruh beberapa pelayan untuk membelinya, tapi mereka ingin langsung melihat-lihat. Untung saja, tidak ada yang sadar siapa mereka.

Akhirnya, mereka pun selesai berbelanja dan akan kembali ke istana. Banyak sekali barang belanjaan mereka hingga Aquila tidak sengaja menabrak seorang pria yang mengakibatkan barang bawaannya terjatuh. Keadaan pasar menjadi sedikit lebih ricuh dari sebelumnya. Aquila dengan panik mengambil barang bawaannya yang terjatuh, tidak begitu memperhatikan pria yang menabraknya. Pria itu juga membantu mengambil barang yang terjatuh.

Sementara itu, saudari Aquila yang lain menahan tawa melihatnya. Augusta tidak begitu memperhatikan, ia asik dengan buku yang baru dibelinya. Diam-diam Aelia mengajak yang lainnya bergegas pergi dari sana, membiarkan kakaknya sibuk membereskan barang yang terjatuh bersama seorang pria yang sudah tidak asing lagi.

Saat pria itu menyerahkan barang milik Aquila, mata mereka tidak sengaja bertemu. Aquila terkejut melihat sosok Peter yang sedang berdiri di hadapannya dengan tangan menjulurkan barang bawaannya. Wajahnya segera memanas karenanya, jantungnya berdegup kencang. Namun, Peter tidak menyadari bahwa perempuan di depannya adalah Aquila. Setelah, Aquila mendapatkan semua barangnya, ia segera meninggalkan Peter. Ia terus berlari melewati celah-celah kecil yang ada hingga ia sampai di istana dengan napas tersengal.

Aquila baru sadar bahwa ia tidak bersama Augusta dan adik-adiknya. Baru ia mengkhawatirkan itu, mereka sudah berada di hadapannya sambil menunjukkan senyum nakalnya, kecuali Augusta yang masih asik dengan bukunya.