webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Perasaan Dalam Jeruji

Masuk ke rumah, pandangan Eki langsung mendapati adiknya yang sedang tertidur di sofa ruang tamu. Sambil menghembuskan napas panjang, Eki mengulurkan tangannya untuk mengendong Daya.

Perlahan, Eki membawa Daya menaiki tangga. Dia tidak mau membuat adiknya itu terbangun sebab pasti akan banyak pertanyaan jika cewek itu terbangun.

"Kakak habis mabuk ya?" tanya Daya tepat setelah Eki meletakkan tubuhnya di atas kasur.

"Kirain tidur. Ngerjain ya?" tanya Eki sambil tersenyum lemah. Walaupun sudah ketahuan kalau dia baru saja menghabiskan waktunya dengan alkohol dia tetap tidak akan mengaku secara langsung.

"Tadinya emang tidur," jawab Daya, "tapi hidung aku masih berfungsi. Wangi parfumnya nyengat banget."

"Oh, nyindir."

Daya hanya tertawa kecil. Berbicara santai seperti ini sudah sering dia lakukan dengan kakaknya. Biarpun terkesan kaku. Kemudian dia teringat dengan tujuannya menunggui Eki pulang. Sampai-sampai dia ketiduran di sofa.

"Kak, nggak mau nanya kenapa aku bisa sampai tidur di sofa?"

"Emang kenapa?"

"Nungguin Kakak."

"Ada perlu apa?" Selain dengan Cecilia, Eki juga ingin selalu ada untuk Daya. Apalagi, saat papanya telah menjalin hubungan dengan seorang perempuan yang dia kenal beberapa bulan lalu.

Semenjak mengenal perempuan bernama Wina itu masuk ke dalam kehidupan para Eki dan Daya, perhatian laki-laki itu hanya tertuju pada dia. Kepeduliannya pada keduanya anak berkurang.

"Akhir minggu ini, Kak Cecil ada acara festival ya?"

Eki mengangguk sekaligus berdeham, dia tidak menanyakan apapun selain memperhatikan Daya agar terus melanjutkan pembicaraannya.

"Kakak ikut ke festival itu?"

"Ikutlah."

Pertanyaan Daya sebenarnya hanya formalitas. Dia tau kalau ke mana pun Cecilia pergi atau ada acara apapun, Eki pasti ikut. "Aku boleh ikut juga gak?"

Alis Eki seketika berkerut karena baru kali ini Daya ingin datang ke acara Cecilia. Padahal sebelumnya, diajak saja belum tentu mau.

"Tumben mau ikut?"

"Emm...." Daya memikirkan kata yang pas untuk menjawab pertanyaan Eki.

Sangat tidak mungkin kalau dia mengatakan ingin ikut hanya untuk membantu Eki agar bisa meminta video Aron dan diberikan pada Alice. Akan panjang kalau dijelaskan sekarang.

"Mau ketemu Aron," jawab Daya akhirnya.

Kebingungan Eki makin bertambah saat mendengar jawaban dari Daya. "Sejak kapan kamu suka artis dari Indonesia?"

Daya hanya menaikkan bahunya. "Suka aja. Dia kan artis baru. Ganteng juga."

Diam-diam Daya melirik beberapa poster artis dari Korea yang menghiasi dinding kamarnya. Seperti itulah gambaran 'ganteng' menurut Daya. Bukan seperti Aron yang wajahnya baru dia lihat beberapa jam lalu.

"Boleh nggak?" tanya Daya lagi karena Eki tak juga menjawab pertanyaannya.

"Iya," jawab Eki sambil mengangguk.

Setelah itu dia pun beranjak dari tempat tidur Daya. Dia menyingkap selimut yang terlipat dan menutupi setengah badan adiknya. "Tidur deh, udah mau jam dua."

Daya mengangguk pelan dan memiringkan badannya menghadap ke arah jendela. Tidak lama kemudian, lampu kamar dimatikan oleh Eki. Cahaya hanya berasal dari arah luar kamar Daya.

Mata Daya menatap kamar seseorang yang berada di seberang kamarnya. Itu adalah kamar Deri. Sama dengan kamarnya, kamar itu juga sudah gelap.

"Pasti dia sudah tidur," ungkap Daya.

***

Daya melambaikan tangan pada kakaknya setelah dia turun dari mobil. Saat dia membalikkan badannya, seseorang menyenggol bahunya. Membuat tubuh Daya sedikit terhuyung ke sisi lainnya.

"Awh," keluh Daya dan dia pun melihat orang yang berjalan di depannya.

Orang yang baru saja menabraknya, bukannya meminta maaf malah menatap tajam ke arahnya. Tidak mau kalah dengan orang itu, Daya pun menatap Alice dengan sengit.

Keduanya tidak pernah berteman baik. Dari awal pertemuan seakan sudah ada permusuhan diantara keduanya. Tidak ada yang memulai lebih dulu, keduanya cuma saling membenci.

"Alice," panggil seseorang.

Bukan hanya orang yang dipanggil yang ikut menoleh, tapi Daya juga. Sebab Daya mengenali itu suara siapa. Orang yang memanggil itu, berjalan cepat ke arah Alice melewati Daya begitu saja. Menyapa saja tidak.

Tangan Daya menggenggam erat tali tasnya. Tidak ada sapaan atau senyuman untuknya dari Deri. Padahal, jarak Daya lebih dekat dari pada jarak Alice. Akan tetapi, Deri tetap mengejar Alice.

Kejadian ini seakan menjadi pengingat bagi Daya. Bahwa, kenyataan tidak membuatnya bersama cowok itu. Tidak peduli sedekat apa jarak dia dan Deri, cowok itu tetap mengejar Alice.

"Day," panggil Rini sambil menepuk pundak Daya. "Kenapa diam aja di sini?"

"Enggak." Daya menggeleng dan kembali berjalan memasuki gerbang dengan tanpa semangat.

Rencananya hari ini dia ingin memberi tau pada Deri kalau Eki mengizinkannya untuk ikut ke festival yang mengundang Aron itu. Akan tetapi, setelah melihat perlakuan Alice dan Deri membuat Daya ingin mengurungkan niatnya.

Lebih baik Daya tidak membantu Deri. Sebab itu sama saja membantu Deri agar bisa lebih dekat dengan Alice dan malah menjauh darinya. Daya tidak pernah sanggup kalau Deri jauh darinya.

Selama ini, hanya Deri teman dekatnya dari kecil. Dia susah akrab dengan orang lain. Berteman dengan Rini saja hanya karena dia duduk bersebelahan dengannya. Itu pun, tidak membuat Rini menjadi teman dekatnya. Daya jarang mengajak Rini mengobrol soal pribadinya. Dia hanya lebih sering mendengar curhatan Rini tentang cowok yang mendekatinya.

Pernah sekali waktu Daya berpikir, kalau dia tidak menceritakan tentangnya pada Rini bukan karena Daya orang yang tertutup. Tetapi, itu karena Daya tidak punya cerita untuk dibagikan pada Rini. Dari dulu, hidup Daya hanya berpusat pada Deri. Tidak ada cowok lain yang mendekati Daya.

"Day, Sabtu nanti mau nonton lomba nggak?"

"Lomba apa?" Daya kembali bertanya pada Rini.

"Dance. Airs Club bakalan lomba di Mall Mega Sabtu malam," jelas Rini.

"Airs?" tanya Daya. "Enggak deh."

Jelas saja Daya menolak mentah-mentah. Apa lagi saat dia mendengar nama Airs Club, yang mana salah satu anggotanya adalah Alice.

"Tumben enggak mau, biasanya juga datang."

Biasanya, Daya datang menonton penampilan Airs Club karena diajak oleh Deri. Saat ini, Deri tidak mengajaknya. Jadi untuk apa Daya datang menonton penampilan klub bodoh itu?

"Gue udah ada janji mau pergi sama Kakak gue."

"Ya udah, gue pergi sama Alif aja kalo gitu," jawab Rini santai.

Daya menoleh pada Rini dengan dahi berkerut. "Alif? Siapa lagi itu?"

"Eh, gue belum cerita soal Alif ya? Dia itu anak kelas unggulan. Beberapa hari ini dia sering chat gue," jelas Rini.

Penjelasan lainnya tidak begitu didengar lagi oleh Daya. Dia sendiri terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Cerita dihidupnya memang tidak ada yang menarik, tetapi perasaannya terus saja merasa rumit.

Daya merasa terkurung dengan perasaannya sendiri. Sehingga dia tidak bisa melangkah kemana-mana. Bahkan, dia tidak mempunyai celah untuk menemukan orang baru.