webnovel

Sebuah Perjanjian

Ximena menggeser jari telunjuknya, dan secara ajaib tubuh Julia juga ikut tertarik. Kemudian dia memandang sebuah pohon besar yang sudah tak berdaun di pinggir jalan. Ximena menaruh tubuh Julia di atas pohon itu. Tentunya hanya dengan satu jarinya saja, dan itu pun dari jarak jauh.

Ini adalah pemandangan yang sangat langka dan tidak masuk akal. Namun itulah kenyataannya ... Ximena memliki kekuatan yang tak dimiliki oleh manusia pada umumnya.

Mereka semua mematung saking takjub melihat semua itu.

Namun Julia masih berteriak-teriak di atas pohon.

"Tolong! Aku mohon siapa pun kamu! Turunkan aku dari pohon ini!" ucapnya pada Ximena. Kemudian Julia melihat kearah Emily dan Agnes.

"Hei! Kalian kenapa malah diam saja?!" teriak Julia, "ayo bantu aku, Bodoh!"

"Maaf, Julia! Tapi kami tidak bisa menolongmu!" jawab Emily.

"Ayolah! Cari bantuan? Telepon pemadam kebakaran atau apa sajalah!" ujar Julia.

"Maaf! Kami tidak bisa melakukannya!" kata Agnes, dan dia menarik tangan Emily lalu mengajaknya berlari.

"Hei! Jangan tinggalkan aku!" Julia merasa panik sekaligus kecewa saat melihat kedua temenannya berusaha melarikan diri. Mereka benar-benar dua teman yang tidak setia. Bisa-bisamya meninggalkan dirinya yang sedang dalam kesulitan.

Namun Ximena tidak tinggal diam, dia mengarahkan jarinya kepada Agnes dan Emily, lalu dia membuat tubuh kedua gadis itu terbang kemudian menaruhnya di atas pohon yang sama dengan Julia.

Pohon itu telalu tinggi, sehingga membuat Agnes berteriak histeris sambil menangis. Bahkan saking takutnya Emily sampai membuang air kecil di celana.

Julia merasa senang karena kedua temanya turut berada di atas pohon tinggi bersamanya.

Ini hukuman bagi Agnes dan Emily yang hendak pergi meninggalkannya.

"Haha! Makanya jadi teman itu yang setia! Jangan meninggalkanku yang sedang dalam kesusahan dong!" ujar Julia sambil tertawa puas.

"Diam!" pekik Agnes. Seketika Julia menghentikan tertawaan lantang itu.

Sementara Pamela masih berdiri di bawah mereka, sambil tersenyum melihat ketiga musuhnya yang sedang dalam kesulitan.

"Ayo, kita pergi!" ajak Ximena seraya menarik tangan Pamela.

"Eh ... mau kemana?"

"Sudahlah, ayo ikut aku!"

Pamela menuruti ajakkan Ximena, namun Agnes berteriak kearah mereka lagi.

"Hei! Kalian mau kemana?"

Seketika Pamela dan Ximena berhenti sesaat.

Agnes memasang wajah memelas, dia memohon kepada Ximena agar mau menurunkannya dari atas pohon.

"Hei, aku mohon kepadamu, turunkan aku!" pinta Agnes.

"Maaf, aku tidak bisa menurunkanmu!" jawab Ximena.

"Tolonglah! Kalau kamu tidak mau menurunkanku dengan kekuatanmu itu, mau sampai kapan kami akan berada di atas pohon ini?!" Bahkan Agnes sampai melupakan harga dirinya, dan menangis kencang mirip anak kecil yang kehilangan permen.

Namun dengan santainya Ximena berkata, "Tunggu sampai ada orang lewat yang akan membantu kalian turun!" tukasnya.

"Hei, jalanan ini sepi! Dan jarang sekali ada orang yang lewat, satu-satunya orang yang sering lewat di sini hanya, Manusia Planet Lain, itu!" ujar Agnes seraya menunjuk kearah Pamela. Entah mengapa bukannya jera sudah diberi hukuman atas perbuatannya, tetapi Agnes masih bisa mengatai Pamela sebagai 'Manusia Planet Lain'

Tentu saja hal itu membuat Ximena semakin garam.

"Ternyata hukuman ini tidak mampu mengubah kalian manjadi orang yang baik, ya?" Ximena tersenyum sinis, "kalau begitu tunggu di pohon itu sampai musim dingin tiba! Atau bila perlu, tunggu sampai di musim gugur di tahun berikutnya!" tukas Ximena menakut-nakuti ketiga Gadis Nakal itu.

"Apa?! Tolonglah jangan lakukan itu! Kami tidak mau mati membeku di bawah salju!" ujar Emily menangis, sesenggukan.

"Ih, bau apa ini? Seperti bau air seni?" ujar Julia seraya menutup hidungnya.

"Maaf, aku memang buang air kecil di celana," jawab Emily sambil menundukkan kepalanya.

"Ish, jorok!" cerca Agnes.

Ximena menggeleng kepalanya dan kembali menarik tangan Pamela mengajaknya pergi.

"Hei! Jangan pergi! Aku mohon! Tolong jangan tinggalkan kami!" teriak Agnes semakin heboh.

"Aku mohon, Putri Yang Cantik, bebaskan kami!" tukas Emily.

Julia pun juga tak tinggal diam, dia berusaha untuk membujuk Ximena.

"Iya, aku mohon Penyihir Sakti, maafkan atas kesalahan kami tadi, kami berjanji tidak akan mengganggu Pamela lagi ...!" tukasnya dengan wajah memelas.

"Ah, sudah telat!" sahut Ximena sambil malangkah cepat menggandeng tangan Pamela.

*****

Ximena mengantarkan Pamela pulang ke rumahnya.

Dan kebetulan sekali rumah itu sedang sepi, kedua orang tua Pamela sedang berada di toko.

"Kamu mau mampir ke rumahku dulu?" tanya Pamela.

"Emm ... memangnya boleh?"

"Tentu saja boleh, aku akan membuatkanmu segelas susu dan camilan. Di kulkas masih ada buah dan beberapa bungkus camilan ringan," ujar Pamela.

"Baiklah, aku mau!" Ximena menerima tawaran Pamela dengan senang hati. Lagi pula perutnya sudah kerencongan. Sejak kemarin dia tidak makan, bahkan Ximena juga belum tahu kemana tujuan kakinya hendak melangkah.

Ximena tidak memiliki rumah, dan semalam saja dia terpaksa tidur di kursi halte. Sesungguhnya dia bukan gadis sembarangan. Dia adalah gadis yang berasal dari dimensi lain. Kedatangannya kemari karena dia sedang berlari dari masalah besar yang membelenggunya kehidupannya.

"Ximena, kamu itu benar-benar hebat! Aku tak percaya bisa melihat gadis memiliki kekuatan sepertimu! Kamu itu sudah mirip Penyihir yang ada di film-film!" puji Pamela dengan penuh antusias.

Ximena menanggapinya sambil tersenyum samar. Dan membiarkan gadis yang ada di hadapannya itu kembali bercerita tentang kekaguman terhadap kekuatan Ximena.

"Kau tahu tidak, jika ini adalah kali pertamanya aku melihat Agnes dan kedua temanya menangis! Mereka lucu sekali haha! Aku benar-benar puas melihatnya!" ujar Pamela.

"Kamu kelihatan senang sekali?"

"Tentu saja aku senang! Eh ...," Pamela terdiam sesaat.

Dia merasa aneh dengan dirinya sendiri.

Biasanya dia akan merasa gugup dan salah tingkah saat bertemu dengan orang baru. Dan anehnya, itu tidak berlaku saat ia berbicara dengan Ximena.

"Kenapa?" tanya Ximena yang merasa heran.

"Ti-tidak!" jawab Pamela terbata-bata.

"Kamu suka ya, dengan kekuatan yang aku miliki?"

"Eh ...," Pamela sedikit syok mendengar pertanyaan Ximena, dan tepat di saat itu juga dia teringat dengan cermin.

Dengan segera dia meraih cermin yang ada di atas meja belajarnya.

"Ximena, aku kemarin menemukan ini. Benda ini punyamu yang terjatuh, 'kan?" tanya Pamela.

Namun Ximena malah tersenyum samar melihat cermin itu, tidak kaget sama sekali.

"Aku sengaja menjatuhkan cermin itu, dan kalau kau mau, kau boleh memilikinya," tukas Ximena dengan santai.

"Loh, kenapa? Cermin ini bagus kok. Bentuknya unik, seperti benda antik. Aku yakin harganya juga mahal!" kata Pamela.

"Benda itu memang bukan sembarang cermin,"

"Maksudhya?"

"Aku akan memberitahumu jika kamu mau membuat perjanjian denganku," tukas Ximena.

"Perjanjian apa?" tanya Pamela.

"Kamu harus pergi ke duniaku!" jawab Ximena.

Bersambung ....