webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Kilas Masa Depan

Tangannya memegang erat tangan Daya, sambil melangkah perlahan menaiki setiap anak tangga menuju ke lantai dua rumahnya. Sesekali dia menoleh pada cewek yang berjalan di sampingnya.

Cewek itu hanya menampilkan wajah datar, ekspresi yang tidak terbaca. Membuatnya merasakan perasaan nyeri pada dadanya. Seakan ada belati yang terhunus di sana. Sebab dia tahu kalau cewek ini sedang merasakan sakit namun dia berusaha menahannya. Pertahanannya begitu kuat.

"Perasaan kamu gimana sekarang?" tanyanya memberanikan diri membuka obrolan.

Daya melihat ke arahnya namun itu hanya sesaat. Tidak ada jawaban sama sekali. Dia malah kembali berjalan lagi menaiki anak tangga terakhir untuk menginjakkan kakinya di lantai dua. Pegangan tangan mereka juga terlepas karena jarak di antara mereka makin jauh.

Dia pun kembali berjalan untuk menyamakan langkahnya dengan Daya. Dia mengantar cewek itu sampai ke depan sebuah ruangan. Dari belakang, dia dapat melihat Daya terdiam memperhatikan pintu ruangan itu.

"Day," panggilnya.

Daya menoleh sebentar dan kembali lagi melihat pintu ruangan itu. Tidak lama, Daya pun kembali melangkah maju dan tangannya menggapai gagang pintu.

"Kamu pasti lagi butuh sendiri, aku tinggal ya."

Tanpa menunggu jawaban dari Daya, dia pun memutar tubuhnya dan langsung menghadap ruangan lain yang ada di lantai dua ini. Dia memutar kunci yang memang tergantung di sana dan membuka pintu kamarnya dengan santai.

Baru juga dua langkah memasuki ruangan itu, dia sudah merasakan seseorang sedang memeluknya dari belakang. Dia pun terdiam kaku, menunggu apa yang selanjutnya terjadi.

"D-ay," ucapnya dengan perlahan karena tidak merasakan reaksi lain dari cewek yang memeluknya ini. Mereka berdua hanya diselimuti keheningan.

Kemudian terdengar isak tangis dari orang yang sedang memeluknya. Tidak tau kenapa, dia merasa amat lega mendengar isakkan itu. Tanpa sadar, dia ikut memejamkan mata untuk merasakan kelegaan itu.

Dia bisa merasakan kalau Daya makin mempererat pelukannya. Dia juga tau kalau punggung bajunya sudah basah karena air mata cewek itu. Akhirnya dia pun memutuskan untuk segera masuk ke dalam ruangan kamarnya dan menutup pintu dengan rapat.

Daya sudah melepaskan pelukannya dan kini cewek itu berdiri di hadapannya. Wajahnya sudah penuh dengan air mata tapi dia belum juga berhenti menangis.

"Aku salah, aku bego," kata Daya disela-sela isak tangisnya.

"Ya, memang. Keputusan kamu memang bego dari awal," katanya ikut memaki Daya. "Dan malam ini, kamu makin bego."

Daya akhirnya bersimpuh di lantai, dia mungkin tidak bisa lagi berdiri lebih lama. Air matanya kini membasahi lantai.

Melihat Daya terus menangis seperti itu, membuat dia tidak tega. Dia pun menghampiri Daya dan memeluknya. Tangannya mengusap punggung Daya.

"Jangan bikin aku takut kehilangan kamu lagi. Bisa kan?" tanyanya perlahan pada Daya.

Daya pun mengangguk pelan.

"Kamu tau, gimana takutnya aku tadi karena enggak tau kamu di mana?"

Isak tangis Daya pun perlahan memudar seakan dimakan oleh waktu. Sampai kemudian tangisan itu lenyap bersamaan dengan lenyapnya kesadaran Daya.

Dia melepaskan pelukannya dan melihat wajah Daya yang sudah terlelap. Dia tau, hari ini Daya mengalami hari yang panjang. Semu merah pada pipi dan bibir cewek itu seakan menjadi saksi kalau Daya baru saja membawa lari masalahnya ke minuman beralkohol. Hal itu semakin dikuatkan dengan bau alkohol yang menyeruak ke indra penciumannya.

"Aku mohon, jangan jadi pecandu. Peran utama hanya diperuntukkan untuk orang yang baik," bisiknya di telinga Daya. Dia berharap Daya masih punya sedikit kesadaran agar cewek itu bisa mendengar suaranya.

Sesak rasanya kalau melihat Daya yang terus saja menyakiti dirinya hanya untuk seseorang yang selalu mengabaikan kehadirannya. Setelah membisikkan kalimat itu, dia mengarahkan bibirnya untuk mencium dahi cewek itu. Lalu, dia menggendong tubuh Daya dan menaruh tubuh cewek itu dengan perlahan di atas tempat tidurnya.

Dia berjanji, setelah hari ini semuanya akan baik-baik saja. Dia ingin memperbaiki semuanya, sesuai apa yang menurutnya baik untuk Daya.

*****

"Alice, lo serius mau ngelakuin ini?" tanya seorang cowok yang hanya mengenakan celana panjang.

"Ya," kata Alice dengan suara rendah. Dia pun melingkarkan tangannya di leher cowok itu.

Dengan tarikan napas panjang, cowok itu pun mengikuti apa yang diinginkan Alice. Walaupun cowok itu tau ini sebuah kesalahan yang mungkin suatu hari nanti akan menghancurkan citranya. Akan tetapi, cowok itu mempunyai alasan untuk melakukan ini.

"Hey, lo mau nunggu apa lagi?" tanya Alice matanya menatap bola mata coklat milik cowok itu.

Cowok itu pun kembali lagi pada dunia nyata. Pada kamar hotel yang memang sengaja dia pesan untuk bisa berduaan dengan cewek bernama Alice ini.

"Sebelumnya, lo pernah ngelakuin ini?" tanyanya untuk mengulur waktu yang sebenarnya tidak perlu dia lakukan.

Alice menatap lembut mata coklat cowok itu. Dia mengangguk. "Ini yang pertama, di tahun ini."

"Hah?" Cowok itu tampak terkejut dengan jawaban Alice.

Melihat reaksi cowok yang berada di hadapannya ini membuat Alice tidak bisa menahan tawanya. "Ayolah, kenapa harus kaget gitu? Gue akui, gue pernah ngelakuin ini sekali. Tapi, apa itu penting? Lagian, jaman sekarang, itu bukan hal aneh lagi kan?"

Cowok itu pun mengangguk kaku. Memang bukan hal aneh untuknya. Apalagi, dia adalah orang yang besar di dunia hiburan. Dia tau dua sisi dunia hiburan, bagaimana terangnya mereka di depan kamera dan bagaimana gelapnya mereka di belakang kamera.

"Jangan bilang, ini yang pertama buat lo ya?"

"Bukan, gue udah pernah ngelakuinnya," katanya dengan jujur.

Bagi cowok itu, kali ini berbeda. Dulu, dia melakukan itu karena memang dia mencintai lawannya. Bukan hanya karena pemenuhan nafsu. Namun saat bersama Alice ini, itu berbeda. Dia harus melakukan itu karena sebuah misi. Misi agar tidak mengecewakan seseorang.

Dengan terpaksa, cowok itu menjatuhkan pelan tubuh Alice ke atas tempat tidur. Dia memiringkan kepalanya untuk mencium leher Alice. Dia ingin menghisap dalam-dalam aroma tubuh cewek itu untuk membangkitkan nafsunya. Setidaknya, untuk kali ini dia harus mengalah pada dirinya sendiri. Melakukan ini untuk pemenuhan nafsu.

Sementara hidungnya menghirup aroma tubuh Alice. Tangannya aktif untuk membuka ikatan pada pakaian yang dikenakan oleh Alice. Walau dia sedang bersama dengan Alice, pikiran cowok itu tetap melayang pada cewek lain.

"Perlakukan dia, seakan-akan dialah peran utamanya."

Cowok itu diam-diam tersenyum mengingat ucapan Daya yang dia dengar beberapa hari lalu. Sekarang dia tau alasan dia berada di sini dan bersama cewek ini.

"Lo siap?" tanyanya pada Alice.

Alice yang berada di bawah tubuh cowok itu mengangguk dengan semangat. Memang inilah yang dia tunggu-tunggu sejak lama. Akhirnya, dia mendapatkannya juga.