webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Tamu

"Tolong bawa Daya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut, karena katanya kepalanya sempat terbentur."

Eki mengangguk mendengar penjelasan Tamara tentang Daya yang berkelahi dengan teman sekelasnya. Daya mengadu kepadanya kalau kepalanya terasa sakit karena dibenturkan oleh lawannya berkelahi.

"Boleh liat keadaan Daya?"

"Ya, silakan." Tamara menunjuk tirai pembatas.

Eki pun menyibakkan tirai pembatas itu dan melihat Daya sedang memejamkan matanya. Cewek itu terlihat sangat menikmati tidurnya. Jari Eki pun mengetukkan pipi Daya dengan perlahan.

"Day, Day, bangun." Eki terus saja mengetukkan jarinya di pipi Daya sampai cewek itu membuka matanya.

"Bagun dulu." Eki membantu Daya untuk duduk dari posisi tidurannya. "Kepala kamu gimana?"

"Udah enggak apa-apa kok," kata Daya.

"Mau ke rumah sakit nggak?" Eki merapikan rambut Daya yang tidak sesuai dengan biasanya.

"Enggak usah. Udah enggak pusing lagi kok." Daya menurunkan kakinya bersiap untuk turun dari tempat tidur. Namun saat dia menuruni tangga, tubuhnya sempat limbung.

Eki dengan sigap menahan tubuh Daya. "Masih enggak perlu ke rumah sakit?"

Daya tetap tidak mau ke rumah sakit. Dia menggeleng lalu kembali menegakkan tubuhnya. "Ayo Kak pulang."

"Tas kamu mana?"

Daya melihat ke sekelilingnya. Ternyata tidak ada yang membawakan tasnya ke sini. Padahal dulu setiap Daya pingsan, akan ada orang yang membawakan tasnya ke ruang UKS dan mengantarkannya pulang. Namun kini orang itu lebih memilih orang lain.

Mengingat itu tentu membuat Daya terbayang tentang kejadian tadi. Saat di mana Deri berdiri di hadapannya membela lawannya. Bukan cuma Deri, yang lain juga mendukung Alice padahal di sini dialah yang korban.

"Kayaknya tas aku masih di kelas deh Kak. Kita ambil dulu." Daya memasang sepatunya lalu berpamitan pada Tamara.

Eki membiarkan Daya memimpin jalan menuju ke kelasnya. Dari tatapan Daya dia tahu kalau cewek itu sedang marah akan sesuatu. Eki belum berani bertanya sekarang, dia ingin Daya tenang dulu. Hal yang dia lakukan sekarang hanya berada di dekat adiknya itu.

Sampainya di depan kelas, Daya sempat berhenti sebentar. Eki pun menengok ke dalam kelas. Ternyata di sana ada Deri yang sedang menunggui seorang cewek merias wajahnya.

Daya yang melihat Eki menunggui Alice merias wajahnya, sempat dia sesaat. Namun kemudian, Daya berusaha mengabaikan kedua orang itu. Dia masuk ke dalam kelas dan mengambil tasnya lalu ke luar lagi dari kelas.

"Masalahnya sama Deri ya?"

Eki memberanikan diri untuk bertanya karena terus-terus melihat Daya gelisah dan membuang napas. Seakan dia berusaha untuk menurunkan amarahnya namun apa ada yang terus mengganggu pikirannya.

"Cewek tadi, dia yang kita ikuti kemarinkan?" tanya Eki lagi.

Daya akhirnya melihat ke arah Eki. Wajahnya cemberut tapi dia mengangguk menanggapi pertanyaan dari kakaknya. "Dia juga orang yang aku ajak berantem tadi."

"Kamu berantem sama orang, bukannya lapor sama guru BK, malah lapor sama penjaga UKS."

Daya makin menekuk wajahnya. "Semua orang nyalahin aku, bahkan Deri. Kalau aku lapor ke ruang BK, ujung-ujungnya bakalan dipilih jalur damai."

"Lapor ke penjaga UKS ada bagusnya gak?"

"Seenggaknya dia bisa sembuhkan sakitnya," kata Daya sebelum menoleh melihat ke luar jendela.

"Mau cerita nggak?"

"Deri ngebela dia," ketus Daya.

"Itu aja?"

"Aron." Daya menarik napas panjang dan menghembuskannya. Dia benar-benar seperti kerbau karena sering membuang napas.

"Aron posting gambar aku yang dia dapat dari youtube Cecilia. Dia tag aku dan semua fansnya penasaran. Mereka juga ngikutin akun Instagram aku. Aron juga, tapi aku nggak ada ngikutin mereka juga. Cewek sialan itu marah, ngatain aku sombong dan murahan."

Daya melipat kedua tangannya di depan dada. "Konyol nggak sih? Ini perkara ngikuti sosial media Aron. Bisa jadi masalah buat dia."

"Aneh," kata Eki menanggapi cerita Daya.

"Apa lagi yang keliatan aneh?" tanya Daya nyolot.

"Kamu bukannya penggemar Aron, harusnya kamu sudah ngikuti akun instagramnya kan?"

Daya mengatupkan kedua bibirnya. Dia baru teringat kalau belum memberitahu tujuannya untuk ikut ke luar kota kemarin.

"Kalo mau ngakuin sesuatu, mungkin aku masih terima sekarang."

Lagi dan lagi, Daya mengembuskan napasnya. "Oke, aku ngaku sekarang. Kemarin, datang ke festival itu karena disuruh Deri."

"Apa yang Deri minta?"

"Deri minta videoin Aron buat bilang selamat ulang tahun untuk Alice," aku Daya.

"Hah?" Eki ternganga dengan apa yang baru saja diakui oleh Daya. "Konyol."

"Tuh, apa gue bilang. Dia itu emang konyol."

"Kamu yang konyol," kata Eki sambil terkekeh.

"Hey!" teriak Daya tidak terima.

"Jelas, kamu konyol. Sudah tau itu permintaan konyol tapi masih aja dituruti."

Daya tidak bisa menjawab lagi apa yang dikatakan oleh Eki. Dia memang tahu kalau apa yang dia lakukan sejak awal itu memang bodoh. Dia sadar dan tetap melakukan kebodohan itu.

Eki mengehentikan mobilnya di depan rumah namun dia tidak membuka sabuk pengamannya. Dia hanya memperhatikan Daya yang bersiap untuk turun dari mobil.

"Day, kamu di rumah sendiri enggak apa-apa kan?"

"Kakak mau ke mana? Ketemu Kak Cecilia ya?"

Eki mengangguk.

"Kalau pulang, beliin salad buah ya...."

Eki mengangguk lagi lalu dia melambaikan tangannya pada Daya. Dia menjalankan mobil lagi setelah Daya keluar.

***

Ditinggal sendirian di rumah tentu membuat Daya terus teringat dengan kejadian di sekolah tadi. Bayangan tentang Deri yang tidak membelanya, terus terulang.

Saat SMP pernah dilecehkan juga oleh seorang cowok dan Daya melawan. Saat itu, Deri berdiri di sampingnya dan melindunginya. Daya kira itu akan terulang hari ini, tapi nyata tidak seperti itu. Deri sudah berbalik arah.

Kejadian tadi seakan semesta sedang memperingatkannya lagi. Bahwa Deri tidak akan pernah bisa bersamanya saat saingan Daya adalah Alice.

Setetes air mata pun jatuh. Air mata yang semenjak tadi dia tahan. Kesendirian ini membuat pertahanan Daya runtuh begitu saja.

"Kita perlu bicara."  Daya membaca pesan dari Deri, akan tetapi hanya sampai di situ. Dia mengabaikan pesan cowok itu.

Untuk sekarang Daya ingin menenangkan pikirannya dulu. Dia benci menangis, tapi dia menangis untuk cowok seperti Deri. Cowok yang sudah membela orang lain, bukan dirinya yang selama ini sudah bersamanya.

"Bisa buka pintunya? Aku ada di depan rumah kamu." Daya membaca pesan baru dan dia pun memaksakan dirinya untuk bangkit dari posisi rebahannya di tempat tidur.

Sama seperti biasa, Daya tidak peduli dengan wajah kusutnya dan pakaiannya yang masih memakai seragam. Dia pun membuka pintu dan melihat orang yang baru saja mengirimanya pesan.

"Nih, titipan salad lo dari Ris- eh maksud gue Eki," kata Aron.

Daya pun menerima kotak salad buah itu dan kembali ingin menutup pintu.