webnovel

Menanti Malam.

Setiap malam anak ku Kanda pergi mengaji di masjid yang berada di perumahan yang dekat dengan kontrakan kami. Setelah mengaji ia biasa main dengan teman – teman sebaya nya. Sebelum berangkat, Kanda melakukan rutinitas nya yaitu mandi, makan kemudian membantu mencuci dan menyusun piring ke dalam rak piring. Ia melakukan nya secepat kilat, karena takut terlambat mengaji.

"Ma, kakak berangkat ya?" ucap Kanda berpamitan.

"Iya nak, jangan malam – malam ya pulangnya!" Jawab ku.

"Biasa ma, jam 9 an ya? Boleh ya?" tanya ia.

"Hmmm,boleh asal jangan lewat ya! Besok kamu masuk sekolah!" ujar ku.

"Kan Kanda masuk siang ma." Balas ia kembali.

"Ya tetap saja kamu masih pelajar. Nggak baik keluyuran malam – malam." Jawab ku.

"Iya ma, kakak berangkat ya! Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam."

Dan kini kembali aku sendiri di temani kedua anak ku yang tengah asyik menonton televisi. Aku menyelesaikan shalat ku yang sempat tertunda karena menunggu Kanda selesai menggunakan kamar mandi. Kemudian setelah selesai shalat aku menyuapi anak – anak ku makan. Aku kemudian melanjutkan tulisan ku.

Setelah ku rasa agak banyak tulisan yang aku kerjakan, aku kemudian hendak menidurkan anak ku. Namun telepon genggam ku berdering, saat aku mengecek nya ternyata mas Radit yang mengirimkan pesan.

"Sayang, mas pulang agak terlambat ya. Mas masih menunggu Sigit teman mas yang meminjamkan motor nya. Dia masih ada meeting dengan klien."

Beginilah kami yang kesulitan karena tidak memiliki kendaraan. Kendaraan mas Radit yang dulu terpaksa di jual untuk menutupi kekurangan kebutuhan kami. Saudara sepupu ku ada yang meminjamkan motor kepada mas Radit. Namun karena mas Radit selalu pulang malam dan karena kendaraan itu harus di pulangkan setiap harinya, hal itu menjadi berat untuk mas Radit. Belum lagi mas Radit memang sudah di tegur karena memulangkan motor nya terlalu malam.

Kami meminjam motor itu sudah hampir satu tahun lalu sejak pak de ku meninggal dunia. Kakak sepupu ku tidak bisa mengendarai motor warisan ayah nya itu. Maka suami ku di amanahkan untuk merawatnya. Namun lama kelamaan, sepupu ku mulai cerewet jika motor yang di pinjamkan nya tidak pulang ke rumah sesuai waktu yang di tentukan.

Suami ku bekerja sebagai marketing di salah satu perusahaan yang menawarkan aplikasi kasir. Sudah tentu pelanggan nya merupakan pelaku usaha yang sulit mengatur jadwal meeting nya. Makanya mas Radit tidak tentu jam pulang nya.

Kini anak – anak ku sudah tertidur pulas. Sambil menunggu suami dan anak ku pulang, aku kemudian melanjutkan tulisan ku. Aku menulis sambil meneteskan air mata memikirkan esok akan makan apa? Karena di dompet belanja ku hanya tersisa uang 50 ribuan saja.

Anak ku pulang lebih awal ketimbang suami ku yang sudah izin telat tadi. Ku segera menghapus air mata ku lalu membukakan pintu untuk nya.

"Ma, token listrik sudah bunya." Ucap Kanda anak ku.

"Iya tunggu ayah pulang ya." Jawab ku.

Ingin rasanya aku memberi tahu mas Radit tentang ke gelisahan ku menghadapi hari esok. Namun lebih baik aku menunggu nya pulang. Aku tak ingin mengganggu pekerjaan nya.

Tak beberapa lama aku menunggu, akhirnya ia pulang juga ke rumah kontrakan mungil kami dengan wajah lelah. Aku menyambut nya dengan perasaan gembira. Aku kemudian mencium tangan nya.

"Ma, kamu kok nggak ngomong listriknya sudah bunyi?" tanya mas Radit.

"Tadi aku mau ngomong sama kamu. Tapi aku takut mengganggu pekerjaan mu." Jawab ku.

"Ya sudah, aku beli lewat aplikasi saja." Ucap mas Radit.

Ia lalu mengambil telepon genggam nya untuk segera membeli token listrik. Ia lalu meletakkan tas nya dengan rapih di tempat ia biasa meletakkan tas nya. Lalu segera membersihkan diri nya untuk bisa melihat anak – anak yang sudah terlelap.

"Kamu sudah makan, mas?" tanya ku sambil menghangat kan makanan yang sudah ku masak tadi siang.

"Sudah sayang tadi di traktir Sigit nasi kucing, kalau nggak keberatan buatkan kopi saja." Ucap nya dari dalam kamar mandi.

"Iya mas…" Jawab ku.

Aku segera membuatkan kopi untuk nya, sambil membuat teh untuk ku juga. Setelah ia keluar ia langsung menghampiri anak – anak termasuk Kanda. Kasih nya kepada Kanda layak nya ayah kepada anak kandung nya. Ia menciumi kening anak – anak yang tengah pulas tertidur.

"Mas, kopinya di minum kalau sudah dingin nggak enak." Ucap ku.

Ia pun segera menganggukkan kepala nya. Ia lalu memeluk ku dari belakang kemudian menciumi leher ku,

"Wangi kamu tuh enak banget." Ucap nya sambil menciumi ku berkali – kali.

"Duduk di teras yuk temani aku?" Sambung nya bertanya pada ku.

"Yuk." Jawab ku.

Aku dan mas Radit memiliki kesukaan yang sama, yaitu bermain game online melalui telepom genggam kami. Bermain game online merupakan aktivitas rutin bagi kami saat tak di kejar deadline. Aku menemani nya bermain sambil membuat lintingan rokok tembakau.

Mas Radit hampir tidak pernah membeli rokok bungkusan, demi menghemat namun ia tetap bisa menikmati rokok nya. Ia membeli tembakau kiloan yang sudah ia pesan dari toko tembakau dekat kontrakan kami.

Aku juga masih merokok menemani ia. Aku hanya merokok di depan mas Radit, tidak di depan anak – anak. Biasanya aku merokok saat anak – anak tengah tertidur. Kebiasaan ku merokok lahir saat aku bercerai dari mantan suami ku sebelumnya.

Kami duduk di bawah terang lampu, tanpa alas dan hanya duduk di lantai. Aku memandang nya penuh kagum. Dia adalah lelaki yang menerima ku apa adanya. Dia lelaki yang membuang status nya sebagai perjaka dan meminang ku yang sudah menjadi seorang janda.

Ia menjadikan ku ibu bagi Banyu dan Angin, kedua anak lelaki ku yang ku sayangi. Malam itu senyap, hanya ada kami berdua di teras. Ada 4 pintu kontrakan, dan 3 yang terisi. Yang satu di tempati pengantin baru dan di ujung dekat pagar hanya di huni barang – barang warung yang di jadikan gudang bagi penyewa.

Mas Radit membuka telepon genggam nya sambil mengecek kembali pekerjaan nya. Aku mengeja tanggal dan hari, bermaksud ingin tahu hari apa ini. Ku dapati hari ini adalah hari sabtu. Aku ingin menanyakan kepada mas Radit, apakah esok ia masuk atau libur?

Namun aku belum bisa menanyakan kepada nya. Wajah serius dari melihat hasil pekerjaan nya membuat ku mengurungkan niat ku bertanya pada nya. Aku kemudian membakar rokok yang sudah ku linting sendiri tadi.

Favorit ku adalah rokok dengan filter menthol klik. Mas Radit memang tahu selera ku. Ku nikmati rokok ku sambil meminum teh yang aku buat tadi. Ia masih serius, belum bisa ku ganggu ( Pikir ku ).