Semuanya terlibat dalam membahas sikap buruknya geng Blue Bird beserta gadis mungil yang sempat kehilangan ingatannya kecuali pria bak dewa Yunani, dia hanya menyimak tanpa berniat mengeluarkan sepatah katapun karena tidak tahu masalah apa-apa.
"Na, apa kamu masih ingat sang pelakunya?" Tanya Bilqis penasaran.
"Jangankan pelakunya, plat nomor mobilnya saja tidak tahu," sahut gadis mungil itu seadanya.
"Yaiyalah dek kamu mana sempat memperhatikan plat nomor atau pelakunya, waktu itu kondisi kamu sudah terkapar dipinggir jalan, untungnya ada ab_aku yang lihat kamu lalu segera dibawa ke rumah sakit," jelas Rama.
"Perasaan aku juga ikut bantuin kamu deh Ram?" Ujar Devan sambil berpose berpikir.
"Aku tahu, tapi kau segera pulang sampai aku disangka sebagai emmm_kekasihnya Anna," sungut pria berparas anime itu kesal sambil menggaruk pipinya yang mendadak gatal.
"Iya waktu itu aku juga sangat menyesal karena telah menuruti keinginan gadis nakal ini, katanya ingin ke perpustakaan kota. Pas baru sampai rumah tiba-tiba dapat kabar kecelakaan." Sambung John.
"Kenapa kamu tidak bilang kepadaku? " Tanya pria berkulit putih pucat itu heran.
"Hmm itu bang, posisinya waktu itu kau dan Anna sedang perang dingin gara-gara kak Laurent," sahut John kesal.
"Masa sih?" Tanya Gibran tak percaya.
"Sudahlah jangan dibahas, bukankah sekarang aku baik-baik saja?" Ujar gadis mungil itu melerai.
"Yakk bodoh! Sebelum kau siuman dan mengalami amnesia, kau telah membuat kami merasa sedih karena koma sekitar 2-3 bulan! Apalagi Bilqis, sahabatmu ini hampir setiap saat dia melamun lalu tiba-tiba menangis lagi, untungnya selalu ada aku yang bisa menenangkannya." Cerocos Adnan tak terima.
"Kak Adnan jangan buka kartu juga kali!" Protes Bilqis sambil memukul dada bidangnya Adnan dengan main-main.
"Hehehe maaf keceplosan, eh bukan juga sih tapi sengaja." Ucap pria berbahu lebar itu sambil cengengesan.
"Iya kita tahu, kalian sedang pedekate. Tapi tidak perlu pamer bucin juga kali." Sindir Gibran.
"Sialan kamu Gib, waktu Anna masih amnesia mah wajahnya selalu kelihatan lecek seperti baju yang belum disetrika. Sekarang giliran dia udah ingat semuanya, kau menyindirku belum ngerasain sendiri sih, gimana indahnya bucin kepada orang yang tepat." Tutur Adnan sambil tersenyum setan.
"Tapi kasihan juga sih Nan, kelihatan nya kaya orang yang tidak mempunyai semangat hidup," sahut Rama.
"Ck, aku tidak perlu dikasihani begitu Ram. Iya aku tahu posisimu waktu itu paling beruntung daripada kita semua," jawab Gibran sambil berdecak kesal.
"Eits, jangan salahkan aku. Anna nya sendiri yang selalu mencariku karena dianggap sebagai sepupunya, bukankah begitu John?" Sanggah pria berparas anime itu membela dirinya.
"Kenapa bang Rama bertanya kepadaku?" Tanya John heran.
"Hey bodoh! Waktu itu kau ditelfon sama tante Fany agar membawa kak Rama! Masa kamu lupa sih John?" Cibir Bilqis.
"Eh, iya juga ya," sahut John sambil terkekeh geli.
Pria berparas anime itu memutar bola matanya malas.
"Ngomong-ngomong kau siapa ya? Kenapa bisa ada disini?" Tanya gadis mungil itu kepada Arkand disertai memasang wajah heran.
Mendengar ucapan gadis mungil itu, mampu membuat John menahan tawanya sedangkan Arkand hanya mampu tersenyum kikuk sambil diam-diam meringis karena doi lupa dengan nama dirinya.
"Aku Arkand anak kelas sebelah, kurasa kau lupa denganku, tapi tak masalah bagiku." Jelas pria bak dewa Yunani itu sambil tersenyum tipis.
"Benarkah? Kalau begitu aku minta maaf," ucap Anna merasa bersalah.
"Tak masalah Na," sahut Arkand dengan boxy smile nya.
Pria berkulit putih pucat itu memicingkan manik kelamnya dengan ekspresi wajah yang tak terbaca, berbeda dengan John, dia terlihat sangat jengkel melihat senyuman menawan milik Arkand.
"Sepertinya anak ini menyukai Anna," bathin Gibran menerka-nerka.
"Cih, sok akrab banget sih, pake segala tebar pesona lagi." Cibir John dalam hati.
''''
Bel pulang berbunyi menandakan bahwa pelajaran hari ini telah usai, semua siswa-siswi bergegas pulang kerumahnya masing-masing. Termasuk tiga makhluk berbeda jenis kelamin itu, mereka berjalan beriringan menuju tempat parkir dengan posisi gadis mungil yang diapit oleh Gibran dan John dikanan kirinya.
Namun ketika hampir sampai diparkiran sekolah, tiba-tiba gadis agresif datang menghampiri mereka lalu dengan lancangnya dia melepas paksa genggaman tangannya Gibran pada Anna, lalu tak tahu malunya dia bergelayut manja dilengan kekarnya pria berkulit putih pucat yang kini sedang menatapnya nyalang.
"Laurent maksudmu apa-apaan hah?! Pakai segala melepaskan genggamanku dari Anna?" Tanya Gibran dengan wajah merah padam karena marah.
"Aku tidak suka melihatnya, karena dia bukan siapa-siapanya kamu Gib! Dia hanya orang asing!" Sahut gadis agresif itu terang-terangan.
"Hey sadar diri dong nona, yang orang asing itu kamu sendiri. Memangnya kau siapanya bang Gibran? Seenak jidatnya melarang dia menggenggam tangannya Anna?" Cibir John.
"John, jaga ya bicaramu. Aku berhak melarangnya karena Gibran calon masa depanku." Ujar Laurent percaya diri.
"Calon masa depanmu?! Ck, jangan bermimpi Laurent! Sampai kapanpun aku tak akan pernah menyukaimu!" Pria berkulit putih pucat itu mengeluarkan kata-kata pedasnya.
"Tapi bukankah kau sudah mulai belajar menerimaku?" Tanya Laurent tak terima.
"Sejak kapan?" Gibran membalas dengan pertanyaan.
" Aku tidak pernah mengatakan hal seperti itu, mungkin hanya pikiranmu saja yang ngelantur." Sambungnya savage.
"Kak Laurent apa kabar?" Tanya gadis mungil itu basa-basi.
Gadis mungil itu melihat dengan jelas pupil manik hazel Laurent melebar karena terkejut.
"B-bagaimana kau bisa mengetahui namaku?" Laurent membalasnya dengan sebuah pertanyaan.
"Kkkk~ tentu saja aku mengenalmu. Bukankah kau yang selalu melarang bang Gibran dekat denganku?" Sahut Anna sambil tersenyum misterius.
"M-maksudmu apa? Kau hanya mengetahui namaku dari orang-orang bukan?" Gadis agresif itu terlihat gugup.
"Lagipula kau sedang mengalami amnesia." Sambungnya mencibir.
"Tapi sayangnya semua ingatanku sudah kembali lagi." Jawab Anna enteng.
"Ah sudahlah lupakan saja." Sambungnya seolah tak dipermasalahkan.
Mendengar ucapan Anna membuat kedua pria disamping kanan kirinya menatap tidak percaya sekaligus takjub karena setelah mengalami amnesia gadis mungil itu terlihat lebih berani mengeluarkan kata-kata pedas untuk membalas lawan bicaranya. Sedangkan gadis agresif itu semakin melebarkan matanya saat mengetahui Anna sudah pulih sepenuhnya.
"Mau kau amnesia atau tidak, bodo amat memangnya aku peduli?" Cibir Laurent.
"Itu karena kau tidak mempunyai hati, nona. Lagipula aku tidak membutuhkan rasa kasihan dari orang munafik sepertimu, upss." Ujar Anna savage.
"Jaga mulutmu!" Umpat gadis agresif itu tak terima.
"Ayolah bang, lebih baik kita segera pulang kerumah. Aku sudah tidak sabar bertemu mamah dan papah Pradipta." Ajak Anna menulikan indera pendengarannya.
"Sudah tak sabar ya? Baiklah, ayo tuan putri." Goda pria berkulit putih pucat itu sambil mengusak rambutnya Anna.
"Ish, bang Gibran gara-gara tanganmu rambutku jadi berantakan." Anna merengek manja.
"Walaupun berantakan kau masih terlihat cantik kok," puji pria berdimple itu sambil tersenyum tipis.
"GIBRAN! JANGAN TINGGALKAN AKU HANYA KARENA ADIK SEPUPU SIALANMU ITU!" Jerit Laurent tak terima.
Pria berkulit putih pucat itu lebih memilih untuk mengabaikan teriakan Laurent sambil terus berjalan menuju mobilnya, karena menurutnya gadis itu terlalu berisik, agresif dan banyak maunya.
'''''
Sebuah Lamborghini Aventador memasuki sebuah pekarangan rumah megah nan mewah milik keluarga Pradipta, setelahnya keluarlah tiga makhluk berbeda jenis kelamin dengan wajah bahagia sangat jelas terlihat diwajah mereka.
Tanpa berpikir panjang ketiganya segera masuk kedalam rumah tersebut, seperti biasanya ketika sudah didalam rumah pria berdimple itu berteriak memanggil sang Ibu namun kali ini dengan brutal karena tidak sabar ingin memberi tahu kabar gembira tersebut.
"Mah, mamah~ kita sudah pulang~" Teriak John sambil menunggu dan mengerucutkan bibirnya.
"Astaga John, kenapa kau jadi bersikap menggelikan seperti itu?" Cibir Gibran sambil tersenyum geli.
"Biarin, aku begini karena tidak sabar ingin memberi tahu kabar gembira ini, kepada Mamah." Jelas pria berdimple itu semakin tak sabaran.
"Mamah~" panggilnya sekali lagi.
Tak lama kemudian datanglah wanita paruh baya dengan tergesa-gesa sambil memasang wajah jengkel karena kelakuan putra bungsunya lalu disusul oleh Mamah Fany beserta ponakannya namun mereka hanya menunjukkan raut penasaran.
"Kau lihat gara-gara ulahmu tante Fany dan Arrian jadi ikutan keluar, mungkin karena suaramu mengganggu waktu tidur siang mereka." Umpat pria berkulit putih pucat itu jengkel.
"Ehehe maaf ya tan, Rian, gara-gara aku waktu istirahat kalian jadi terganggu." Ucap John merasa bersalah.
"Tidak masalah John, lagipula tante hanya berbaring saja." Sahut mamah Fany sambil tersenyum maklum.
"Lalu kenapa kau memanggil mamah dengan tak sabaran seperti itu?" Tanya Mamah Maria sambil berkacak pinggang.
"Aku_"
"Kita John, bukan hanya kau saja," ucap Gibran mengingatkan.
"Salah sedikit saja kok, langsung dikoreksi punya abang tsundere banget." Cibir John sambil mempoutkan bibirnya.
Gibran hanya menanggapinya dengan decakan sebal.
"Maksudku, kita mempunyai kabar gembira untuk kalian. Ini tentang kondisinya Anna." Ujar pria berdimple itu semangat.
"Apa?" Tanya kedua wanita paruh baya itu kompak. Arrian hanya memasang wajah penasaran.
"Ingatannya Anna sudah pulih mah, tan," sahut John sambil tersenyum senang hingga menampakkan lesung pipinya.
"Wah benarkah?" Tanya Mamah Maria sambil tersenyum bahagia.
"Serius sayang? Ingatanmu sudah pulih?" Tanya Mamah Fany dengan mata berbinar.
"Kau tidak sedang membohongi kita kan?" Timpal Arrian dengan wajah tak percaya.
"Benar mah, ingatan aku sudah kembali." Gadis mungil itu menyahut sambil tersenyum senang.
"Syukurlah," ucap kedua wanita paruh baya itu kompak.
Lalu tanpa aba-aba keduanya segera memeluk gadis mungil itu karena merasa bahagia, sedangkan Anna hanya mampu tertawa kecil.
TBC