webnovel

Bab 7 Kabar Buruk

Pandemic masih merajalela, ekonomi bangsa yang lumpuh, banyak perusahaan gulung tikar, interaksi diubah via online dan banyak korban berjatuhan. Berbeda dengan kantor lain yang bisa melaksanakan WFH (Work from Home), peraturan kantor kami masih harus datang ke kantor untuk bekerja. Hal itu membuatku jarang pulang ke rumah tante Dia, aku datang ke sana ketika tiga hari sebelum 40 hari peringatan meninggalnya Nenek, baru saja lukaku sembuh dan ku ceritakan apa yang sudah ku alami, Tante Dia tidak mempermasalahkan motor yang lecet, namun khawatir dengan keadaanku. "aku baik baik-baik saja tan" ucapku. Bagaikan petir yang menyambar di siang bolong, kami mendengar kabar bahwa paman Adi yang minggu lalu sudah negative wabah, pagi ini berpulang ke Rahmatullah, betapa hancurnya perasan kami. Belum hilang rasa sedih kami, atas kepergian Nenek kini kami harus kehilangan paman yang paling perhatian padaku dan tante Dia.

Paman juga sangat dekat dengan ayah, namun ayah tidak bisa menengok paman, selain wabah yang masih membahayakan, dana untuk kesanapun tidak ada, sehingga ayah meminta dana dariku untuk mengadakan doa untuk paman. Aku yang berada di rumah tante, ikut membantu di dapur bersama dengan beberapa tetangga yang juga membantu. Aku sedang sibuk mengupas kentang dan wortel, salah seorang tetangga menyambarku dengan pertanyaan yang paling ku hindari. "kamu kapan nikah nduk?" ucapnya dengan lembut, akan tetapi tetap terasa menusuk sampai ke tulang-tulang. "Doakan saja bu, semoga disegerakan" jawabku padanya, tante Dia yang masuk dapur langsung berkata "biar tante jodohkan saja ya?". Sungguh entah mengapa sakit sekali hatiku mendengarnya, sebab aku sudah tahu tabiat tante jika bisa aku melajang agar bisa bersama dengannya, tentu ucapnnya itu hanyalah basa-basi belaka.

Setelah acara sukuran selesai, keesokkan paginya aku kembali ke rumah dan sore aku harus masuk kerja lagi. Waktu terasa sangat cepat berlalu, sebentar lagi tahun akan berganti. Pada tanggal 30 Desember aku dinas pagi, kawan-kawan ruangan mengajak untuk merayakan tahun baru bersama. Rumah Dena di pilih untuk tempat merayakan, kami akan BBQan bersama-sama, aku yang jarang bergabung akhirnya mengiyakan tawaran itu. Aku bertugas untuk memanggang daging, sambil menunggu daging matang aku mulai berpikir. Aku sedih sebab, aku belum bisa menjadi pribadi yang baik, belum bisa ku bahagiakan keluargaku yang jauh disana, parahnya lagi aku sempat mencoba untuk mengakhirinya. Namun mulai hari ini aku akan bekerja lebih giat lagi dan lebih rajin lagi menghubungi ayah dan juga ibu.

Bulan Januari berlalu, ku lakukan aktivitas seperti biasa. Sepulang dinas sore aku langsung tidur, ketika terbangun dan melihat notifikasi handphone. Ada 10 panggilan tidak terjawab dari Bowo, jantungku berdegup kencang "mbak Ayah masuk ruang ICU, ayah kena serangan jantung" isi pesan darinya. Aku bingung harus berekspresi seperti apa, aku benar-benar bingung untung saja ayah memiliki asuransi kesehatan, hanya saja bagaimana caranya aku bisa menemani ayah, uang dan waktu liburku sudah tidak ada lagi, aku berpikir untuk mengambil cuti diluar tanggunan untuk focus merawat ayah namun aku dilema sebab itu berarti aku juga tidak akan digaji selama cuti. Setelah mengirimkan uang untuk keperluan ayah melalui Bowo, aku mendapat pesan dari kakak Tika yang merupakan anak ayah dari pernikahan pertamanya.

Kak Tika mengatakan, ia dan kak Eka yang juga kakakku akan pergi menjenguk ayah. Kedua kakakku itu tinggal di salah satu kota yang berada di jawa Timur juga, namun kami jarang berkomunikasi. Kak Tika juga mengatakan dana untuk membeli tiket kapal kurang, karna suaminya belum gajian, sehingga ku bantu dana untuk membeli tiket. Aku berpikir lebih baik aku menunda kepulanganku sebab, sudah ada kedua kakakku yang akan menemani ayah. Sedang aku akan focus untuk mencari uang, aku tetap merasa was-was sebab ayah masih berada di ruang ICU, minimnya fasilitas di sana juga semakin membuatku gelisah. Menurut kenalanku, saat ayah masuk Rumah Sakit, ayah sudah harus dipasang ring jantung segera untuk mencegah adanya buntuan pada pembuluh darah jantung, namun karna fasilitas yang tidak memadai, hal itu tidak di lakukan sehingga bisa menjadi penyebab pemulihan Ayah memanjang.

Aku hanya bisa menanyakan kabar ayah melalui Bowo dan juga mengirim uang melalui rekening Bowo. Lima hari berlalu, kondisi ayah sudah membaik, ku kira ayah akan di pindahkan ke ruang regular. Namun ternyata ayah langsung diperbolehkan pulang, sungguh senang sekali aku ditambah lagi masih ada kakak yang akan merawat ayah di rumah selama pemulihan, ku putuskan untuk tidak pulang. Ada pesan masuk "Assalamualaikum nduk, Ayah sudah pulang dari rumah sakit, kondisi ayah sudah semakin membaik, terimakasih atas semua perhatianmu buat Ayah nduk" isi pesan ayah untukku, ku balas pesan ayah agar beliau focus untuk menjaga kesehatannya dan meminum obat sesaui anjuran dokter, ditambah lagi ada kedua kakakku disana. Hampir setiap hari ku tanyakan kondisi ayah walaupun kami terhalang sinyal selular, ayah mulai mencoba melakukan aktivitas ringan seperti mencuci piring. Sebelum ayah sakit tidak ada orderan yang ayah kerjakan, mungkin hal itu juga yang memicu dropnya kondisi ayah, kata Bowo ayah merasakan nyeri dada setelah menyantap seekor udang.

Aku masih selalu dipenuhi pikiran yang tidak-tidak tentang hal buruk yang bisa saja terjadi pada ayah, namun aku tetap harus professional dalam pekerjaanku. Aku harus lebih gigih lagi untuk menopang kebutuhan yang bertambah, rasa mengeluh ku sirna, kesembuhan ayahku adalah segalanya saat ini. 3 hari berlalu, kak Tika kembali mengirimiku pesan "Dik, bisakah kakak pinjam uang 600 ribu untuk biaya swab dan karcis kapal, nanti kakak ganti kalau mas sudah gajian" isi pesannya, baru satu minggu dan kakak ku sudah mau pergi kenapa?, muncul rasa kesal dan penyesalan dalam diriku, harusnya aku tidak usah mengirimi kak Tika uang kapal, lebih baik aku cuti di luar tanggungan untuk merawat ayah. Semua amarah tetap ku tahan, ayah sedang sakit aku tidak ingin ayah mendengar anak-anaknya tidak akur. Tetap ku beri uang namun hanya 250 ribu saja yang penting aku ikhlas, aku berpikir kalau begini caranya, aku harus memberitahu ibu bila aku memberi uang kepada kedua kakakku, agar tidak terjadi kesalah pahaman.