webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Pamit Bertemu Maut

"Cuma orang bego yang mau ngelakuin itu."

Perkataannya yang itu masih terngiang begitu jelas di dalam benak Daya. Cuma orang bego yang mau memenuhi permintaan Deri. Kemudian, Daya mendapati bahwa dirinyalah orang bodoh itu.

Kebodohannya, membawanya ikut pergi bersama dengan kakaknya. Kebodohannya itu juga yang membuat dirinya berada di tengah-tengah kerumunan penggemar Aron.

Dari tempatnya, Daya dapat melihat kalau cowok itu sedang menjajakan barang-barang yang bergambar inisial namanya. Daya tidak mengerti kenapa ada saja yang mau membeli barang seperti itu. Padahal, itu hal biasa saja. Lagi pula, Aron hanyalah seorang artis biasa.

"Permisi, permisi." Salah seseorang yang ingin membeli barang milik Aron menerobos kerumunan. Tubuhnya yang besar tidak membuatnya kesulitan dalam berjalan di sela-sela orang lain yang sedang berdesakkan. Malahan, orang dengan tubuh kecil akan dengan cepat tergeser. Seperti halnya Daya.

Tubuh Daya yang kecil, sekali senggol dengan perempuan bertubuh besar itu seketika saja limbung dan membuatnya kehilangan keseimbangan. Daya jatuh diantara kerumunan orang-orang itu. Parahnya lagi, beberapa orang yang tidak mengetahui ada dirinya di bawah sempat menginjak Daya.

"Awh," keluh Daya.

Seseorang cewek membantu Daya berdiri di tengah kesempitan itu. Akan tetapi, saat Daya berdiri kepalanya seketika merasakan pusing. Daya juga sulit bernapas, sebab orang makin banyak berdesak-desakan.

"Lo enggak apa-apa?" tanya cewek yang baru saja menolong Daya berdiri.

Akan tetapi Daya tidak dapat menjawab pertanyaannya sebab dia terlalu sibuk untuk mencari sisa-sisa udara yang bisa dia hirup. Makin dia berusaha menghirup udara, makin terasa sesak yang dia rasakan. Keringat dingin seketika membasahi dahi Daya.

"Hey, lo nggak apa-apa? Muka lo pucat," tanya cewek itu sekali lagi dan kali ini dia mengguncang bahu Daya.

Sedangkan Daya hanya bisa menggeleng. Lalu kemudian, sedetik kemudian Daya merasakan pusing yang begitu hebat. Hingga dia tidak bisa lagi menahan dirinya. Dia kehilangan kesadarannya begitu saja.

***

Di lain tempat, Eki sibuk membantu Cecilia menjajakan dagangannya. Berbeda dengan Aron yang menjual peralatan kaos, jaket dan tas. Cecilia menjual kue dan peralatan kosmetik yang merupakan brand miliknya sendiri. Eki membantu Cecilia menjaga dibagian kue, karena Eki sama sekali tidak mengerti tentang peralatan kecantikan. Jadi, dia serahkan itu pada ahlinya.

"Mau yang coklat dua ya Kak," kata salah seorang pembeli.

"Oke," jawab Eki dan dia dengan cekatan membungkus dua kotak kue dengan rasa yang sesuai dengan pesanan.

"Kakak, Kak Eki kan?"

Eki melihat ke arah pembeli itu. Senyum ramah terulas di wajahnya dan dia pun mengangguk. Kemudian dia bertanya, "Tau dari mana?"

"Kata Cecil pernah post foto sama Kakak. Tapi cuma sekali."

Eki melirik ke arah Cecil yang sedang sibuk melayani pembeli. Mereka berdua sepakat tidak akan tmengumbar hubungan mereka ke publik sampai keduanya merasa itu waktu yang tepat untuk mengumumkannya.

"Oh ya? Bagus kalo gitu, aku bisa ikut terkenal karena dia," ucap Eki dengan nada bercanda.

"Kakak sama Kak Cecil pacaran ya?"

Sekali lagi, Eki melirik Cecilia yang masih saja sibuk. Dia tidak begitu nyaman ditanya seperti ini. "Menurut kamu?"

Dibalas dengan pertanyaan membuat pembeli itu terlihat bingung. Itu membuat Eki jadi tersenyum lebar.

"Kalo penasaran soal hubungan kita, tunggu konten dari Cecilia aja. Nanti pasti bakalan dijelaskan di sana," jawab Eki dengan ramah.

Pembeli itu hanya mengangguk pelan dan berbalik badan pergi meninggalkan antrian. Eki pun merasa lega karena terbebas dengan orang yang seperti itu.

Sambil melayani pembeli berikutnya, Eki diam-diam melirik orang yang tadi bertanya padanya. Dari tempatnya, dapat melihat karena orang tadi sedang berbicara dengan seorang pria yang memegang kamera besar.

"Oh, jadi yang tadi itu, wartawan?" Eki berbisik pelan.

"Kamu ngomong apa?" tanya Cecil tiba-tiba ada di sampingnya.

"Kamu tau, tadi ada yang beli kue. Habis itu dia nanya-nanya soal hubungan kita. Terus ternyata dia wartawan."

"Wartawan?" tanya Cecilia terdengar terkejut. "Bukannya sudah ada larangan untuk meliput."

"Udahlah, jangan terlalu dipikirkan," kata Eki menenangkan.

Namun bukan Cecilia namanya kalau gampang mendengarkan nasehat orang lain. Terkadang, emosi cewek itu bisa seketika naik dan cepat juga membaik. Akan tetapi sekarang, emosi itu sedang naik. Cecil segera mengambil ponselnya dari saku celananya dan mengetikan sebuah pesan di sana.

"Kamu ngapain?"

"Cuma mau ngasih tau sama seleb yang lain kalau ada wartawan di sini. Mereka harus hati-hati, karena beberapa wartawan suka nyari kesempatan buat nyari berita atau isu yang gak begitu bagus," jelas Cecilia sambil tangannya sibuk mengetikkan sebuah pesan yang akan dikirimkannya pada grup festival ini.

"Eki," panggil manager Cecilia yang baru saja sampai di tempat mereka berjualan.

"Ya?"

"Adik kamu ada di ruang kesehatan."

Wajah Eki seketika berubah khawatir. "Kok bisa?"

"Dia pingsan."

"Keadaan sekarang gimana?"

"Dia sudah sadar, tapi belum bisa bangun. Tadi pas liat, dia masih pucat."

Eki segera menoleh pada Cecilia. Dari tatapannya, Cecilia tau kalau Eki mengkhawatirkan Daya.

"Udah, aku samperin adik kamu aja. Biar kue aku yang jaga. Lagian, lagi sepi juga. Mereka masih pada nonton yang lagi nyanyi."

Eki menggenggam tangan Cecilia dan mengusapnya. "Kalo gitu, aku liat Daya bentar ya."

Cecilia mengangguk setelah itu dia memajukan tubuhnya dan memeluk Eki sebentar.

"Ouh, ruang kesehata enggak sampai satu kilo meter dari sini. Tapi kenapa kalian kayak orang yang mau pisah jauh," cibir manager Cecilia.

Bukannya melepaskan pelukkannya, Eki malah makin erat memeluk Cecialia. Mereka berdua makin menunjukkan kemesraan di depan manager Cecilia.

"Kenapa Kak Ta, iri ya?" tanya Cecilia dengan nada meledek.

Eki ikut terkekeh dengan ejekkan yang dilontarkan oleh Cecilia pada managernya. Mereka memang sering melakukan ini. Melihat manager Cecilia menggerutu merupakan hiburan tersendiri.

"Udahlah." Eki akhirnya melepaskan pelukkannya pada Cecilia. "Kasian Kak Ta kalau kita pelukkan terus. Bisa-bisa dia makin nelangsa."

"Bagus, gitu terus kamu Ki. Saya pecat kamu," ancam Tata. "Sana, urusin adik kamu."

"Aku pergi ya," kata Eki berpamitan sekali lagi dengan Cecilia.

Sebelum benar-benar pergi, Eki masih bisa mendengar sekali lagi cibiran yang keluar dari mulut manager Cecilia itu.

"Pamit kayak mau ketemu sama maut."

Eki mengabaikan cibiran itu. Sekarang, pikirannya tertuju pada Daya. Adiknya pingsan dan itu jarang terjadi. Sekalinya terjadi, pasti ada hal yang serius. Dia pun berlari kecil menuju ke ruangan kesehatan yang memang disiapkan oleh panitia.

Panitia sudah memperhitungkan akan banyak orang yang akan tumbang. Sebab tempat yang dipakai untuk acara ini kecil dan sebenarnya tidak bisa menampung sekitar dua ratusan orang yang membeli tiket masuk. Itu kenapa mereka menyediakan ruangan kesehatan ini. Membeludaknya orang-orang ini karena bintang tamu yang ada di acara ini.