webnovel

Crazy Up

Anna tersenyum manis ketika mematrikan wajahnya pada Nathan yang berair muka sama. Tsuyoi Sentoki itu fokus menyedot energi Nathan untuk memperluas kekuasaan rian di dalam tubuhnya.

"Jika Nathan mulai mengambil alih lagi, kau lukai tubuhnya," saran Anna. Rian mengangguk senang, lantaran Alam dan Jodi mengundang teman yang merupakan seorang cenanyang—kemudian membantunya.

Bahkan Anna memberi dia beberapa pil sebagai antisipasi, jikalau rian kewalahan saat Nathan meronta mengambil alih tubuhnya.

Disisi lain Nathan Narendra murka, melihat apa yang Anna lakukan pada tubuhnya. Jiwanya terkurung dalam raga yang tidak bisa Ia kendalikan. Arwah gila tersebut sungguh membuat nathan naik pitam. Pantas saja sewaktu digunung salak, setan ini terus mengikuti sampai tertawa kala Nathan meringis akibat pertempuran dua cahaya.

"Okey! Beres... " lontar Anna. Dia menepuk kedua lengannya seolah menyingkirkan debu lantaran menggenggam lengan nathan terlalu lama.

"Terimakasih cantik," rian memberikan kedipan mata pada anna. Meski sebenarnya Tsuyoi Sentoki yang ingin melakukan itu pada arwah yang saat ini membantunya mempersiapkan kebutuhan yang akan dia bawa pergi.

Setidaknya Rafi lebih baik dibanding Nathan yang tidak menepati perkataanya serta malah mengikat dia dengan gelang yang sudah menjadi hiasan lengan saja jikalau Nathan Narendra tidak sadar-sadar.

Tsuyoi Sentoki tidak berpamitan kepada Alam dan Jodi, takut jikalau kedua pria itu mencoba membujuknya. Meski sempat menitip salam kepada salah satu arwah penghuni rumah untuk menyampaikan pesan kepada Alam bahwa Crystal Narendra harus tidak menampakan diri didepan Nathan.

Rian juga ternyata, pernah dipidana lantaran melecehkan lima belas anak di bawah umur sampai keluarganya meninggalkan dia.

***

"Tsuyoi sentoki!" teriak Nathan murka.

"Argh Nathan! Aku baru sampai di mulut go–a!" protes anna. Jodi dan Alam membatu dipijakan ketika melayani tuan mudanya makan malam. Mereka bahkan memakai celemek atas perintah nathan Narendra seraya menggunakan lipstik dan juga rok serta heels.

Memang gila!

Apalagi perkataan Anna menjadi redup taatkala melihat sepasang suami istri memakan mie tanpa alas piring dilantai dengan kedua lengan dan kakinya terikat.

"Ann, bantu aku... " pinta Nathan. Spontan Alam dan jodi melepaskan celemek serta roknya sebab Annal berada disini. Hampir saja mereka bernapas lega, Namun... "Kau keluarkan sendiri," cetusnya.

"Ann, setan ini se–," Nathan menggelengkan kepala sampai membuat Alam dan Jodi terburu-buru memakai kembali celemek mereka.

"Minum obatnya yang benar!" sarkas Anna. Nathan hanya mengangguk ringan seraya menggerakan dagunya agar Alam serta Jodi cepat menyeret kedua orang yang tengah sesegukan itu untuk segera di eksekusi.

Anna bahkan bersikap masa bodoh jikalau rian memusnahkan semua manusia di muka bumi. Ia kesal sebab harus kembali lagi ke Goa. Tsuyoi Sentoki itu cepat lari keluar, taatkala Alam yang mengikuti Nathan dari belakang itu malah berbalik untuk menghampiri Anna.

Lagipula Alam serta Jodi tidak berani mendekati Tsuyoi Sentoki bila ada rian, apalagi memintanya untuk mengusir roh pada raga Nathan.

***

"Tsuyoi sentoki!"

Ini ketiga kalinya Anna keluar namun berakhir berada didalam rumah. Nathan selalu memanggil Anna saat Ia sadar bahkan sampai memohon agar wanita itu mau mengeluarkannya. Namun malah selalu berakhir dengan Anna menyedot energi Nathan Narendra sampai mencekok rian dengam ramuan dosis tinggi agar Nathan tidak bisa mengambil alih tubuhnya.

Tsuyoi Sentoki juga berhenti menjemput batu alam. Ia memutuskan untuk tinggal sebentar lebih lama sampai memastikan rian akan bersemanyam puluhan tahun dalam raga Nathan.

"Anna, kau tega," rengekkan Jodi serta Alam pun selalu berhasil membuat telinganya memerah ketika rian tidak ada di rumah. Mereka tersiksa bahkan lebih parahnya harus memakai pakaian wanita untuk hukuman akibat tidak mampu mencari rumah seseorang yang dia cari.

Baru saja Anna memilih beranjak saat kedua kakaknya Crystal ini mencoba memohon lagi, hingga mereka berdiri tegap lantaran Nathan memasuki rumah dengan raut wajah yang bisa Anna tebak.

Ini Nathan asli.

Tsuyoi Sentoki itu memang wanita sialan menurut Nathan. Tidak bisa meminta dengan baik-baik sampai nekat menarik kerah Anna hingga wanita itu berjinjit taatkala hidung mereka sempat berbenturan.

"Puas kau Anna! Aku bahkan membunuh anak kecil," Nathan geram dengan suara gemetarnya saat ingat bagaimana cara Ia membunuh dua anak laki-laki tersebut.

"Kenapa memangnya? Kaliankan sama-sama psikopat!" timpal anna. Nathan memutar semakin erat cengkramannya sampai raga Anna hampir saja tidak bisa menapaki lantai dan spontan membuat wanita itu memegang bahu Nathan.

Apa yang salah dari Tsuyoi Sentoki? Dia merasa mual lantaran interaksi kulit mereka memberikan ingatan Nathan sebagaimana Ia menjejal tubuh kedua anak tersebut dengan satu ember besar air sampai mereka meninggal.

Tsuyoi Sentoki menutup matanya lantaran manik berair itu tengah menatapnya dengan nyalang. Sebuah pantangan besar bagi seorang Nathan Narendra membunuh anak kecil. Sebagaimana apa yang Ia rasakan dahulu kala, jangan sampai menimpa kepada orang lain... Namun...

Tangan gemetarnya ini baru saja merenggut nyawa dua anak kecil yang tidak bersalah.

Nathan melepas kerah Anna kasar sampai wanita itu tersungkur kelantai. Terbatuk sesak, hingga mengusap dada untuk sesuatu mengerikan yang baru saja dilakukan nathan.

Atau lebih tepatnya rian? Lantaran pria itu mengacak surai rambut frustasi sembari menggigit bibir gemas. "Susah! Apa tidak ada cara lain untuk mengambil alih tubuhnya?" tanya rian.

Nathan Narendra selalu membuat rian kewalahan dengan raga tersebut. Dia selalu berusaha lebih keras untuk mengambil kembali apa yang menjadi miliknya meski rian sudah rutin menegak obat yang diberikan Anna.

Tsuyoi Sentoki tidak menghiraukan rian. Lantas berlalu ke lantai atas untuk memuntahkan semua yang ada dalam perutnya. Anna tidak berniat untuk ambil pusing dengan urusan Nathan bersama arwah gentayangan. Lagipula Ia pun sama memiliki urusan dengan berkutat pada cermin untuk melakukan pencarian barang selanjutnya.

Sampai berjam-jam kemudian. Alam Narendra memasuki kamar Anna dengan sangat tergesa. Memegang kedua bahu wanita yang masih terkejut untuk kedatangannya. "Kakak menemukan Crystal, tolong bantu aku... dia terlihat marah."

Alam tidak tahu lagi harus meminta pada siapa. Sebab Ia pun hanya bisa selalu pasrah serta tidak mungkin memukul balik Nathan yang kata si kakek tua akan memperparah keadaan Nathan untuk mengambil alih tubuhnya.

"Jangan khawatir, Nathan selalu cepat memulihkan energinya, dia akan sadar sebelum melakukan hal aneh," jelas Anna.

Dia menepis lengan Alam yang terlihat berantakan tersebut. Risau tidak jelas malah membuat Anna muak lantaran Ia pun sama lelahnya menghadapi dunia gila yang membuat kepalanya terus saja berdenyut.

Gerbang utara berhasil diterobos beberapa mahluk yang masih belum Anna ketahui itu apa. Tsuyoi sentoki menarik selimut serta menulikan pendengaran ketika Alam memohon untuk hal yang terlalu di ambil pusing. Anna juga sama memiliki perihal lebih darurat dibanding masalah duniawi yang bisa Ia atasi dengan mudah.

Sebisa mungkin. Dia harus mencegah ramalan itu terjadi lebih lama lagi agar Ia fokus menyelamatkan teman-temannya.

***

Argh! prang!

Anna terperanjat ketika mendengar suara teriakan kencang dengan dentingan barang pecah yang terjadi pada dini hari kali ini. Sampai Ia mengusap tekuk malas, Anna berniat untuk kembali memberikan tubuhnya waktu istirahat lebih lama... Sebelum teriakan Nathan membuatnya membelalakan mata.

Terpaksa kali ini Tsuyoi Sentoki memeriksa terlebih dahulu, apa yang psikopat rian itu lakukan sampai membuat onar bahkan Alam dan Jodi ikut-ikutan berteriak. Jangan sampai orang gila itu menyiksa mereka berdua, apalagi kejadiannya ada di kamar Crystal Narendra.

Apa kabar adik bungsu Nathan tersebut? Wanita itu benar-benar tidak menampakan diri saat rian menghinggapi tubuh Nathan. Padahal Anna rindu sekali ingin memasak lagi dengannya.

Anna menguap lebar taatkala membuka kenop pintu. Ada apa dengan tiga jam Ia yang terlelap dalam tidur, sampai membuat para arwah memenuhi ambang pintu seraya menggeleng—mencegah Anna untuk keluar dari kamar.

Rasa-rasanya suasana menjadi tidak benar, terasa mencekam disetiap langkah yang Anna ambil untuk memeriksa kamar Crystal. Kegaduhan yang terjadi sampai suara langkah banyak orang terdengar saling bersahutan diruangan tersebut.

Tangan Anna berkeringat dingin kala mendorong pelan pintu yang terbuka sedikit itu, sampai maniknya membulat lebar ketika melihat darah berceceran dimana-mana.

"Dasar sinting..." lirih Anna.

Bersambung...