webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Manfaat

Setelah kepergian Aron, Daya dan papanya pun berbalik badan. Tubuh Daya masih saja di rangkul oleh papanya. Jarang sekali mereka mendapatkan momen seperti ini.

"Papa tumben ada di rumah jam segini?" tanya Daya.

Namun belum sempat papa Daya menjawab, terdengar suara teriakan seorang perempuan. Daya dan papanya langsung menoleh ke arah suara tersebut dan itu berasal dari rumah Deri.

"Ayo kita masuk." Ajak papa Daya seakan beberapa detik lalu dia tidak mendengar suara perempuan yang sedang berteriak.

Berbeda dengan Daya, dia terus memikirkan suara teriakan itu. Dari suaranya, Daya mengenali itu adalah suara dari mamanya Deri. Ditambah lagi, ini bukan kali pertamanya Daya mendengar suara yang berteriak seperti tadi.

Daya mengkhawatirkan Deri, setiap orangtuanya berkelahi dia akan berakhir dengan babak belur. Akan tetapi, setiap ditanya, cowok itu tidak pernah mau bercerita. Deri menutup diri jika menyangkut keluarganya.

Tidak ada yang lebih memahami suasana hati Deri kecuali Daya. Sebab dia juga pernah mengalami masa menyedihkan yang hampir serupa itu. Daya paham betul bagaimana perasaan Deri dan dia ingin Deri membagi cerita itu padanya.

Lampu senter Daya menyalakan lagi, menyoroti kamar Deri yang gelap. Daya yakin di dalam sana sedang ada Deri, bersembunyi dalam kegelapan. Hal yang biasa Daya lakukan juga.

"Gue enggak mau diganggu. Tolong lo ngertiin gue."

Daya membaca pesan yang baru saja Deri kirimkan padanya. Sambil menarik napas panjang Daya mengetikan balasan pada pesan itu.

"Iya, gue ngertiin lo kok."

Setelah membalas itu, Daya mematikan senter. Lalu menutup pintu dan tirai penghubung kamar dengan balkonnya. Dia tidak akan mengganggu Deri lagi untuk beberapa saat.

Kejadian malam itu seakan tidak mempengaruhi Deri sama sekali. Sebab waktu Daya datang ke sekolah, dia bisa melihat Deri bermain basket dengan teman-temannya. Senyumnya mengembang saat dia memegang kendali pada bola dan berhasil memasukkan bola.

"Deri," panggil Daya.

Cowok itu pun berhenti dengan permainan bolanya. Dia berpamitan sebentar pada temannya dan menghampiri Daya yang berada di pinggir lapangan.

"Kenapa?" tanya Deri.

"Keadaan lo gimana?"

"Baik," kata Deri. Tangannya memperbaiki rambut yang sempat berantakan karena terkena angin saat bermain basket tadi.

"Terus kenapa dahi lo di plester?" Daya sempat melihat dahi bagian atas Deri yang di plester dan cowok itu seakan ingin menyembunyikan luka itu dengan rambutnya.

"Day, ini cuma luka kecil."

Mendengar Deri berkata seperti itu, entah kenapa Daya merasakan sesak di dadanya. Seakan dia tahu ada lupa yang lebih parah dari yang dia lihat.

"Ya, semoga aja enggak ada luka yang lain."

Sehabis Daya berkata seperti itu, air muka Deri berubah. "Udahlah, jangan pikirin gue. Udah biasa gue dapatin luka."

"Sebenarnya lo bisa cerita sama gue tentang apa aja. Der, kita ini kan teman," kata Daya. Walaupun sebenarnya dia agak keberatan di bagian kata terakhir. Namun saat ini hanya kata itu yang cocok untuk menjelaskan hubungan mereka.

"Daya."

Seseorang memeluk Daya dari belakang membuatnya seketika menoleh. Saat melihat siapa yang memeluknya dia seketika melepaskan pelukan itu.

"Ngapain sih lo meluk gue."

"Gue mau minta maaf soal waktu itu, gue enggak sengaja," kata Alice. Dari nada bicaranya, cewek itu seperti merengek untuk dimaafkan.

"Kenapa lo harus minta maaf?"

Alice memegangi lengan kiri Daya. "Asal lo tau ya. Waktu lo enggak masuk kemarin gue khawatir banget. Gue pikir lo kenapa-kenapa. Untungnya, Deri ngasih tau gue lo enggak apa-apa. Malah, lo makan es krim sama Deri."

Makan es krim. Dia mengingat lagi kebohongan Deri padanya soal tidak membawa dompet. Daya menoleh pada Deri meminta penjelasan pada cowok itu.

"Habis, makan es krim itu, gue ketemu sama Alice," akui Deri.

"Seingat gue, lo bilang mau latihan? Makanya enggak bisa anterin gue ke kantor Kak Cecil."

"Emm ... tiba-tiba aja latihannya dibatalkan," ucap Deri dan dia terlihat gugup.

Tidak lagi. Daya tidak akan percaya lagi kebohongan ini. Sudah cukup soal dompet dan sekarang soal latihan. Deri terus saja berbohong demi Alice.

"Oh, dibatalkan ya? Apa perlu gue tanya sama mereka." Daya melihat ke arah teman-teman Deri yang berada di lapangan.

Kegugupan itu makin terlihat di wajah Deri. Melihat itu, Daya hanya tersenyum miring. Kemudian dia melepaskan pegangan tangan Alice dari lengannya.

Daya berjalan begitu saja melewati Deri begitu saja. Tanpa perlu bertanya pada teman Deri pun, Daya tahu tentang kebohongan itu. Dia tidak ingin lagi membuka kenyataan yang membuatnya makin terjerumus dengan rasa sakit.

"Day, sori."

Daya bisa mendengar ucapan Deri itu. Dengan cepat Daya menoleh dan mengangguk begitu saja. Secepat itu dia memaafkan Deri. Sekali lagi dia memberikan kesempatan pada cowok itu.

***

"Gue liat, Daya makin dekat sama Aron," kata Alice pada Deri.

Sekarang ini mereka sedang berada di belakang gedung sekolah. Tempatnya sepi karena sekarang ini sedang jam pelajaran. Alice mengajak Deri ke sini dengan alasan ada hal yang penting ingin dia bicarakan.

"Tau dari mana?"

"Aron ada di YouTube Cecilia. Tadi malam gue ada liat video mereka cover lagu. Terus tadi, Daya bilang dia mau ke kantor Cecil kan?"

Deri mengangguk.

"Gue pikir sih, Daya di sana ketemu sama Aron. Kemungkinan aja mereka saling ngobrol."

"Terus lo maunya apa Alice?" tanya Deri.

"Masih sama kayak kemarin, gue mau video Aron ngucapin happy birthday ke gue. Mau gue tampilkan di acara ulang tahun gue nanti. Biar semua orang bisa liat."

"Nanti deh, gue coba ngomong sama Daya. Semoga aja dia mau."

"Kamu harus bikin dia mau, gimana pun caranya. Bisa kan?"

Deri nampak berpikir sebentar. Walaupun Daya gampang dibujuk olehnya, tetapi belakangan ini hubungan mereka agak renggang. Ada saja yang membuat mereka berdebat dan berakhir dengan marahan.

"Der, gimana?" desak Alice.

"Oke deh, nanti gue coba."

Ponsel Daya berdering. Dia pun merogoh saku roknya dan melihat pesan dari Deri. Segera saja dia membuka pesan itu.

"Hari ini pulang bareng gue ya, sekalian gue mau bayar utang es krim yang kemarin."

Daya tersenyum membaca pesan itu. Namun senyum itu tidak membuat matanya berlinang seperti biasanya. Dia malah menatap pesan itu dengan penuh kebencian.

Dia pun menoleh, melihat Alice dan Deri saling berpegangan tangan. Dari tempatnya berdiri Daya bisa mendengar Alice mengucapkan terima kasih pada Deri karena telah membantunya.

Alice memanfaatkan Deri dan cowok itu melakukan hal yang sama padanya. Tentu saja Daya tidak bisa menerima itu dengan mudah. Daya bersumpah dia tidak akan memberikan apa yang diinginkan Alice.