"lagi pula apa yang ingin kau sampaikan belum tentu penting, " Sahut John menimpali.
~New Chaps~
"yah kenapa tidak boleh? Padahal yang ingin kusampaikan kepada Anna sangat penting, " Keluh pria berkulit tan itu dengan wajah pura-pura sedih. "Aku mohon izinkan aku berbicara dengan dia, " Sambungnya.
"penting banget ya? " Tanya Gibran tak percaya.
"sampai memohon seperti itu, " Timpal John remeh.
Pria berkulit tan itu hanya menganggukkan kepalanya saja sebagai jawaban.
"baiklah, aku memberikan izin untukmu, " Ujar pria berkulit putih pucat itu final. "tapi aku tidak tahu, dia mau atau tidak, " Sambungnya acuh.
"oke, aku sependapat dengan bang Gibran. Asalkan jangan terlalu memaksa Anna untuk mengikuti permintaanmu, " Tutur John tegas.
"bagaimana Na? " Tanya Gibran memastikan bahwa gadis mungil itu tidak terpaksa.
"Aku_" Tiba-tiba pria berkulit tan itu memotongnya.
"Anna pasti setuju, soalnya aku sudah hafal betul kalau jawabnya lama tuh pasti mau, " Sahut Evans.
"serius Na? " Beo John tak yakin.
Mau tak mau gadis mungil itu menganggukkan kepalanya saja dengan pasrah.
"𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘱𝘢𝘴𝘳𝘢𝘩? 𝘈𝘱𝘢 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯-𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘵𝘶𝘫𝘶𝘪𝘯𝘺𝘢? 𝘈𝘬𝘶 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘬𝘩𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪𝘳 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢. " Ucap pria berkulit putih pucat itu resah didalam hatinya.
"yasudah kalau begitu kita duluan ya Na, " Pamit Gibran sambil mengusak surainya.
"kamu hati-hati ya, " Timpal John dengan menampilkan 𝘥𝘪𝘮𝘱𝘭𝘦 𝘴𝘮𝘪𝘭𝘦 nya.
"hati-hati? " Beo Evans pura-pura tidak mengerti.
"hati-hati dijalan maksudnya, " Sahut John beralibi.
"iya bang, " Jawab Anna singkat.
Lalu mereka pun pergi meninggalkan dua sejoli yang sudah tak saling mencintai diparkiran tersebut.
"𝘵𝘰 𝘵𝘩𝘦 𝘱𝘰𝘪𝘯𝘵 saja, kau ingin bicara apa? " Ujar gadis mungil itu ketus.
"santai dong, aku tidak mungkin menyampaikannya disini karena bukan tempat yang romantis, " Sahut Evans santai.
Gadis mungil itu berdecih, karena sudah muak mendengar bualan dari orang yang sudah melukai perasaannya.
"ayo kita kesana, " Ajak pria berkulit tan itu sambil tersenyum 𝘴𝘮𝘪𝘳𝘬.
"Kemana? " Tanya Anna ketus, meskipun menahan mati-matian untuk tidak terlihat takut didepan pria itu.
"nanti juga kau tahu sendiri, " Sahut Evans tenang.
Gadis mungil itu mendengus sebal dan mau tak mau harus mengikutinya.
~Taman Kota~
Ternyata Evans membawanya ke sebuah taman kota yang begitu indah, mereka segera disalah satu bangku taman tersebut.
"Vans sebenarnya tujuanmu mengajakku kesini tuh apa sih? " Tanya gadis mungil itu frustasi.
"nanti juga kau tahu sendiri, " Lagi-lagi pria berkulit tan itu memberikan jawaban yang sama.
"jangan bilang kau membawaku kesini hanya untuk menyakiti perasaanku saja? " Tebak Anna tepat sasaran.
"kalau iya, memangnya kenapa? masalah buat kamu? Lagi pula ini salah satu tujuanku sekolah disini yaitu menyakiti perasaanmu dan aku pastikan akan lebih parah dari sebelumnya, " Jelas Evans yang terdengar kelewat santai di indera pendengaran gadis mungil itu.
"Vans, kau benar-benar jahat banget kepadaku. Kenapa kau tak ada bosan-bosannya menyakiti perasaanku? Apa salahku? " Cecar gadis mungil itu dengan mata berembun.
"ya aku memang jahat, dan aku tak akan pernah bosan untuk menyakiti perasaanmu sebelum kau terpuruk, " Tutur Evans dengan 𝘴𝘮𝘪𝘳𝘬 andalannya.
"Aku mohon kepadamu Vans, jangan melakukan itu lagi, " Ucap Anna dengan air mata yang berhasil terjun dipipi mulusnya.
"oke aku akan mengikuti permintaanmu. Asalkan kau bersedia kembali kedalam pelukanku, bagaimana? " Sahut Evans dengan wajah songong yang sialnya terlihat semakin tampan.
"TIDAK! AKU TIDAK MAU! ITU SAMA SAJA MENYERAHKAN DIRI SENDIRI UNTUK DISAKITI OLEH PRIA SEPERTIMU! " Teriak Anna. "lagi pula kau masih bersama Jessy, " Lirihnya.
"kalau begitu bersiaplah untuk terpuruk, " Ujar pria berkulit tan dengan tersenyum 𝘴𝘮𝘪𝘳𝘬.
"Evans, kau adalah pria terjahat yang sayangnya pernah menjadi kekasihku! Aku sungguh menyesal! Aku benci kepadamu Vans! Aku benci! " Maki gadis mungil itu dengan emosi yang meluap.
"memangnya aku peduli? Bodoamat! " Sahut Evans acuh. "Yaudah kalau begitu aku pulang dulu ya, sampai jumpa 𝘮𝘺 𝘣𝘢𝘣𝘺, " Sambungnya.
"Evans, kau benar-benar tega! Kau pria yang tak punya hati! Dan asal kau tahu, aku tak butuh panggilan itu! " Teriak Anna dengan suara tertahan.
Pria berkulit tan itu pergi begitu saja menghiraukan kata-kata yang diucapkan oleh Anna. Tiba-tiba cuaca menjadi gelap karena mendung, suara gemuruh mulai terdengar, tak lama setelah itu hujan turun sangat deras.
Bukannya mencari tempat berteduh gadis mungil itu justru memilih berjalan dibawah derasnya hujan.
~Pradipta Mansion~
Di sebuah kediaman Pradipta, semua anggota keluarga itu sedang cemas dengan keadaan seorang gadis mungil yang belum juga menampakkan batang hidungnya semenjak pukul 14:00 hingga sekarang.
"Ya Tuhan, sebenarnya apa yang terjadi kepada Anna? Kenapa sampai sekarang dia belum pulang? " Ucap mamah Maria cemas.
"iya nih, padahal sudah pukul 18:30, mana hujan deras lagi. Apa kalian tahu keberadaannya? " Timpal papah Yanuar.
"Kita sendiri tak tahu pah, benar kan bang? " Sahut pria berlesung pipi itu sambil meminta persetujuan dari kakaknya.
"iya, " Jawab Gibran singkat. "𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘵𝘪𝘣𝘢-𝘵𝘪𝘣𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘯𝘺𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘯𝘪? 𝘈𝘱𝘢 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯-𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯_ 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯. 𝘓𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨, " Ucap Gibran dalam hati.
Lalu pria berkulit putih pucat itu segera beranjak ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil miliknya, tak lupa pamit kepada kedua orang tuanya.
"Mah, pah aku pergi dulu ya. Hanya sebentar kok, " Pamit pria berkulit putih pucat itu dengan langkah terburu-buru.
"iya, tapi kemana kau akan pergi? " Sahut mamah Maria disertai pertanyaan heran yang terdengar sangat kentara.
"iya nih, kelihatannya kau sangat terburu-buru begitu, " Timpal papah Yanuar.
"nanti mamah, papah tahu sendiri, aku pergi dulu, " Kata Gibran mantap.
"BANG AKU IKUT, " Teriak pria berlesung pipi itu dengan nada tidak santai.
"yaudah cepat, " Titah Gibran.
"Mah, pah aku juga pergi dulu ya, " Pamit John dengan mantel yang sudah bertengger apik ditubuhnya.
"iya, hati-hati, " Sahut mamah Maria.
Tanpa berfikir panjang pria berkulit putih pucat itu segera menancapkan gasnya meninggalkan pekarangan rumah mewah tersebut ditemani oleh John yang duduk disamping kemudi.
Sudah hampir satu jam Gibran mengelilingi berbagai tempat namun tak kunjung menemukan keberadaannya tentu saja hal ini membuat dirinya merasa cemas yang luar biasa, berbeda dengan pria berlesung pipi itu yang kebingungan karena sebenarnya dia tidak mengetahui tujuan kakaknya.
"Bang sebenarnya kita akan pergi kemana? Kenapa dari tadi muter-muter tak jelas? " Tanya John bingung.
"Astaga, aku lupa memberitahumu. Sebenarnya kita sedang mencari Anna, jadi wajar sejak tadi kita hanya berkeliling saja, " Jelas Gibran. "Dan jujur aku sangat khawatir kepadanya, " Sambungnya terdengar lirih.
"pantesan. Aku juga khawatir kepada dia bang, " Sahut John mantap.
Baru saja selesai membicarakan itu, tiba-tiba manik hazelnya John melihat seorang gadis yang sedang terduduk dipinggir jalan dengan posisi menundukkan kepalanya diatas lipatan kedua tangannya lalu dia meminta pria berkulit putih pucat itu berhenti.
"Bang berhenti dulu, barusan aku melihat perempuan duduk dipinggir jalan. Siapa tahu itu Anna, " Titah John.
"Kamu serius? " Tanya Gibran tak percaya.
"iya bang, " Jawab John mantap.
Lalu pria berkulit putih pucat itu segera menghentikan mobilnya, mereka segera bergegas turun dari kendaraan roda empat tersebut dengan menggunakan payung karena hujan masih sangat deras.
Mereka berjalan kearah gadis yang dimaksud oleh salah satu dari mereka sendiri, sesampainya disana ternyata dugaan John benar. Dia seseorang yang sedang dicari keberadaannya, yang berhasil membuat keluarga Pradipta dirundung cemas sekaligus khawatir.
"Na, sebenarnya apa yang sudah terjadi kepadamu? Kenapa kau menangis seperti ini? Kenapa kau hujan-hujanan dipinggir jalan? " Tanya pria berkulit putih pucat itu bertubi-tubi karena saking khawatirnya.
"dan kenapa kamu sendirian disini? Si Evans kemana? " Sahut John heran.
Bukannya menjawab pertanyaan mereka, gadis mungil itu justru menghamburkan dirinya kedalam pelukan seorang John Nicholas Pradipta, tentu saja hal ini membuat kedua pria tampan itu menjadi sangat khawatir.
"Na, jangan bilang ini ulahnya Evans, " Tebak pria berlesung pipi itu geram dan melepaskan pelukannya dengan paksa.
Terlihat gadis mungil itu menganggukkan kepalanya lemah.
"Dia berbuat apa kepadamu? " Tanya John tak suka, geram, panik, perasaan itu bercampur aduk menjadi satu.
"Dia tidak berbuat apa-apa bang, tapi dia mengancamku . Dia bilang kepadaku bahwa jika aku tidak kembali dengannya, dia akan menghalalkan berbagai cara untuk menghancurkan hidupku bang, " Jelas gadis mungil itu dengan air mata yang sudah memenuhi wajahnya.
"Brengsek! Tak akan kubiarkan itu! " Umpat John yang entah kepada siapa.
Gadis mungil itu kembali memeluk sepupunya yang segera dibalas oleh sang empu, tanpa mereka sadari pria berkulit putih pucat menatap tak suka, ada rasa tak rela yang hinggap di benaknya.
"𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢, 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘬 𝘳𝘦𝘭𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘦𝘭𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘪𝘵𝘶? 𝘗𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪, " Ucapnya dalam hati.
"sebaiknya kita segera pulang, " Ucap pria berkulit putih pucat itu datar.
Mendengar ucapan dari yang tertua, mereka segera menarik diri dari pelukan tersebut.
"iya bang, " sahut Anna dan John berbarengan.
Lalu mereka segera beranjak menuju tempat dimana kendaraan roda empat itu berada, sesampainya disana mereka pun naik mobil tersebut namun diam-diam John merasa sedikit curiga dengan sikap pria berkulit putih pucat tersebut.
"Ada apa dengannya? Apa dia cemburu melihatku pelukan dengan Anna? " Tanyanya dalam hati.