webnovel

Perjaka yang Disembunyikan

Kehidupan yang dianggap sempurna oleh orang lain tidaklah sempurna bagi Sarah. Memiliki suami mapan yang mencintainya, pekerjaan tetap yang diidam-idamkan dan memiliki kecantikan yang selalu dipandang iri oleh wanita lainnya tidaklah membuatnya sempurna. Dia hanyalah menantu yang tak bisa dianggap sempurna, dituduh mandul karena tak kunjung mengandung. Semuanya hampa, saat bersamaan dia mengalami kecacatan pada fisiknya. Tiba-tiba kecelakaan merenggut semua yang dimilikinya. Suaminya pergi, kecantikan di wajahnya tak selengkap dengan kakinya yang tak sempurna dan juga dia menjadi wanita terpuruk. Kehadiran Lee Hyun Gi membuat kesedihannya berangsur-angsur pulih, pria muda yang membuatnya sedikit demi sedikit bangkit dari keterpurukannya bersama pria itu. Bagaimana jika mantan suaminya memintanya untuk rujuk dan di saat bersamaan Lee memintanya untuk menjadi kekasihnya? Akankah dia kembali dilanda keterpurukan jika memilih salah satunya?

Rainy_D · 都市
レビュー数が足りません
17 Chs

Divorce?

Sarah berjalan terhuyung-huyung menuju mobilnya, ia memesan hotel melalui aplikasi online dan tak pulang ke rumah mengingat pesan yang dibuat oleh Hyun Gi.

"Apa lo bisa menjanjikan sebuah pernikahan saat lo menawarkan sebuah perselingkuhan?"

Pertanyaan konyol yang tentu saja membuat Hyun Gi tertawa terbahak-bahak karenanya, ia tak habis pikir dengan apa yang diucapkan Sarah.

"Apa sebegitu berartinya pernikahan sampe lo begitu berpaku ke arah sana?" Hyun Gi bertanya kembali.

"Ya," tegas Sarah.

Hyun Gi terpekur, melihat mata Sarah begitu tegas mengatakan jawabannya.

"Apa bagusnya pernikahan kalau lo cuma mau dapat peranakan? Kalau lo cuma mau kehangatan ranjang dan berakhir dengan lo yang terkekang?!" desis Hyun Gi.

"Lo cuma pemuda urakan yang ga bisa menata hidup lo sampai lo enggak tau gimana artinya sebuah pernikahan itu sendiri, jadi jangan harap untuk bersedia jadi yang kedua. Gue bukan penganut kebebasan semaunya." Sarah terus memakai bajunya dan membereskan barang-barangnya yang berserakan termasuk ponselnya.

Hyun Gi masih geram, namun ia tak mampu menjawabnya.

Langkah Sarah langsung terhenti saat Hyun Gi mencekal tangannya dan menarik kasar tubuhnya sampai membentur tembok yang keras.

Dukkk! "Akh!" Rasa nyeri menjalar di punggung Sarah.

"Apa yang lo-?!"

Hyun Gi menyergap bibir bengkak Sarah karena ulahnya beberapa jam yang lalu, dan sekarang amarah dan egonya yang tersentil membuatnya melakukan hal paling kurang ajar menurut Sarah, pemaksaan.

Bibir Hyun Gi memagut kasar mencari-cari bibir Sarah.

Sarah terus memalingkan wajahnya dengan kuat, sementara tangannya mencoba memberontak meski hasilnya tak sebanding dengan kekuatan Hyun Gi. Hyun Gi terus mendesak tubuh Sarah agar menerimanya.

"Si-al! LE-PASSS!!!" Sarah menendang tongkat sakti Hyun Gi.

"Auhh!!" Hyun Gi terjongkok-jongkok sambil tangannya memegangi miliknya yang berkedut hebat, terasa nyeri dan rasanya seperti mau pecah.

Sarah segera kabur dan berlari sambil terus melihat ke arah belakang, kalau-kalau Hyun Gi mengejarnya. Napasnya terengah dan cemas hebat sambil terus menekan tombol lift tanpa henti sampai pintunya tertutup.

Sarah segera memanuver mobilnya menuju hotel tujuannya, ia perlu menenangkan diri saat ini, tanpa bertemu dengan suaminya, Nandra .

"Saya sudah pesan kamar secara online, ingin check in," ucap Sarah saat sampai di hotel tujuannya.

Ia segera menyodorkan kartu identitas dan kartu debit untuk pembayaran.

Kamar yang murah sengaja dipilihnya dan berfasilitas single bed. Ia merebahkan tubuhnya yang remuk redam akibat melawan Hyun Gi tadi, bibirnya ngilu dan perih bersamaan pergelangan tangannya nyeri dan memerah.

Kenapa pria itu mencari masalah dengannya? Apa yang dipunya olehnya sampai harus menjadi incaran begitu. Itu tak adil untuknya, sangat tidak adil.

Napasnya terasa sesak dan berat seolah ada batu yang mengganjal di dadanya dengan kenyataan yang menyakitkan. Berapa lama dirinya akan menyembunyikan faktanya? Rahasianya? Bagaimana kalau Nandra tahu?

Sudah pukul 3 menjelang pagi, ia harus tidur kalau tidak mau penampilannya hancur saat di perusahaan nanti. Setidaknya sebesar apapun masalahnya, tidur tetap dibutuhkan bukan?

Malam ini, malam kesekian kalinya ia tidur sendiri.

***

Nandra termangu, memikirkan kedua kalinya Sarah tidak mengabarinya, ia masih menggenggam ponselnya sambil memikirkan sang istri. Sarah bersikap aneh baru-baru ini? Sayangnya ia tak bisa mengekang wanita yang dicintainya itu.

Ia tertidur sangat telat, besok ia libur, setidaknya tak masalah untuknya meski tidak tidur semalaman. Banyak orang-orang tak dikenal menghubunginya melalui surel dan ponsel saat dirinya melakukan pemeriksaan keuangan, gepokan uang tentu akan menggodanya.

Namun, ia harus professional meski berujung dibenci banyak orang atas pekerjaannya itu. Menjadi bagian penyidak keuangan dua sisi, dijilat atau dihujat. Semuanya sangat sensitif baginya tanpa terkecuali sedikitpun.

***

Sarah terbangun satu jam menjelang masuk kantor. Ia merasa teramat malas sampai-sampai berakhir mengizinkan diri karena sakit, masa bodo soal atasan. Toh, dirinya paling jarang untuk membolos seperti ini.

Pramusaji mengantarkan sarapan yang dipesannya. Ia mengandalkan bathrobe yang ada di lemari pakaian sementara sebelum dirinya mengambil baju ganti yang tertinggal di bagasi mobil, karena memang dia sering keluar kota dan lain sebagainya, sehingga sangat perlu untuk cadangan.

Ponselnya berdering di saku bathrobe miliknya, hanya Sarah seorang yang bahkan berjalan keluar kamar hotel hanya memakai pakaian mandi, rambutnya dililit handuk dan ia keluar dengan bersiul-siul sementara sandal hotel kebesaran bertandang di kaki jenjang miliknya.

"Halo," sapanya kepada orang yang menelponnya.

"LO?! Katanya lo sakit?! GUE ABIS DARI KANTOR LO TERIAK-TERIAK MALAH GA ADA!" Orang itu bahkan sudah bernada 3 oktaf saja sampai-sampai Sarah berjengit kaget.

Ia melihat kembali siapa yang menelponnya, Yuli?!

"YUL? ELO DAH BALIK?!" pekiknya dengan histeris.

"Iya, dan gue otw rumah lo."

"Jangan ke rumah gue! GUE KASIH ALAMATNYA KE WA LO!" tandas Sarah segera berbagi lokasi dimana dirinya berada sekarang.

Ia bergegas memasuki kamar hotel, berganti pakaian dan berdandan dengan skincare dan make up ala kadarnya saja. Rambutnya dibiarkan kering dengan kipas angin yang menyala kencang lalu menyisirnya. Kalau tadi dia menjadi wanita yang baru bangun tidur sekarang menjadi wanita metropolitan.

Ia menunggu Yuli yang katanya menuju ke sini, sengaja ia tak banyak menyalakan data internetnya kalau tidak dia pasti diteror oleh banyak orang terutama Nandra. Ia sedang menghindarinya.

Yuli, sahabat dekat Sarah yang sudah 2 tahun berada di Belanda ikut suaminya, membuat Sarah kehilangan satu teman curhatnya, sahabatnya yang lain pun sudah sibuk mengurus keluarga dan bekerja di luar kota, mereka hanya berinteraksi melalui aplikasi chatting saja mentik-mentok panggilan video.

"Sarah!!!" Teriakan melengking seorang wanita yang setengah berlari ke arah Sarah menjadi sorotan orang-orang yang berada di lobby tersebut.

"Yul-yul!!!" Sarah tak kalah hebohnya.

Mereka berpelukan ala teletubbies melepas rindunya.

"Ya tuhan Sar!!! Lama banget sih ga liat elo!!!"

Mereka masih saja heboh sendiri sementara yang menyaksikan ada yang berkata norak, geleng-geleng kepala, mesem menertawakan kekonyolan mereka dan lain sebagainya.

Namun, bagi kedua sejoli itu tak peduli, toh mereka ya mereka.

"Jadi, laki lo mana?" tanya Sarah celingukkan mencari si abang bule.

"Di rumah, ngurus anak, udahlah, yuk ke mall deket-deket sini, nongki bentar," ajak Yuli.

"Ayok dah!"

Mereka pergi menggunakan mobil Sarah.

"Jadi, gimana sama laki lo sekarang Sar?" Kali ini pembahasannya tiba-tiba jadi sensitif.

"Gue bingung, bisa jadi nanti cerai."

Yuli menatap horror Sarah.

"Ce-cerai gimana maksud lo?!" tuntut perempuan berkulit coklat itu.

"Ada masalah, nanti gue ceritalah dan kenapa gue juga ada di hotel, ini masalahnya Yul … lo jangan nyuruh gue cerita, atau ini mobil bisa-bisa tabrakan!" gerutu Sarah mendengar cecaran Yuli, sahabat karibnya itu.