webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Moment

Menjelang pulang kantor, jalan sedang ramai. Waktu yang buruk untuk berada di jalan raya. Namun di sini Daya berada, di tengah kerumunan mesin.

"Bosan banget ya?" tanya Aron yang duduk di samping Daya.

Sekarang ini mereka berdua berada di dalam mobil. Aron mengantar Daya pulang karena Eki harus mengantar Cecilia menghadiri sebuah acara. Untungnya hari ini jadwal syuting sinetron Aron hanya di pagi hari dan di kantor Cecilia saja.

"Iya, mana masih jauh," kata Daya.

Setelah selesai membuat video bersama Cecilia, Aron dan Eki. Daya merengek pada Eki untuk pulang. Tapi dia malah terjebak berdua bersama dengan Aron di dalam mobil ini. Daya yakin Eki sengaja menyuruh Aron mengantarnya pulang karena tadi Daya sempat melihat Eki memberi kode pada Cecilia.

"Kamu lapar nggak? Biar kita mampir makan dulu."

Perut Daya memang terasa kosong sejak tadi. Maka dari itu dia segera mengiyakan ajakan Aron untuk mampir makan terlebih dulu. Aron memilih teman makanan cepat saji sesuai dengan permintaan Daya.

"Kenapa sih lo terima kesepakatan ini? Eki bilang apa sama lo?"

"Lo marah nggak kalo gue bilang, gue terima ini buat bikin Alice iri?"

"Enggak," jawab Aron menggeleng. "Justru bagus. Makin banyak yang benci makin banyak orang yang ikutin beritanya."

"Kenapa gitu?"

"Lo tau yang namanya bad news is a good news?"

"Iya tau."

"Biasanya makin berita itu dipikir buruk makin diikuti dan dibicarakan.  Ini semacam strategi marketing."

"Gue paham soal yang gini, tapi itu artinya gue yang bakal diganggu penggemar lo."

"Itu makanya kita perlu ngerencanain, gimana kita harus bersikap di depan kamera. Si Cecilia tadi udah bagus ngasih pertanyaan soal hubungan kita."

"Lo jawab teman lama," kata Daya.

Aron mengangguk. "Selanjutnya, gue bakalan nge- eh, seakan-akan ngedeketin lo."

"Terus gue harus apa?"

"Bersikap biasa aja, biar gue yang dekatin lo. Ini nggak bakalan susah kok."

"Oke, terserah lo deh." Daya menyeruput minuman yang baru saja diantarkan pelayan.

"Soal si Alice itu, rencana lo gimana sama dia?"

"Enggak perlu gimana-gimana. Dia liat berita kita berdua juga udah panas."

"Kalo kamu diganggu dia lagi gimana?"

Lagi-lagi Daya mengingat soal Alice yang mendapat pembelaan dari Deri. Tentu saja gangguan selanjutnya akan datang apalagi kalau Alice melihat beritanya dengan Aron dan Daya tidak mungkin mengharapkan mendapat pembelaan dari Deri. Bingung memilih Daya atau Alice tidak ada di kamus Deri, yang ada hanyalah memilih Alice.

"Tenang aja, gue masih bisa tangani dia."

"Kalau dia yakin lo, langsung bilang ke gue ya."

"Emm," gumam Daya sambil mengunyah ayam goreng pesanannya.

Saat mereka makan, tidak ada lagi yang keduanya bahas. Aron dan Daya sama-sama menikmati makan sorenya sebab itu memang makanan favorit mereka.

Setelah itu, mereka pun melanjutkan perjalanan. Selama di dalam mobil suara obrolan hanya terdengar dari radio yang dinyalakan Daya. Obrolan dari penyiar radio dan bintang tamu, sedang membahas tentang hubungan yang sehat dan tidak sehat.

Aron dan Daya mendengar pembahasan di radio itu dengan seksama. Entah untuk apa mereka mendengarkan hal itu. Padahal mereka hanya menjalin hubungan pura-pura.

Sampai di rumah Daya, hari sudah beranjak malam. Ajaibnya, malam ini mobil papa Daya terlihat terparkir di garasi mobil. Tumben sekali papanya sudah ada di rumah jam segini.

"Ron, mau masuk dulu nggak?" tawar Daya.

"Boleh." Tidak ada bagi Aron untuk menolak ajakan Daya. Dia sedang berada di masa pendekatan dan sekarang ini dia sedang tidak ada jadwal syuting. Dia bebas.

Aron dan Daya keluar dari mobil dan jalan beriringan masuk ke dalam rumah. Daya mempersilakan Aron untuk duduk di ruang tamu sementara dia masuk ke dalam rumah untuk memanggil papanya.

"Hallo Om," sapa Aron sambil menyalami tangan papa Daya.

"Saya ngerasa nggak asing sama muka kamu."

"Dia teman Kak Eki waktu SMP Pa. Dia dulu sering ke rumah, di rumah lama." Daya merendahkan suara di ujung kalimatnya, dia berusaha berbisik agar tidak terdengar oleh papanya.

Namun, berbeda dengan Daya. Aron malah menegaskan kalimat itu.

"Iya Om, saya temannya Eki. Dulu sering ke rumah yang lama, belajar sama main di sana. Kadang juga nginap."

"Ya, Om tau kalau dulu Eki sering bawa temannya ke rumah."

Daya melihat wajah papanya berubah jadi murung. Mengingat rumah lama memang seperti membuka kembali luka yang ada. Tapi, Daya dan papanya tidak punya pilihan. Kenangan itu memang akan terus melekat pada mereka.

"Iya Om," ucap Aron grogi karena tidak tahu harus berbicara apa lagi.

"Sebenarnya bukan karena ingat kamu itu teman Eki, tapi Om ngerasa pernah liat di TV."

Aron tersenyum kaku, dia merasa aneh kalau harus mengakui dirinya adalah artis. Sebab tanpa memperkenalkan diri seperti itu pun orang-orang sudah tahu. Namun untuk orang yang jarang menonton sinteron seperti papa Daya ini tentu tidak bisa langsung mengenali Aron.

"Iya Om, kebetulan sama ada main sinetron."

"Hebat juga ya, teman Eki yang taunya cuman main PS ada yang jadi orang terkenal juga."

"Mungkin temanan sama Eki bikin saya beruntung," kata Aron berusaha mencairkan suasana.

"Jadi, ada perlu apa kamu ke sini?"

"Saya mau nganterin Daya pulang. Tadi kita habis syuting untuk konten YouTube Cecilia. Eki masih ada keperluan dan Daya udah mau pulang makanya saya anterin. Takut terjadi apa-apa kalau dia pulang sendiri."

"Kamu benar juga," kata papanya Daya. Lalu tangannya merangkul tubuh Daya yang duduk di sampingnya. Sambil menepuk pundak Daya di berkata, "Kamu bener juga, cewek enggak baik pergi sendirian. Harus ada yang jagain."

"Iya Om." Aron mengangguk dan dia mulai merasa canggung lagi. Rasanya terakhir kali dia begini saat pertama kali ikut audisi untuk mendapatkan peran di film.

Sebelum dia makin maki kutu di hadapan papa Daya, Aron pun pamit untuk pulang. "Kalau gitu, saya permisi dulu Om. Udah malam, Daya kayaknya perlu istirahat."

Papa Daya dan Daya pun berdiri dari sofa. Mereka berdua mengantarkan Aron sampai di dekat mobil cowok itu. Selain itu, papa Daya berpesan pada Aron agar sering-sering mampir ke rumahnya ini kalau sedang tidak ada jadwal syuting.

Setelah kepergian Aron, Daya dan papanya pun berbalik badan. Tubuh Daya masih saja di rangkul oleh papanya. Jarang sekali mereka mendapatkan momen seperti ini.

"Papa tumben ada di rumah jam segini?" tanya Daya.

Namun belum sempat papa Daya menjawab, terdengar suara teriakan seorang perempuan. Daya dan papanya langsung menoleh ke arah suara tersebut dan itu berasal dari rumah Deri.