webnovel

Prank

" Kamu inget kamu pernah minta bantuanku kan? "

Alis San mengkerut. Bertengger di dekat jendela asrama mereka, dan dia sedang membaca. Sebagian. Sisa perhatiannya berada di antara ponselnya dan orang-orang di bawah yang melintasi kampus.

" Ya? ". Cahaya yang memancar di belakang San sedikit terlalu banyak, membuat sosoknya semakin gelap dan ekspresinya tak terbaca ketika yang lain berusaha melakukan kontak mata.

Wooyoung tidak akan mengatakan bahwa ia sedang dipojokkan ke sudut, tapi nampaknya San telah melakukannya. Hanya masalah waktu sebelum ia harus mengambil jalan ini, jadi mengapa ia tidak segera menyelesaikannya.

" Dan kamu inget prank mengerikan pacar adik perempuanmu dan lebih gilanya lagi dia meminta kita untuk membantunya? "

Sejujurnya - bagaimana salah satu dari mereka bisa lupa? Ini telah menjadi ide menghebohkan yang telah berakhir seperti yang diramalkan kedua laki-laki itu ; sangat buruk.

Tapi mereka mungkin ingat semuanya untuk alasan yang berbeda. Perut Wooyoung bergejolak karena mata San menyipit, kemudian turun dari jendela. " Gimana menurutmu? "

" Aku mungkin perlu kamu melakukan sesuatu yang sama "

" Apa? Lagi? Nggak mungkin "

Tentu saja, itu respon yang Wooyoung dapatkan dan sudah ia duga. Dia seharusnya tidak berharap banyak. San tidak terlalu senang dengan prank semacam itu, jika dia ingat benar. " Please? Sekali lagi San "

" Nggak! "

Wooyoung menggigit bibirnya, berteriak di atas sofa seperti orang gila. " Kamu masih berutang padaku, ingat? "

" Aku masih bisa menolak permintaan seperti ini, kamu tahu "

Oke, benar tapi - " Hah!! Aku bisa gila San! Aku bersumpah aku tidak akan memintamu hal ini kalau aku nggak bener-bener putus asa! "

San sepertinya sudah memikirkan ini. Alisnya tertarik, Wooyoung menunggu dengan napas tertahan sementara yang lain berpikir keras. " Sepertinya kamu benar-benar putus asa "

Untuk memastikan, Wooyoung sampai turun dari sofa, berlutut. " Aku mohon padamu, San, please "

" Duh.. santai aja kali. Ini bukan akhir dari dunia " San menghela nafas, memutar matanya seolah-olah dia tidak bisa mempercayai dirinya sendiri, masuk ke lubang yang sama. " Ada apa? "

" Kamu emang karunia dari Tuhan, San. Ingat pria dari kelas Kalkulasi tingkat tiga semester lalu? "

" Satu-satunya yang mulai naksir kamu waktu kamu nggak sengaja duduk di sampingnya waktu itu? "

" Ya, yang itu. Dia juga ada di kelasku yang lain dan bilang nggak akan jauh-jauh lagi jadi aku bilang padanya kalau aku berkencan dengan seseorang. Seseorang.. Dan bukan laki-laki "

" Jadi kenapa kamu nggak minta salah satu gadis di kelasmu? "

" Apa kamu benar-benar berharap bahwa salah satu dari mereka akan setuju untuk hal ini? "

San berhenti sejenak dan Wooyoung mendongak untuk melihat alasannya. Ada raut pandang yang tidak cukup bisa Wooyoung uraikan sebelum yang lain menundukkan kepalanya seolah-olah untuk memperhatikan bukunya lagi. " Jadi kapan aku harus melakukan ini? "

" Kapan saja. Hanya saja, semakin lama... Dia semakin agresif ".

Kerutan alis San semakin dalam. Dia tahu tatapan itu. San akan mengatakan sesuatu yang lebih, tapi Wooyoung benar-benar lebih suka dia tidak khawatir. " Masalah ini nggak terlalu serius kok. Dia hanya minta nomorku dan aku memberikannya, lebih tepatnya dia mendapatkan nomor Yeosang sebagai gantinya "

" Apa kamu setidaknya memperingatkan Yeosang sebelum kamu melakukan itu? ". Ada sedikit tawa dalam nada suaranya, tapi itu tidak bisa menipunya.

" Aku.. Aku sudah melakukannya … Tapi setelah ia mengirim teks pertamanya "

Ada suara gedebuk yang lembut ketika kepala San bertemu jendela di belakangnya, namun terlalu sibuk untuk menyadarinya. Rasa gugup di perut Wooyoung terlepas. Dia pikir dia hanya gugup tentang prospek meminta bantuan ini dari San. Itu tampak lebih seperti sesuatu yang tidak begitu menimbulkan masalah besar, tapi - mereka telah melakukan sesuatu seperti ini sebelumnya. Ingatan itu sepertinya menghantui mereka berdua.

❧❧❧❧❧❧❧❧❧

" Jadi dia setuju begitu saja untuk itu? " Yeosang tampaknya jauh lebih lega daripada yang Wooyoung bayangkan. Mungkin dia sudah bosan membelanya. Tidak bisa menyalahkannya juga.

Wooyoung mengangguk. " Aku harus agak mengemis, tapi ya.. Dia setuju " diikuti mengangkat bahu. Hal itu belum bisa disebut mengemis, tapi memohon sudah bisa dikatakan sama dengan mengemis kan? Jika dia benar-benar harus, dia akan dengan senang hati berlutut untuk meyakinkan San untuk melakukan hal ini. Seperti tadi.

" Dan kamu yakin ini tidak ada hubungannya dengan hal yang terjadi pada waktu itu? "

" Sangat positif "

Pandangan yang diberikan kepadanya itu meragukan, tetapi untuk sejenak tidak ada yang mengatakan apapun lagi. Dia memukul bisep Yeosang, lalu mendapatkan pukulan balasan yang entah bagaimana berubah menjadi tamparan kecil saat mereka berjalan. Satu-satunya hal yang menghentikan mereka adalah suara yang akrab tepat di belakang mereka. " Hei kalian! Gay tidak bisa bertarung seperti itu di sini "

" Hanya ada satu gay dalam kasus ini dan itu bukan aku ", timpal Wooyoung.

Senyuman Hongjoong selebar kedua tangannya — dengan sedikit usaha dan berjalan sedikit lebih dulu, lalu beehenti di sekitar bahu kedua orang tersebut. " Jadi, aku mendengar kita punya San dalam rencana ini "

Yeosang tampak bingung. " Tunggu, apakah dia tahu sebelum aku? "

" Ya! "

" Tapi kamu memakai nomorku untuk menjauh dari orang itu! "

Wooyoung menyela sebelum Yeosang mulai merajuk. " Itu rencananya dari awal. Itulah satu-satunya alasan dia bahkan tahu sebelum kamu ". Ada anggukan dari Yeosnag dan Hongjoong, namun sepertinya Yeosang tidak terkesan. Dia mengangkat lengan Hongjoong dan berjalan lebih cepat.

Mungkin bukan ide baik saat dua orang di belakangnya mulai menggerutu ketika bayi mereka menjadi marah sepanjang jalan menuju kelas.

❧❧❧❧❧❧❧❧

Wooyoung mungkin bisa lebih spesifik tentang waktu dari semua ini. Meninggalkan jendela yang terbuka dimaksudkan untuk membuat San lebih nyaman dengan ide itu, tetapi malah membuatnya merasa terus berantisipasi. Setiap berada di kelas dan di sebelah Changbin selalu tidak nyaman hingga jam terakhir. Sebuah kata "tidak" yang sopan, tampaknya tidak pernah cukup kuat untuk menggagalkannya mencoba untuk berjalan di samping Wooyoung kembali ke asramanya atau undangan aneh untuk memulai proyek - yang masih tiga minggu lagi dari yang resmi ditugaskan pada silabus pelajaran fisika mereka.

Saat itu di mana saat Wooyoung merasakan beberapa jari tangan seseorang menggenggam jemarinya, dia tersentak ke depan, meskipun itu lebih seperti dia dilemparkan ke depan karena tarikan seseorang. Terpana adalah satu kata untuk menggambarkan perasaannya ketika dia berpaling dan melihat pada sang pelaku baru-baru ini.

San tidak pernah melakukan langkah awal setegas ini. Selama Wooyoung mengenalnya, ia hanya sangat kesal padanya, lagi dan lagi. Itulah sebabnya seharusnya tidak ada kejutan bahwa wajahnya yang tersenyum di sisinya membawa begitu banyak pengaruh untuknya. Mungkin mata yang lebih besar dan bibir yang lebih penuh itulah kini penyebabnya. Tapi tetap saja itu adalah San. Perutnya melakukan lonjakan yang aneh sebelum kenyataan menenggelamkannya lagi. Aneh.

Lapisan lipgloss yang menempel pada rahangnya berlangsung sedikit lama setelah bibir San mengecupnya di sebelah kiri dan ia menggosoknya di tempat. " Maaf, sayang. Warna ini sedikit lebih mudah menempel daripada yang kukira ". Suaranya harus satu oktaf lebih tinggi, daripada saat ia berbincang dengan plushie favoritnya, Shiber. Wooyoung bergidik, tapi daya tariknya akan makhluk di depannya terganggu oleh seseorang yang membersihkan tenggorokannya keras-keras.

Benar. Changbin masih di sini.

" Ini pacarmu? " Senyumnya sangat kecil, dan terdengar tidak terganggu. Apa Changbin tidak percaya?

Rambut merah dan hitam San telah diluruskan, satu sisi disematkan dengan beberapa jepit untuk memungkinkan dia dapat melihat dengan jelas. Lip gloss yang dia usapkan di rahang Wooyoung sebelumnya berwarna ceri. Dia merasakan sebuah tema. Terutama dalam pilihan t-shirt yang dia duga adalah pakaiannya seperti biasa namun telah diselipkan rapi ke dalam rok kotak-kotak merah. Tunggu dulu...

Perutnya melakukan putaran aneh itu lagi ketika pandangannya turun ke rok yang dimaksud. Wooyoung memiliki - Kekaguman? Obsesi? Apresiasi - pada cara rok tersebut menempel pada paha San. Bukan rok mini yang seksi, dan biasa di pakai cheerleader, tapi itu cukup pendek dan spot favorit bagi orang-orang dengan tangan semena-mena untuk melakukan tindakan asusila yang Wooyoung pelajari dalam salah satu kelas sosiologinya. Tetapi itu sudah cukup membuat tenggorokannya kering, dan hanya bisa mengangguk menanggapi pertanyaan itu.

" Ya, ya. Ini - ini adalah San.. Sunny.. Kim Sunny ". San melambaikan tangan, tersenyum cerah. Jari-jarinya mengencang di sekitar jemari Wooyoung.

Yang lebih tua dari keduanya tampak … senang. " Keren! " Oke, mungkin tidak jika dia akan menanggapi dengan satu kata. " Jadi, seperti yang aku bilang, kamu bisa datang untuk pesta. Sunny juga diundang "

" Kami ingin pergi tapi … "

" Tentu! "

Wooyoung menatap San dengan pandangan yang tidak percaya. Respon San dengan mudah dipermainkan, mengalihkannya dari reaksi pihak lain mungkin telah menyebabkan kinerja mereka pecah. " Aku harus memastikan tidak ada seseorang yang mungkin mencoba untuk mencurimu dariku ", ucap San beralasan.

Pria yang mengamati mereka tertawa, menundukkan kepalanya. " Baiklah.. Malam ini jam 9 malam, ditempatku. Aku akan mengirim alamatnya lewat pesan ". Changbin mengangguk lagi, menatap San untuk sesaat sebelum melenggang pergi.

" Kamu baru saja menghancurkan kita "

❧❧❧❧❧❧❧❧❧❧

" Bisakah kamu tenang? Ini hanya pesta "

Wooyoung tidak berpikir itu hanya pesta. Semuanya memiliki bahaya yang bisa saja terungkap sebagai penipuan bahwa mereka berpacaran dan dia akan kembali ke titik awal sebagai pecundang, bahkan terburuknya Changbin akan mengejarnya lagi tanpa ampun dan - " Apakah itu wig? "

Rambut keriting yang San pakai sekarang, dengan warna jingga seperti matahari terbenam dan jeruk yang cocok dengan warna yang sama di wajah San. Dia tidak terlalu fokus pada bibir San, menatap kembali ke mata teman sekamarnya. Mata itu tampak lebih besar. Mungkin San juga memakai bulu mata palsu? San benar-benar totalitas untuk semua ini. Merah muda menyapu pipinya saat San menyelipkan seikat rambut di belakang telinganya. " Ya. Ini punya salah satu teman sekelasku. Aku minta bantuannya "

" Kamu sudah memberitahu seseorang? " Penyamaran mereka terbongkar sudah.

San menghela nafas, memutar matanya. " Lagi - santai dude. Dia pikir itu untuk prank dan aku meng-iyakannya "

Dia tidak sepenuhnya salah. Bahu Wooyoung mengendur sewaktu dia tenggelam lebih jauh ke sofa. Dia melirik ke arah San sekali lagi, sambil mengenakan pakaiannya. Apakah ada semacam aturan yang harus diikuti dalam hal ini, di mana San harus mengenakan pakaian dengan belahan dada yang terlalu panjang, buah dada palsu yang ia buat dari tumpukan bantal ; pinjam dari temannya juga - namun itu bukan menjadi masalah untuk Wooyoung, karena ia tau itu palsu - tapi fokusnya beralih pada pantatnya.

Karena itu benar-benar bisa Wooyoung lihat dari seberapa ketat celana pria itu. Bergaris-garis, membuat kurva dari belakangnya seperti pemandangan dari surga (dia berpikir ini dengan cara yang paling jantan) dan pahanya … Adalah topik lain untuk dibahas di kemudian hari ketika dia tidak menyaksikan San datang lebih dekat kepadanya. Wooyoung mengingat, dengan lesu, bahwa tumit adalah sentuhan yang bagus karena memang, pada kenyataannya, membuat kaki San terlihat lebih panjang.

" Kamu sudah siap, kan? " San berbalik lagi, bersandar ke depan di cermin untuk memastikan anting-antingnya aman. Wooyoung harus memastikan dia bernapas dengan benar ketika dia berbalik. Mengangguk sebagai tanggapan, dia menutup matanya. Waktu untuk beraksi dan berpura-pura menjadi pasangan dengan San. Dalam pakaian itu.

❧❧❧❧❧❧❧❧❧

Disana memang seperti pesta lain, tapi Wooyoung tidak bisa menahan perasaan gelisahnya. Bahkan setelah dia menenggak minuman ketiganya, cangkir merahnya sudah kosong dan hampir memohon untuk diisi lagi. Dia telah mengawasi San dari tempatnya berdiri di dekat mangkuk punch selama sepuluh menit terakhir. San.. Alias Sunny tertawa, sedikit menunduk. Wooyoung menyadari beberapa saat kemudian bahwa dia telah berbicara dengan Changbin cukup lama, tatapannya mengikuti cara San menggeser berat badannya. Senyumnya tampak sedikit lebih dipaksakan dan dia tahu senyum di wajah Changbin itu dari pengalaman.

Wooyoung mengerti Changbin suka menggoda, tapi tidak sejauh ini. Tidak sampai pada titik bahwa ia akan naksir pada seseorang yang sudah jelas saat ini dalam hubungan. Meskipun palsu, tapi dimata orang lain mereka sedang berhubungan. Dia berpikir untuk melompat dari meja dan menghadapi keduanya, tetapi kemudian musiknya sedikit lebih keras dan semua orang sepertinya ingat bahwa ada ruang untuk berdansa. Termasuk Wooyoung. Dia meletakkan gelasnya dan menghampiri San, tangannya langsung meluncur ke bawah ke pinggul San (langkah yang sangat berani).

" Ayo menari! " San tampak bersemangat dan menurut begitu saja, menyerahkan cangkirnya kepada Changbin yang sedikit bingung sebelum diseret ke lantai dansa.

Wooyoung ingin mengatakan bahwa banyak tindakan yang ia ambil adalah hasil dari alkohol. Dia tidak akan mengklaim dirinya luar biasa karena menahan diri dari mabuk. Terutama ketika sebuah pantat yang besar dan kenyal menekan selangkangannya dengan gerakan memutar yg pelan. Dia ingin berpikir bahwa dia bisa menyalahkan itu pada dentuman musik dan kabut saat itu. Sepertinya San tidak terlalu memperhatikannya, mengangkat tangan dan bersorak padanya saat tempo lagu berubah. Kemudian mereka tidak saling terkunci dan Wooyoung bisa mengambil napas untuk beberapa saat.

Dan benar-benar hanya beberapa detik, tetapi dia bisa merasakan tubuhnya nyaris terbakar. Mereka sudah menari bersama sebelumnya, dan bahkan lebih dekat. Tapi menari di sebelah saling bersisian, dan bukan menari di depannya dengan San yang membelakanginya, terlebih lagi anggota badan yang saling berkeringat. Sebagai teman, dan tidak sebagai orang yang sedang memalsukan hubungan. Ini sesuatu yang berbeda.

Wooyoung butuh minum alkohol untuk melupakannya, dan agar itu bisa dijadikan alibi baginya.

Jika harus melihat ke belakang, mungkin membuat semua ini jauh lebih buruk. Seorang Wooyoung yang mabuk selalu bertindak ceroboh. Kini Wooyoung yang mabuk sedang berkeliling dan hendak bermain kartu. Dan bagian terburuknya adalah bagaimana dia akhirnya menatap pada kartu hitam di depannya di tengah lingkaran orang-orang, alisnya mengkerut,  pura-pura konsentrasi ketika dia mempertaruhkan hidupnya - secara kiasan, tentu saja - pada memenangkan putaran akhir dari permainan kartu tersebut.

Dia menjilat bibirnya saat San berdiri di sampingnya, mengangkat alis dan minum dari gelas yang ada di tangan San. Mereka harus terpisah selama dua puluh menit, tetapi itu terasa seperti suatu waktu yang kekal dan menahan sisi Wooyoung dari lingkaran manusia yang terbentuk karenanya.

" Woo, letakkan saja kartunya. Kamu tahu kan kamu nggak bisa main kartu "

Bibirnya bergerak-gerak ketika dia melirik Changbin. Bajingan sombong. Pria itu punya banyak kartu hitam di depannya; Jelas bahwa ia telah menang, tetapi Wooyoung tidak akan mengaku kalah. Dia membanting kartu sebagai rasa puas dan kelompok itu menjadi histeris. Sebuah kartu hitam bergambar ibu dan anak yang terbang itu menjadi penentu bahwa Wooyoung telah kalah dalam pertandingannya sendiri.

" Kamu tahu aturannya " Itu adalah suara seseorang yang dia tahu dengan baik setelah Wooyoung. " Hei, Sunny, bantu dia ".

Pikiran Wooyoung buntu karena ia begitu banyak minum dan ya - San, tolong bantu aku, sahabat! . Sedangkan San tidak boleh terlihat bingung, seolah-olah dia tidak ada di sana ketika hukuman diputuskan.

" Woo.. Ayo bangun, jangan sampai aku melakukan hukuman ini demi kamu ", bisik San.

- 20 menit yang lalu -

" Hai Sunny. Ayo duduk sini ", sapa Changbin saat Wooyoung dan dirinya datang. Wooyoung tidak ingin dekat-dekat lagi dengan lelaki 'mesum' versinya itu dan memilih untuk 'mengumpankan' San, sedangkan ia akan mengambil minuman dan mengamati, ucapnya.

Dengan senyum terpaksa San duduk di sebelah Changbin, berusaha tetap tenang meskipun ia sedang memakai rok mini.

" Kamu mau minum apa? ", tawar Changbin. Di depannya sudah ada beberapa orang yang siap untuk menuangkan minuman untuknya.

" Apa aja "

" Kamu kuat minum alkohol? ". Jangan ditanya lagi. San sanggup menghabiskan 5 botol soju sendirian. Beda cerita dengan pria yang sedikit jauh di depan San yang ia lihat sudah minum gelas ketiganya dan hampir limbung. Itu hanya cocktail, Woo.

" Iya ", jawab San singkat. Changbin tersenyum lalu mengisyaratkan pria di depannya untuk meracik minuman untuk San.

" Kamu cantik banget sekarang, Sunny ". Tangan Changbin mulai 'bergerilya' diatas paha mulus San.

" Makasih. Diundang ke sebuah pesta bukannya harus sedikit mempercantik diri kan? ", jawab San seadanya.

" Nggak. Nggak make-up pun kamu udah cantik, Sunny ".

Pantas saja Wooyoung menyebutnya mesum, pikir San. Demi melancarkan aksinya San pura-pura malu dan menyibakkan sedikit rambutnya ke belakang telinga.

" Ternyata Wooyoung jago juga milih pacar yang cantik. Padahal beredar gosip kalau Wooyoung itu gay "

" Oh ya? Kita udah lama saling kenal dan aku pikir dia suka perempuan "

" Karena itu aku menantangnya dengan mendekatinya. Kupikir pesonaku bisa naklukin Wooyoung ". Selain mesum dia juga sombong, pikir San lagi. " Lihat! Dia sudah hampir K.O. Lucu banget. Kamu masih mau berhubungan sama lelaki cemen macam dia, Sunny? Kamu bisa dapet yang lebih dari dia lho "

" Oh ya? ", San pura-pura tertarik dengan ucapan Changbin.

" Tentu aja. Kamu cantik dan populer. Sayang aja kalo harus berakhir dengan Wooyoung. Kamu mau taruhan denganku? "

" Taruhan? "

" Hmm.. Kalau sebentar lagi dia limbung dan meracau, kamu harus mencumbunya di depan semua orang, dan kamu harus jadi pacarku "

" Hah? Bukannya kamu.. Gay? "

" Nggak. Aku biseks. Gimana? Kamu tertarik? "

Wow.. Beberapa fakta mencengangkan langsung muncul dalam semalam.

Wooyoung menelan ludah, menatap harapan satu-satunya. Seseorang yang bisa menolongnya. Namun dia bisa melihat sedikit peringatan di wajah San sebelum otaknya konslet dan hal-hal bergerak tanpa ia sadari. Karena San tak lama kemudian mengangkanginya, lalu menciumnya panas di bibir. Dia menyaksikan alis Wooyoung berkerut dalam, tangannya datang untuk menetap di pinggulnya dimana berarti dia menyangga pantat San diatas kejantanannya, dan dia mendengar sorakan dari semua orang yang ada disana.

Hal itu tidak berlangsung lama sebelum San telah menaikkan resleting roknya untuk membuka bagian bawah, dan Wooyoung kembali menekan bibir San yang sempat menjauh dengan bersemangat. Wooyoung mulai sedikit terbawa suasana dan dengan tidak tahu malunya menahan tengkuk San untuk menciumnya lebih dalam. Dia benar-benar mabuk dan tangannya meremas pantat sahabatnya. San, yang kini terbawa suasana juga, menyesuaikan posisinya, seolah-olah mencoba untuk menemukan cara dan mendapatkan kenyamanan, dan pinggul mereka cukup dekat.

San membungkuk, bibirnya tak henti bergerak, mencumbu setiap bagian bibir Wooyoung, sambil membisikkan sesuatu yang malah memberi semangat. Dia lebih fokus pada hal ini daripada Wooyoung. Entah kenapa ia sangat menyukainya. Pipinya lebih merah dari sebelumnya dan rambut wig sedikit menempel di dahinya yang berkeringat. Matanya berkaca-kaca, diselingi dengan tawa pelan dari keduanya. Sedangkan Wooyoung memberikan satu kata di akhir - "yang kamu lakukan hebat" dan tersenyum ketika dia melihat air mata San muncul di sudut matanya.

Erangan mereka bisa saja tenggelam oleh sorak-sorai jika bukan karena fakta bahwa semua orang telah berhenti sejenak. Jika mereka terus bersorak-sorai, martabat Wooyoung mungkin masih bisa terselamatkan. Tapi mereka tidak, setiap orang berusaha menajamkan pendengaran dan kemampuan untuk mendengar mereka saat Wooyoung menggeram nikmat, gemuruh keluar dari tenggorokannya sekali lagi, ke selangkangan San dengan cengkeraman yang sangat keras.

Bagian yang paling memalukan adalah San membalasnya, sekitar 100 kali lebih panas,suaranya menggeram rendah sama seperti Wooyoung. Suara laki-laki yang keluar.

" Sunny.. Suaramu.. " , suara Changbin menginterupsi kegiatan mereka dan mereka berdua ingat di mana mereka berada. Kemudian bukan hanya pipi San yang merah, tapi seluruh tubuhnya tampak memerah sebelum dia bergegas pergi. Dia menarik Wooyoung untuk bangkit — untuk menyelamatkannya dari tatapan semua orang yang beepusat di hot pants-nya, sebagian lagi menyelamatkan Wooyoung dari hubungan palsu mereka yang hampir  ketahuan — dan bergegas keluar menuju pintu, cekikikan.

" Ayo kita keluar dari sini "

" Sial "