webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Mencoba Keberuntungan

Sesampainya Daya di mall, dia tidak langsung menghampiri Eki. Sebab jam janjian mereka masih setengah jam lagi. Daya sedang ingin berkeliling sebentar dibeberapa toko untuk melepaskan penatnya. Melihat barang bagus biasanya akan membuat suasana hatinya kembali lagi.

Saat di dalam taksi tadi Daya sudah banyak berpikir tentang masalah hatinya. Soal perkembangan hubungannya dengan Deri memang belum menemui jalan buntu tetapi Daya merasa jalan yang dia lalu terasa sempit. Ingin mundur tapi tidak dapat berbalik.

"Silakan," kata penjaga toko yang baru saja Daya masuki.

Daya melihat kalung-kalung yang tergantung di dinding toko itu. Liontin di setiap kalung berbeda bentuk. Liontin yang menarik perhatian Daya adalah sebuah kalung yang berbentuk paus orca. Warnanya hitam dan putih, mengingatkan Daya pada Aron.

Tanpa pikir panjang, Daya pun mengambil kalung dengan liontin berbentuk paus orca itu. Membawanya ke meja kasir dan membayarnya. Tanpa menunggu lagi, Daya segera memasang kalung itu di lehernya.

Dari pantulan dirinya di cermin, Daya cukup percaya diri dengan kalung yang dia gunakan ini. Kini suasana hatinya pun sudah kembali membaik. Setelah itu, Daya pun memutuskan untuk segera menemui Eki di restoran yang sudah diberitahu Eki di pesan singkat. Restoran itu terletak di lantai dua berdekatan dengan gedung bioskop.

"Hai Kak," sapa Daya saat dia sudah sampai di restoran itu dan menemui Eki dan Cecilia.

"Kenapa lama?"

Daya hanya tersenyum tipis, dia tidak menjawab pertanyaan Eki. Matanya melihat ke atas meja makan, mereka sudah menghabiskan dua gelas dan belum memesan makanan. Pasti Eki dan Cecilia belum memesan makanan karena menungguinya.

"Dia habis keliling dan beli kalung."

Daya segera membalikkan badannya ke belakang dan di sana ada Aron yang tersenyum lebih lebar dari senyum Daya. Wajah Daya pun seketika berubah cemberut karena cowok itu sudah mengatakan apa yang tidak ingin dia katakan.

"Gue liat lo ke luar dari taksi. Mau manggil lo, jalan lo cepat banget. Gue pikir lo mau langsung ke sini, jadi gue ikutin. Ternyata lo mampir dulu buat beli kalung," jelas Aron.

Daya hanya memutarkan bola matanya dan kembali membelakangi Aron. Sambil mengambil tempat duduk di hadapan Eki, Daya berkata, "Sori deh Kak, habis lama baru ke sini lagi."

"Karena kalian sudah di sini, ayo kita pesan makanannya," kata Cecil lalu dia mengangkat tangannya.

Tak lama setelah itu, seorang pelayan datang membawa menu restoran di sini. Mereka memilih makanan masing-masing. Hal yang berbeda hanya pada Cecilia, dia juga memesan banyak makanan untuk dibawa pulang.

"Buat apa lo pesan sebanyak itu?" tanya Aron.

"Tim gue," jawab Cecilia sambil melipat tangannya di atas meja, "kemarin mereka sudah bantuin gue. Jadi gue mau ini sebagai hadiah untuk mereka."

"Oh, jadi lo gaji mereka pakai makanan?"

Cecilia menggeleng. "Gue bayar mereka pakai uang. Makanan ini kayak bonus aja."

"Kenapa lo berlebihan gitu sih?"

"Ron, gue ini bukan lo yang udah punya nama. Satu orang yang keluar bakalan banyak yang daftar. Kalo gue? Kalo ada yang keluar pasti ribet lagi nyarinya. Makanya gue itu harus royal sama tim gue biar mereka nggak ninggalin gue."

Daya bisa melihat ketulusan di mata Cecilia. Dia jadi teringat apa yang dia bahas tadi pagi dengan kakaknya di dalam mobil. Mungkin saja Cecilia memang orang yang baik. Namun, dia juga manusia punya sisa yang memang tidak baik dicontoh.

"Kalo gitu, kapan gue bisa bantu biar nama lo besar juga?"

"Kak Ta belum tentukan jadwal buat rapat untuk konten baru sama lo. Jadi, gue belum bisa kasih tau. Nanti lo pasti dikabarin sama Kak Ta kok."

Eki berdeham dan pembicaraan antara Aron dengan Cecilia pun terhenti. Mereka berdua menoleh pada cowok itu.

"Rencananya ke sini makan santai lho. Tanpa kamera. Jadi, bisa kan enggak bicarakan soal kerjaan dulu."

"Eh, maaf. Gue lupa," kata Aron "padahal lo udah kasih tau gue tadi."

"Jadi, kita mau bahas apa?" sambung Cecilia. "Soal perjodohan Aron sama Daya?"

"Hah?" ucap Daya terkejut.

"Dia becanda," jawab Aron mendahului Cecilia berbicara. "Serius banget."

Daya tersenyum kaku. Dia sedang tidak bisa mengontrol keterkejutannya karena tidak memperhatikan orang-orang ini berbicara apa. Saat namanya disebutkan, dia jadi kaget sendiri.

"Oh iya, gimana?" tanya Aron lagi.

Daya mengerutkan dahinya dan melihat Aron. Jarak antara wajah mereka cukup dekat sehingga Daya perlu menggeser tubuhnya agar tidak terlalu dekat.

"Gimana apanya?"

"Barang yang aku kasih. Suka nggak?"

"Barang?" Daya baru teringat soal kotak yang diberikan oleh Aron. Katanya barang itu eksklusif tetapi Daya belum ada membukanya. Dia bahkan melupakan soal barang itu.

"Gimana mau suka, barangnya aja masih di mobil," saut Eki, "Daya belum buka barang dari lo."

Tangan Daya memukul meja yang ada di hadapan Eki. Dia tidak tau kenapa cowok-cowok yang berada di meja ini sangat suka menyuarakan apa yang tidak ingin Daya katakan.

Meresa tidak enak dengan Aron, Daya pun mengucapkan kata maaf pada Aron. "Tadi malam gue kecapean jadi lupa sama barang-barang yang gue bawa. Nanti pasti gue buka kok."

"Santai. Tuh kan, lo serius lagi." Setelah berkata seperti itu Aron mengambil tas karton kecil yang sendari tadi dibawanya. Tas karton itu dia taruh di atas meja dan dia sodorkan ke hadapan Daya.

"Apa ini?" Daya mengintip isi tas karton itu.

"Hadiah tambahan karena lo udah bantuin gue dua hari kemarin. Buka deh, tapi kalo enggak suka bilang ya. Biar gue ganti sama yang lo suka."

Daya pun membuka tas karton kecil itu dan mengambil isinya. Sebuah case hp bewarna hitam putih pun terpampang di hadapan Daya.

"Jadi ini alasan lo nanya tipe hp Daya?" Eki langsung bertanya saat dia menyadari kalau Aron sempat bertanya merek ponsel Daya.

"Aneh," sambung Cecilia menatap curiga ke arah Aron. "Cowok biasanya minta nomor hp bukan minta tipe hp cewek."

"Niat gue kan beda," ucap Aron membela dirinya. "Lagian bukan cowok namanya kalo gue minta nomor cewek enggak langsung ke orangnya."

"Kalo gitu, minta sekarang," tantang Eki.

Daya yang baru saja mencoba case pemberian Aron ke ponselnya langsung menoleh pada Eki. Kakaknya itu ternyata sedang menatapnya dengan senyum mengejek. Tidak hanya Eki, tapi juga Cecilia. Sedangkan Aron ikut tersenyum dan menyodorkan ponselnya ke hadapannya.

"Boleh gue minta nomor lo?" tanya Aron.

Daya tersenyum tipis dan dia pun mengambil ponsel Aron. Jarinya dengan cepat mengetikkan nomornya di sana. Setelah itu, dia menelepon nomornya itu.

"Sudah kan?" Daya mengembalikan ponsel itu pada Aron. Di waktu yang bersamaan makanan pesanan mereka datang. Pelayan menghidangkannya di atas meja.