Fiona tak bergeming menatap surat itu. Perlahan ia membuka lipatan kertas tersebut. Ia melihat tulisan tangan yang bisa di bilang seperti cakar ayam tertoreh pada kertas biru yang ia pegang.
Isi Surat
Hai kak Fio.
Apa kabar?
Kakak Fio kenapa enggak pernah lagi main ke rumah?
Kakak Fio sudah enggak mau lagi ya main-main dan belajar sama aku?
Aku rindu sekali sama kak Fio.
Kalau kakak Fio rindu sama aku, kakak Fio main-main lagi ya ke rumah.
Tapi kalo kak Fio enggak rindu sama aku...
Paling enggak kakak Fio balas surat aku ini ya.
Ya sudah kak Fio, surat nya sampai disini dulu ya, soalnya tangan aku sudah mulai capek nulis nih he he he.
See you kakak Fio.
Dari : Rafa.
Tanpa sadar air mata Fiona menetes setelah ia membaca surat itu, lalu ia menghapus air mata nya. Ia menyimpan surat tersebut kedalam saku tas nya.
Fiona menyandangkan tas nya lalu keluar dari kelas ia berencana ingin pulang, meski pun acara kelulusan belum kelar, dia tetap meninggalkan acara tersebut dan ia juga meninggalkan mobil nya di parkiran sekolah agar tidak ketauan kalau dia keluar dari sekolah.
Ditengah teriknya matahari ia menunggu taxi onlain yang sudah ia pesan terlebih dahulu. Cukup lama ia menunggu di pinggir jalan Raya yang sedikit jauh dari sekolahnya.
"Dengan mbak Fiona?". Supir bertanya dengan santun kepada Fiona usai ia membuka kaca mobilnya.
"Iya pak". Fiona membuka pintu mobilnya.
"Maaf ya mbak, saya lama tibanya, soalnya tadi macet sekali". Pak supir melirik Fiona dari kaca sembari menyetir. Ia merasa tidak enak pada Fiona yang sudah hampir setengah jam menunggunya.
"Iya pak, enggak apa-apa". Fiona menyunggingkan senyumannya.
"Makasih ya mbak, sekali lagi makasih banyak karena tidak meng-cancel orderannya tanpa peduli nasih driver nya". Pak supir curhat.
Fiona melirik pak supir tersebut mendengar kannya dengan seksama.
"Coba saja semua penumpang kaya mbak Fiona yang enggak mau memutuskan rezeki orang he he he".
"Bapak salah, seharusnya yang bapak bilang itu, coba jalanan lancar dan teratur pasti semua nya akan lancar, bukan malah menyamakan semua orang sama seperti saya. Dan lagi, rezeki itu sudah di atur sama Tuhan. Kalau memang itu rezeki kita, ia akan datang dengan sendirinya, kalau bukan rezeki kita, mau seberapa keras pun usaha kita, tetap saja enggak akan menjadi milik kita. Itu semua sudah di atur sama Tuhan. Yang penting bapak jangan patah semangat". Untuk pertama kalinya Fiona angkat bicara yang panjang dengan orang asing.
"Iya sih Mbak. Mbak nya masih anak sekolahan tapi pemikiran nya sudah dewasa, saya jadi malu, umur saya sudah berumur 30 tahun terus sudah beranak dua masih saja terkadang kekanak-kanakan he he he".
Fiona kembali tersenyum.
"Oh iya pak nanti kita singgah sebentar ke toko kue sama ke toko mainan ya."
"Oke mbak".
Pak supir mengantar nya ke toko kue lalu ke toko mainan. Fiona selesai dengan belanjaannya dan lanjut menuju ke tempat tujuannya.
Kini mereka tiba di depan sebuah bengkel yang cukup besar, yakni bengkel "Jaya" alias bengkel milik orang tua Raya.
"Makasih ya pak, oh ya ini untuk anak-anak bapak di rumah". Fiona memberikan satu kotak kue plus nya yang dibelikan barusan.
Supir itu kaget. "Lho.. Apa ini mbak?, kenapa mbak repot-repot sekali pakai ngasih beginian".
"Sudah pak, itung-itung karena bapak sudah nganterin saya ke toko kue dan toko mainan tadi".
"Ya gusti... Kan mbak nya udah ngasih uang lebih ini".
"Mungkin ini rezeki bapak". Ucap Fiona.
"Makasih ya mbak, saya doakan semoga mbak menjadi anak yang pintar dan sukses di masa depan, aamiin".
"Aamiin... Makasih pak doanya, saya permisi". Ia pun keluar dari mobil.
Pak supir penasaran dengan isi kue tersebut. Ia membuka bungkusan serta kotak kue tersebut. Ia melihat kue brownies yang sangat menggugah selera nya. Sebelum seleranya semakin menjadi, ia menutup kotak itu kembali dan menghidupkan mesin mobil nya.
"Pagi, om tante". Fiona menyapa kedua orang tua Raya yang sedang sibuk di kantor bengkel mereka.
Mereka menoleh Fiona.
"Eh Fiona, sudah lama kamu enggak main ke rumah, kamu apa kabar?". Mama nya Raya menghampiri Fiona lalu memeluk nya.
"Eh iya Tan, Alhamdulillah aku sehat Tan, aku lagi sibuk sama ujian akhir sekolah, jadi enggak sempat untuk main ke sini tan".
"Oh iya sih, si Raya pun sejak mau kelulusan kerjaan dia di kamar mulu, enggak kemana-mana bahkan enggak pernah lagi Bantuin om di bengkel". Ucap Mamanya Raya.
"Iya, awalnya om ngira ada terjadi sesuatu sama dia makanya mengurungkan diri di dalam kamar ehh om salah sangka, ternyata Raya nya belajar untuk kelulusan he he he". Sambung papanya Raya.
"Eh iya, bukannya kalian ada acara kelulusan ya di sekolah, tapi kenapa kamu ke sini terus Raya nya kemana? Kenapa kalian enggak barengan". Mama Raya matanya yang melihat sekeliling mencari Raya.
"Eh iya Tan, aku memang pulang duluan, kalau si Raya masih ada kerjaan lagi di sekolah, kebetulan dia panitia nya. Kalau aku enggak suka sama acara begituan terus karena aku ingat sama Rafa makanya aku ke sini. Oh iya om tan, ngomong-ngomong Rafa nya dimana?". Fiona sedikit mengarang prihal kebolosannya.
"Ouh gitu. Rafa nya ada di dalam, tadi pas tante tinggalin, dia lagi belajar di ruang TV, kamu masuk saja lah temui dia. Tapi maaf tante enggak bisa nemenin kamu ke dalam soalnya tente harus bantuin om, banyak banget kerjaannya he he he".
"Iya tante enggap apa-apa kok, ya sudah aku masuk dulu ya om tante".
"Iya sayang, nanti kalau mau apa-apa bilang saja sama Mbak Sari ya".
"Iya tante".
Fiona berjalan masuk ke dalam rumah Raya sembari mencari sosok yang ia cari. Di ruang TV ia melihat seorang anak kecil berumur 7 tahun sedang duduk di kursi roda. Anak kecil tersebut begitu tekun menulis pada buku nya sehingga ia tidak menyadari kedatangan Fiona.
"Tulisan kamu semakin Bagus". Fiona mengagetkan anak tersebut.
Ia menoleh lalu menyambar tubuh Fiona.
"Tata Fi fi... o Tata Fi fi...o .. " (artinya kakak Fio kakak Fio).
Ia adalah adik satu-satunya Raya yakni Rafa. Ia bukan lah anak kecil yang sempurna. Ia memiliki keterbatasan. Ia bisu dan tuli serta kaki dan tangannya lumpuh seumur hidup bahkan ia juga memiliki cacat pada mental nya, ia mengalami hal tersebut sejak ia lahir. Namun begitu dia tidak patah semangat untuk belajar dengan giat. Ia tetap berusaha meski berulang kali gagal.
"Kakak Fio bawa sesuatu buat kamu". Fiona menyodorkan dua bungkusan yang ia bawa. Yang satu bungkusan kue coklat favorit Rafa dan satu lagi berisi mainan edukasi untuk anak seperti Rafa.
"Yeeeee yeeee, maasi Ta ta Fi fi o". Rafa kesenangan, sekali lagi ia memeluk Fiona.
"Sama sama".
Meskipun Rafa memiliki keterbatasan tapi mereka faham dan lancar berkomunikasi pada Rafa, mengingat Rafa selalu memakai alat pendengaran dan ia pun berbicara seperti anal kecil yang baru pandai berbicara.
Fiona yang sangat sayang pada Rafa, ia sudah menganggap nya seperti adik nya sendiri. Begitu juga dengan Rafa. Kedekatan mereka melebihi kedekatan Raya dan Rafa. Walaupun begitu Raya tak merasa cemburu, malah Raya merasa bahagia, sejak ada nya Fiona, adik nya menjadi semangat untuk hidup dan lebih ceria.