webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Rasa

Daya tidak tau apa yang membawanya untuk mengunjungi stand Aron lebih dulu. Tidak hanya itu, Daya juga membawakan roti lapis yang sempat dia beli di mini market pinggir jalan.

"Nih," kata Daya sambil mengulurkan tangannya yang memegang bungkusan roti lapis. "Sudah sarapan belum?"

"Gue enggak biasa sarapan sih, tapi makasih ya." Aron mengambil roti lapis yang disodorkan oleh Daya. Dia pun segera membuka bungkusnya dan langsung menyuapkannya.

"Katanya enggak biasa sarapan," ucap Daya dengan nada menyindir.

"Sayang kalo enggak dimakan, lagian lo sudah repot-repot bawain ini."

Daya hanya mengangguk dan dia pun beralih pada barang-barang Aron. Barang itu dia rapikan, susun sesuai seperti yang dia ingat kemarin.

"Hari ini barangnya lebih banyak dari kemarin ya?"

Aron menggeleng, dia pun menelan makan terakhir yang sedang dia kunyah. "Hari ini barangnya lebih sedikit. Makanya gue infokan di Instagram, biar mereka yang enggak kebagian harus buru-buru datang ke sini."

"Kenapa barang hari ini lebih sedikit dari pada kemarin?" tanya Daya.

"Biar makin banyak yang datang," kata Aron dengan santainya.

Daya mengerutkan dahinya, dia tidak mengerti ilmu marketing yang sedang dijalankan oleh Aron. Dari yang dia lihat dari Cecilia, makin laku barang kemarin akan makin banyak stok yang tersedia hari ini.

"Lo tau? Orang-orang lebih suka memburu barang yang stok terbatas dari pada barang dengan jumlah banyak."

Kalau Daya pikir, itu memang benar. Daya sering sekali memburu barang idolanya saat diinformasikan bahwa barang itu hanya tersedia seratus atau seribu buah di dunia. Padahal setelah menunggu bebera waktu, barang itu akan diproduksi lagi.

"Tapi Kak Cecilia enggak pernah biarin barangnya habis. Tiap stok menipis, dia pasti produksi lagi," kata Daya.

Aron hanya menaikkan bahunya dan membantu Daya untuk merapikan barang dagangannya. "Setiap orang punya caranya berjualan."

"Tapi cara kamu bagus juga," puji Daya.

Kini mereka sudah selesai merapikan barang-barangnya. Hanya tinggal menunggu waktu saja gerbang ini dibuka dan mereka akan disibukan dengan para pembeli.

"Makasih," ucap Aron.

"Untuk apa?" Daya mengerutkan dahinya. "Soal pujian cara penjualan? Masa gitu doang udah besar kepala."

Aron menggeleng.

"Terus soal apa?"

"Sarapan," jawab Aron singkat.

Daya hanya menatap Aron. Dia ingin  menyampaikan apa yang dia mau pada cowok itu. Akan tetapi ada sesuatu yang masih mengganggu pikirannya.

"Oh ya, lo bilang lo suka masakan?" tanya Aron yang memulai pembicaraan lagi.

"Iya." Daya mengangguk.

"Kapan-kapan gue boleh dong dimasakin sama lo," kata Aron.

"Boleh kok. Kalo kita ketemu lagi dan gue ada waktu, pasti gue bikinin lo makanan."

"Bagus deh. Jangan lupa, gue suka yang pedas."

Daya tertawa kecil seraya mengangguk. "Gue bakalan masakin lo cabe goreng lauk nasi."

Aron ikut tertawa karena omongan Daya. Akan tetapi, tawa itu tidak berlangsung lama sebab gerbang utama sudah dibuka. Mereka berdua pun sibuk menjual barang-barang Aron.

Beberapa orang yang membeli barang Aron, meminta untuk berfoto dengan cowok itu. Daya yang berada di meja kasir memperhatikannya dalam diam. Dia masih saja memikirkan apa yang dia harus lakukan.

Di sisi lain Daya ingin meminta video Aron agar Deri mau mengabulkan permintaannya. Namun dia juga tidak mau dengan adanya video ini Deri jadi makin dekat dengan Alice. Tangan Daya sudah memegang ponsel tapi dia masih ragu mau melakukannya atau tidak.

"Day, tolong bungkus ini ya," kata Aron yang membuyarkan lamunan Daya.

Cewek itu pun menaruh ponselnya kembali ke dalam tas. Dia mengurungkan niatnya untuk meminta video ke Aron. Daya lebih baik mencari alasan yang lebih masuk akal agar Deri tidak marah padanya.

Kembali dengan pekerjaannya membantu Aron hingga waktu makan siang. Manager Aron memerintahkan Aron dan Daya untuk istirahat sebentar. Keduanya makan di bawah pohon yang rindang, jauh dari keramaian.

"Emm...," Aron berdeham, "gue sudah siapin barang eksklusif buat lo. Gue janji, hari ini lo pasti enggak akan kehabisan."

"Baguslah," jawab Daya, "Buat dapatin barang itu gue perlu pingsan dan jadi kasir buat lo selama dua hari."

"Baik banget kan gue?" ledek Aron.

"Ya, baik." Daya menganggukkan kepalanya. "Barang lo itu bakalan gue pajang di kamar karena gue perlu usaha keras buat dapatinnya."

"Lo itu beneran salah satu penggemar gue ya?"

"Masih enggak percaya juga?" Daya kembali bertanya.

Dengan cepat Aron mengangguk. "Tadi malam, gue cek Instagram lo dan lo enggak ngikutin gue. Jadi wajar kan kalau gue enggak percaya sama lo?"

Daya menoleh pada Aron dan menatap cowok itu. Dia tidak menyangka kalau Aron akan mencari tahu tentang dirinya.

"Apa?" tanya Aron dibarengi dengan wajah yang penuh curiga melihat Daya. "Ngaku aja deh."

Daya menghembuskan napas sebelum berkata, "Oke, karena sudah ketahuan gue bukan penggemar lo. Gue bakalan ngaku maksud gue nyamperin lo."

"Apa motif lo," tuding Aron.

"Ada yang nyuruh gue buat minta lo video sambil ngucapin selamat ulang tahun buat dia."

"Siapa? Penggemar gue? Siapa namanya? Biar gue sebutin namanya di video nanti."

Aron segera menutup kotak makanannya dan berdiri di hadapan Daya.

Daya mendongak melihat Aron dengan dahi yang berkerut. "Mau ngapain lo?"

"Mau ngucapin selamat ulang tahun buat teman lo," kata Aron santai.

Daya segera mengalihkan pandangannya. Tidak. Selama di sini pikirannya sudah berubah. Daya tidak mau Alice memiliki video ucapan selamat ulang tahun dari Aron. Apalagi jika video itu didapatkan darinya.

"Enggak perlulah," kata Daya. Tangannya menarik tangan Aron agar cowok itu kembali duduk lagi.

"Kenapa enggak? Ini kan buat penggemar gue. Ayolah, gue enggak mau dia kecewa."

"Konyol!" Daya tiba-tiba saja menaikkan suaranya. "Gue bilang enggak usah, ya enggak usah. Permintaan dia itu enggak penting tapi kenapa semua orang mau nurutin gitu aja."

Aron agak terkejut dengan reaksi Daya. Dia merasa tidak salah bicara tetapi Daya meresponnya dengan emosi. Perlahan Aron menyentuh lengan Daya.

"Day," kata Aron pelan. "Kok lo marah?"

"Sori," ucap Daya yang kini bersuara lebih pelan. Kemudian dia menutup kotak makanannya dan berdiri dari tempatnya duduk untuk membuang bungkus makanan itu ke tempat sampah.

"Mau balik ke stand sekarang?" tanya Aron.

"Mau ngapain lagi di sini? Udah selesai makan kan?" balas Daya dengan nada suara datar.

"Oke." Aron hanya mengikuti saja apa yang dikatakan oleh Daya. Walaupun dia masih ingin meneduh di bawah pohon ini. Namun dia tahu kalau suasana hati Daya sedang tidak baik-baik saja.

Mereka berdua pun kembali tanpa ada pembicaraan apapun. Seketika mereka berdua jadi canggung. Topik pembicaraan yang sudah disusun di kepala semuanya pun hilang begitu saja.

Sampainya mereka di stand Aron, seseorang sudah menunggu mereka. Lebih tepatnya menunggu Daya.

"Ngapain ke sini?" tanya Daya pada orang itu.