webnovel

Black Hearts

Seminggu penuh, Anna gembira lantaran Nathan tak kunjung memanggilnya. Terbesit dalam pikiran—bahwa pria itu tidak sadarkan diri, alias koma. Atau kalau bisa Tsuyoi Sentoki berharap bahwa Nathan Narendra amnesia akut sampai lupa padanya.

Dia sibuk mengelilingi candi borobudur untuk mengumpulkan batu alam di sebuah goa mistis yang membuatnya bersusah payah masuk—melewati jalan berkelok serta terjal. Beberapa kali terpleset kemudian berguling hingga terantuk batu. Anna babak belur untuk bisa mencapai tengah goa.

Kemudian di Bandung bagian barat, seminggu penuh Jodi serta Alam memijat pelipis. Orang yang memimpin komando sedang menggila sampai tertawa ketika menyiksa para arwah yang berada di rumah. Kakaknya itu hanya sadar beberapa saat, kemudian kembali lagi seperti semula.

Semua rencana dan strategi berantakan. Jodi frustasi lantaran pekerjaan mereka teralihkan pada sebuah pembunuhan tidak beralasan. Alam Narendra paham kenapa setan yang bersemanyam dalam tubuh Nathan itu melakukan pencarian beberapa keluarga.

Namun tidak berarti harus membantai sampai anak cucunya. Alam Narendra bahkan terbirit kala Nathan membunuh dua pasang lansia yang katanya pernah menghianati setan tersebut kala Ia masih hidup.

Iman Nathan memanglah lemah, namun baru kali ini Ia di rasuki sebab badannya yang memang sedang berada di titik rendah.

"Jadi gimana Bah?" tanya Alam. Selama satu minggu ini juga mereka tahan rasa sakit di gendang telinga akibat dentingan lonceng serta gemerincing lainnya untuk sebuah usaha mengusir setan yang tidak pergi-pergi.

Alam Narendra khawatir jikalau Crystal terus menginap di hotel atau Zoger meskipun penjagaannya ketat, namun serangan rey serta Steven memang selalu tidak terduga. Jodi pun jika di ibaratkan mobil, Ia sudah penyok penyok, termasuk beberapa pengawalnya.

"Kela jang, nu ieu mah kuat," lontar si Abah. Nathan mengibaskan lengannya diudara taatkala akan menuruni anak tangga. Jika saja Jodi beserta Alam itu tidak berguna, dia sudah membunuh orang yang selalu menganggu istirahatnya. Membuat rumah bau kemenyan dan berisik—padahal itu tidak akan mempan sama sekali padanya.

Dia melempar berkas beberapa riwayat hidup orang yang berkonstribusi pada kematiannya. "Cari mereka sampai malam," titah Nathan. Jodi serta Alam yang tengah mengalami migrain akibat suara gebrakan meja mengambil berkas tersebut. Lantas membacanya.

Sempat Jodi melakukan pencarian anak berusia enam tahun, kemudian berpura-pura tidak menemukan apa yang Nathan cari. Sampai finalnya mendapatkan hukuman pecut sepuluh kali dengan sabuk yang Ia berikan pada Nathan sebagai hadiah kemenangan Zoger empat bulan lalu.

Nathan memperhatikan sebagaimana dukun tersebut menabur beras di atas meja seraya mengebraknya. Bibir basah itu terus berkomat-kamit sembari mengacungkan gemerincing lonceng sampai Nathan Narendra melihat tiga bulir nasi menyangkut di jenggot putihnya.

Beliau kemudian menabur bubuk kemenyan pada air putih yang tercampur bunga tujuh rupa tersebut, sangkat membuat Nathan meringis karena si abah meludahinya kemudian meminum air tersebut.

Nathan Narendra berdecak seraya menggelengkan kepala untuk tontonan tidak menyenangkan tersebut serta berniat mengakhirinya dengan sebelah pisau.

"Kau tahu ini tidak akan mempan padaku kan Alam?" ucap Nathan. Ia menatap mata pisau yang membuat Alam membelalak sebab biasanya Nathan Narendra hanya diam ketika Ia mengundang biarawati sampai peramal sekalipun. Kenapa sekarang malah akan membunuh kakek tua yang sibuk berkumur seraya melotot pada Nathan.

Nathan melihat si Abah dengan pupilnya yang melebar, dia tertawa keras seraya berancang melempar pisau tersebut hingga byurr!

Kumuran si Abah masuk kedalam mulut Nathan Narenda sampai Jodi saja langsung mendekatkan raga pada Alam, bisa mereka pastikan dari gigi kuning si Abah—Ia tidak gosok gigi selama berbulan-bulan.

Tamat riwayatmu Abah...

"Hush, ingkah siah setan, antep si ujang sina sadar!" Abah berkomat kamit dengan kepala yang berputar kesana kemari. Sampai Nathan Narendra mengusap wajahnya murka, rasa asin pada mulutnya membuat lidah terasa kelu.

"Mat—" Nathan baru saja akan melemparkan pisau sampai kepalanya terasa berputar saat bangkit. Dia mengeleng pelan untuk menghilangkan peningnya.

Beberapa detik kemudian... Telinganya terasa berdengung dengan pandangan samar. Sontak membuat Alam dan Jodi tercekat kala melihat Nathan linglung, "Panggil Anna cepat!" teriak Alam.

Nathan bergernyit, lantaran setiap saat yang Ia lihat hanya Alam berteriak memintanya memanggil Anna pada tempat yang berbeda.

"Tsuyoi Sentoki?" Nathan penasaran kenapa adiknya itu ingin sekali dia memanggil Anna. Apalagi melihat keadaan kaosnya yang basah serta bau membuat Nathan Narendra semakin melipit dahinya. Dia merasa mual, serta bingung melihat kakek tua meler-meler seraya mengemerincingkan loncengnya.

Sebenarnya, Jodi ingin sekali tertawa dalam situasi seperti ini. Ia merapatkan kedua paha dan juga lengannya seperti orang yang menahan buang air kecil agar tidak meledak kekehan yang berusaha keras Ia pendam.

Apalagi ketika menangkap bulir nasi yang ada di pipi nathan, sungguh! membuat Jodi meremat celana bahan miliknya. Sekarang Jodi tahu bahwa si Abah sebelum datang kemari Ia makan terlebih dahulu dengan sisa-sisa makanan kaya karbohidrat itu menyangkut di gigi.

"Oh?" suara keheranan tersebut sukses membuat semuanya menoleh. Anna berjongkok di depan tangga hingga mengedarkan pandangan melihat sekeliling kemudian mengerucutkan bibir kala melihat Nathan.

"Aahhh Nathan! Aku belum memasukan batunya ke tamashi," Anna merengek. Atau lebih tepatnya hampir saja menangis lantaran membayangkan dirinya harus kembali lagi ke candi borobudur padahal sudah bersusah payah menggapai batu alam tersebut.

Nathan tersenyum kecut melihat Anna, menghampiri wanita yang berkacak pinggang semabri menggaruk batang hidungnya. "Udah ku bilang jangan memanggil nam—," Plak!

Nathan Narendra baru saja melayangkan satu tamparan keras kepada Tsuyoi Sentoki, sampai wanita itu tersungkur kelantai. Semua arwah tercengang, termasuk Alam dan Jodi yang membelalak sebab Nathan berjongkok menyamakan ketinggiannya sampai menarik kasar dagu Anna.

"Hai, cantik," Nathan menyeringgai kala melihat sebelah mata wanita tersebut memerah bahkan sudut bibirnya berdarah.

Cuih! Anna meludahi wajah Nathan Narendra. Bertepuk tangan ramai-ramai semua bakteri yang berada di tubuh Anna. Ia senang sekali bisa melakukan itu pada Nathan, "Enyahlah, Iblis!"

Nathan mulai geram, sampai semua menutup mata taakala berancang mengacungkan lengannya kembali.

"Maya?" Nathan terkejut bukan main. Apa yang sedang terjadi padanya sampai semua terasa sangat kacau lantaran lengan yang mencengkram rahang Anna ini gemetar melihat mata Tsuyoi Sentoki memerah. "A–apa yang terjadi?" tanya Nathan.

Plak! Woah, kesenangan ganda bagi anna bisa menampar pria yang membuatnya stres belakangan ini. Tsuyoi Sentoki menggunakan pedang andalannya untuk menyerang Nathan, Merengek merupakan sebuah jalan ninja yang selalu berhasil membuat psikopat itu salah tingkah.

"Sakit Nathan." Anna meraug sembari mengusap pipinya agar membuat Nathan semakin diterpa rasa bersalah. "A-aku memukulmu?" tanya Nathan. Anna malah semakin menjadi sampai membuat pria itu mengedarkan pandangan pada arwah yang mengangguk cepat. "Anna."

Plak! Astaga, Anna ingin sekali berteriak pada dunia bahwa Ia menampar psikopat dua kali. Puas tanpa balasan hanya dengan bermodal bualan menangis.

Nathan Narendra berlapang dada menerima pukulan Anna dalam diamnya, meski mulai terasa panas untuk kelima kali. Namun Ia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Alam menjadi garuk garuk pelipis sebab anna bisa dikatakan terlalu berlebihan serta ambil kesempatan. Wanita itu bahkan mendorong pria yang belingsatan—pasrah untuk bisa bertanya ataupun melawan. Tsuyoi Sentoki berlari ke dalam kamarnya. Sampai membuat Nathan beranjak dan mengedarkan pandangan.

"Apa kita pukul juga?" ajak Alam pada Jodi, kapan lagi bisa memukul psikopat, sedangkan yang memohon maaf adalah si korban. Lumayan juga Alam dan Jodi beralasan mereka dipukuli Nathan dengan mencontoh trik Anna yaitu—merengek manja.

Baru saja mereka akan melancarkan aksi—akan tetapi keburu Nathan sudah terkekeh lagi. Membuat mereka akhirnya saling dorong dan mengundurkan diri cepat untuk mencari orang yang akan Nathan Narendra tanyakan malam ini.

Pria itu menjadi menyeramkan tanpa sebuah alasan. Bahkan arwah saja sampai pura-pura sibuk menghitung air kala Nathan menatapnya dengan geram.

Tentu Tsuyoi Sentoki pun tahu Nathan akan kerasukan lagi sampai berlari keatas hanya untuk mengajak arwah tersebut berbincang. Anna juga tidak berniat menyembuhkan Nathan lantaran hanya Narendra waras yang bisa memanggilnya. Bukan arwah yang bersemayam dalam pria tersebut.

"Sayang?" panggil Nathan. Anna menyambutnya saat pria itu masuk dengan melambaikan tangan disofa tempat favorit Nathan.

"Kau tahu, aku juga bisa merasakan apa yang tadi kau lakukan," ucap Nathan. Anna tersenyum manis seraya mengangguk ringan. Apalagi ternyata seorang psikopat juga yang bersemayam dalam tubuh Nathan Narendra itu. Dia menelisik dari ujung kaki sampai wajah Anna.

"Kau bersemayam di tubuh yang tepat," lontar Anna. Tsuyoi Sentoki itu melebarkan kakinya taatkala Nathan mengusap pelan paha yang terbalut rok putih tersebut. Anna juga tahu, akibat salivanya barusan menyebabkan Nathan bisa mengingat apa yang tubuhnya lakukan.

"Yah, aku punya urusan yang belum usai," lontarnya. Anna masih terlihat santai meski usapan tersebut menjadi masuk kedalam rok dan terus naik ke atas.

Arwah itu gilanya memang sama seperti Nathan.

"Aku akan membantumu bersemayam dalam tubuh itu selamanya rian tawar Anna.

Bersambung...