webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Mengikuti

"Ingat ya, ikuti dia," kata Deri waktu dia melewati kursi Daya.

"Iya, iya," jawab Daya agak malas.

Baru kali ini Daya malas mengemasi barang-barangnya. Biasanya dia akan bergegas untuk pulang. Namun hari ini dia harus menunggu Alice selesai merias wajahnya.

Daya tidak mengerti kenapa cewek itu harus merias wajahnya saat sudah pulang sekolah seperti ini. Bukannya wajar kalau pulang sekolah terlihat kusut?

Beberapa saat setelah Alice ke luar dari kelas, baru Daya keluar juga dari kelas. Jarak Daya berjalan agak jauh dari Alice tapi dia tetap bisa melihat punggung cewek itu. Waktu menoleh ke pinggir lapangan Daya bisa melihat kalau di sana ada Deri yang sedang memperhatikannya.

Sampainya di luar sekolahan, beberapa mobil jemputan sudah terparkir di sana. Alice masuk ke mobil putih yang sudah menunggu dan begitu juga Daya masuk ke dalam mobil Eki.

"Kita mau ke mana?" tanya Eki.

Daya agak bingung menjawabnya, karena Eki pasti akan mencurigainya kalau dia mengatakan untuk mengikuti mobil yang digunakan Daya. "Jalan lurus aja Kak."

Walau pun curiga, Eki tetap mengikuti apa yang dikatakan oleh Daya. Sementara itu, untuk meredakan kecurigaan kakaknya Daya berpura mengamati ponselnya sambil sesekali memperhatikan mobil Alice.

"Habis ini belok mana?" tanya Eki.

Daya melihat mobil depan menyalakan lampu petunjuk ingin berbelok ke arah kanan. Namun Daya tidak langsung mengatakannya, dia melihat ponselnya terlebih dahulu. Setelah itu baru dia beritahu Eki.

"Belok kanan Kak."

"Belok kanan?" tanya Eki heran.

"Iya kanan."

"Kamu mau ngapain sih sebenarnya ke sini?" tanya Eki.

Daya melihat ke depan, ternyata Eki mengarahkan mobil mereka ke sebuah perumahan elit. Tidak heran memang jika orang sombong seperti Alice tinggal di lingkungan begini.

"Habis ini, kita belok ke..."

"Kanan," tebak Eki.

Daya segera menoleh pada Eki dengan pandangan terkejut. "Kakak tau dari mana?"

"Nebak aja, soalnya Kakak kenal jalan di sini."

"Ooh...." Daya sedikit lega karena tadi dia sempat mengira kalau Eki mengetahui bahwa dirinya mengikuti mobil putih itu.

"Berhenti di sini deh Kak," kata Daya waktu dia melihat mobil Alice masuk ke dalam sebuah pekarangan rumah mewah.

"Kenapa enggak berhenti di sini aja," kata Eki kemudian dia menjalankan mobilnya lagi sampai mobil itu berhenti di depan sebuah rumah bercat oren yang sebelah dengan rumah Alice.

"Oke deh bagus Kak," kata Daya. Dia pun segera membuka ruang obrolannya dengan Deri. Kemudian, dia mengirimkan lokasi tempatnya ini pada cowok itu.

"Rumah Alice yang warna putih," tulis Daya pada pesan itu.

Eki yang sudah curiga semenjak tadi tidak bisa menahan diri lagi. Dia segera mengambil ponsel Daya dari tangan cewek itu.

"Kak!" pekik Daya yang terkejut karena ponselnya diambil.

"Jadi dari tadi kamu ngikutin orang?" tanya Eki sambil menunjukkan layar ponsel Daya yang masih menyala dan menampilkan ruang obrolannya dengan Deri.

Daya hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Dia tahu kalau Eki akan marah kalau dia berkata jujur. Tetapi, berkata bohong di saat sudah ketahuan juga percuma.

"Coba jelasin, kenapa kamu harus ngirim lokasi ini ke Deri. Terus, siapa Alice?" tanya Eki.

Daya tidak harus menjawab Eki seperti apa. Sebab dari mana pun yang nantinya dia jelaskan pasti membuat kakaknya itu marah.

"Day," ucap Eki sekali lagi.

Masih tidak ada sepatah kata pun yang ke luar dari mulut Daya.

"Kalo gitu, kakak bakalan keluar habis itu nanya siapa itu Alice, apa hubungannya sama Deri. Kakak juga bakalan kasih tau kalau kamu ngikutin dia," ancam Eki dan tangannya membuka pintu mobil.

"Oke, aku jelas." Daya menarik tangan Eki dan menghentikan cowok itu untuk keluar dari mobil.

Eki pun menutup pintu mobil kembali. Selain itu, dia mengembalikan ponsel Daya. "Coba jelasin, kenapa kita ke sini?"

"Deri minta buat aku nyari tau alamat rumah Alice." Daya menunjuk ke arah rumah putih itu dengan dagunya.

"Kenapa Deri mau tau rumah Alice?"

Sudah Daya perkirakan kalau pertanyaan dari Eki tidak hanya satu. Pasti akan terus ada pertanyaan sampai semuanya dia rasa jelas.

"Deri suka sama Alice."

"Kenapa jadi kamu yang ngikutin Alice sampai ke rumahnya?"

"Aku cuma mau bantuin Deri dekat sama Alice," ucap Daya seraya melihat ke arah lain.

"Kamu itu tolol ya," ucap Eki.

"Hemm," gumam Daya tanpa membantah omongan kakaknya. Apa yang dikatakan kakaknya itu memang benar. Dia memang tolol.

"Kamu tuh mikir apa sih? Kenapa kamu mau-maunya jadi pesuruh dia? Kalau kamu iyakan terus, dia bisa seenaknya sama kamu."

"Biarin ajalah Kak," ucap Daya suara terdengar bergetar.

Eki memperhatikan Daya dari samping. Adiknya itu tidak mau melihat ke arahnya lagi. Dia tahu setiap membahas hal ini Daya menjadi sangat rapuh.

"Jujur deh, apa kamu enggak sakit sama ini?"

"Aku enggak apa-apa," kata Daya.

"Bisa enggak kamu berhenti, berhenti ngarep bisa sama De-"

"Kak," potong Daya. "Bisa nggak sih, Kakak biarin aku aja ngelakuin hal yang kayak gini?"

"Tapi...."

"Aku enggak apa-apa, serius deh." Daya akhirnya menoleh pada Eki. "Aku enggak apa-apa Kak."

Walaupun dicoba diyakinkan sebanyak apapun, jika melihat ekspresi wajah Daya seperti sekarang ini, Eki tidak akan percaya. Daya tidak benar-benar merasa baik. Cewek itu hanya hebat menutupi lukanya.

"Oke, Kakak percaya," jawab Eki sambil tersenyum. Dia harus menghentikan obrolan ini agar tidak semakin melukai perasaan adiknya.

"Kalo gitu, kita pulang aja yuk," ajak Daya.

"Karena sudah terlanjur ke sini, gimana kalau kita masuk ke dalam." Eki menoleh pada rumah orang yang ada di samping mobil mereka.

Daya ikut menoleh pada rumah oren itu. Dia tidak mengetahui ini rumah siapa dan untuk apa mereka masuk ke sana.

"Ini rumah siapa?"

"Kamu serius enggak tau?"

Daya menggeleng.

"Kalo gitu, ayo kita cari tau." Eki mencabut kunci mobilnya dan mengambil ponselnya.

"Kakak serius mau masuk ke sana?"

"Nanti kamu juga tau ini rumah siapa," kata Eki sebelum ke luar dari mobil.

Daya pun segera turun dari mobil dan mengikuti Eki masuk ke dalam rumah itu melewati pagar. Setelah masuk Daya tidak lupa menutup pagarnya dengan perlahan. Saat ini dia merasa seperti maling di siang bolong. 

"Hai, Ki," sapa seseorang laki-laki yang baru saja keluar dari rumah itu.

"Dia ada di atas?" tanya Eki pada orang itu.

"Ada, lagi rekaman."

"Kalo gitu, aku langsung ke atas ya," kata Eki.

Orang itu pun berpamitan untuk pergi menggunakan motor yang terparkir di depan garasi mobil. Selepas orang itu berlalu, Daya menyamakan langkahnya dengan Eki.

"Itu siapa?"

"Udah, ikutin aja." Eki membuka pintu rumah itu tanpa mengetuknya. Seakan ini adalah rumahnya sendiri.