webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Hari Penantian

"Akhirnya, gue bisa ketemu lo lagi ya," kata Aron.

"Sebenarnya, gue itu sama sekali enggak ingat sama lo. Sori nih, tapi kenyataannya emang gitu." Daya merasa tak enak dengan Aron sebab cowok itu mengingat jelas bagaimana dirinya di masa kecil sedangkan dia tidak menemukan kenangan apapun tentang cowok itu.

"Wajar lo nggak tau gue, lo jarang gabung sama temannya Riski."

Daya tersenyum getir mendengar Aron menyebut kakaknya dengan nama Riski. "Emm ... Ron, lo bisa nggak panggil kakak gue Eki aja?"

"Eki?" tanya Aron.

Daya mengangguk.

"Kenapa sama panggilan Riski?"

"Lebih bagus Eki aja, lebih singkat," kilah Daya.

"Lalu, gimana sama panggilan De? Itu lebih singkat dari pada Day atau Daya."

Seketika Daya tidak berniat untuk berbicara lagi. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi mobil dan menoleh ke arah jendela. Dia kembali memperhatikan pohon-pohon yang berjejeran dengan alami di pinggir jalan.

Aron terdia sesaat melihat reaksi Daya. Dia tau kalau dia sudah berkata yang tidak benar. Tetapi, dia juga tidak bisa menahan rasa ingin tahunya tentang perubahan nama panggilan kakak dan adik ini.

"Oke, gue bakalan biasakan mulut gue buat manggil kakak lo Eki."

Daya memgengguk namun tetap tidak menoleh pada Aron. Kenangan tentang nama itu benar-benar merusak suasana hatinya. Daya sudah tidak ingin mendengar orang memanggil namanya dengan sebutan De atau kakaknya yang dipanggil sebagai Riski. Daya benci kedua nama panggilan itu.

Suasana hatinya yang sedang tidak baik makin diperparah saat ponsel Daya berdering. Daya segera membuka ponselnya dan mendapati sebuah pesan dari Deri. Sambil menghembuskan napas panjang, Daya tetap membuka pesannya.

"Gimana, sudah dapat video Aron?"

Soal video Aron, Daya mengingatnya dari awal datang sampai detik ini. Tetapi dia sama sekali tidak punya kesempatan untuk memintanya pada Aron. Lagi pula Daya masih bingung bagaimana berbicaranya pada Aron.

"Gue enggak bisa ketemu sama Aron hari ini."

Daya mengetikkan balasan untuk Deri. Dia tidak peduli apa yang akan terjadi nantinya tentang kebohongan hari ini.

Tidak lama setelah pesan itu terkirim, terlihat Deri segera membacanya dan mengetikkan pesan balasan lagi. Daya pun tetap menatap ponselnya, dia juga tidak keluar dari ruang obrolan bersama Deri. Daya benar-benar menunggu balasan pesan dari Deri.

"Masa cuma video itu doang lo nggak bisa sih Day."

Daya segera mengetikkan balasannya untuk Deri. "Besok gue coba lagi."

Setelah itu, Daya mematikan ponselnya. Dia tidak ingin suasana hatinya makin buruk jika terus membaca balasan pesan dari Deri. Cowok itu benar-benar memperlakukannya seperti pesuruh. Daya ingin istirahat dari perbudakan Deri.

"Pacar lo ya?" tanya Aron tiba-tiba.

Daya segera menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Kemudian dia pun menjawab pertanyaan dari Aron. "Bukan, gue enggak punya pacar. Ini tadi teman."

"Ada perlu apa dia ngehubungi lo?"

"Cuma ngebahas soal sekolah kok," kata Daya lagi-lagi berbohong.

"Lo kelas berapa sih?"

"Kelas dua belas," jawab Daya.

"Sebentar lagi lulus dong. Mau kuliah di mana?"

"Belum ada kepikiran," jawab Daya santai.

"Masa iya lo belum punya tujuan? Di sosial media gue liat, anak kelas sepuluh aja sudah punya incaran universitas sama jurusannya."

"Itu kan orang lain bukan gue. Gue masih bingung mau ambil jurusan apa, masih belum punya tujuan."

Memang Daya tidak memiliki niat untuk memilih berkuliah di mana pun. Akan tetapi, dia masih punya keinginan untuk berkuliah. Hanya saja dia menggantungkan pilihan universitas dan jurusannya itu pada Deri.

Sampai saat ini Daya berminat untuk tetap bersama Deri. Di mana pun Deri berada, dia ingin di situ. Terlihat bodoh memang, tapi itulah Daya. Dia sulit menggunakan logikanya jika menyangkut soal Deri.

"Ikuti sesuai sama apa yang lo suka aja," kata Aron. "Lo suka apa?"

"Kesukaan gue?" tanya Daya lebih kepada dirinya sendiri. Dia pun memikirkan apa yang dia sukai akhir-akhir ini.

Aron menunggu jawaban dari Daya. Matanya tidak berkedip menatap wajah cewek yang ada di sampingnya ini.

"Gue lagi suka masak sih. Gue belajar masak sama buat kue."

"Ya, berarti lo masuk kuliah dibagian masak."

Daya segera menggeleng.

"Kenapa?"

"Masak itu kesukaan gue. Mungkin gue bakalan benci masak kalau itu dijadiin tugas karena gue bakalan dapat tekanan. Gue harus pikirin waktu selesainya, penilaian yang bakalan gue dapat dan banyak deh. Gue nggak mau apa yang tadinya gue suka karena terlalu mendalami jadi hal yang gue benci."

"Benar juga," kata Aron sambil mengangguk setuju. "Gue pernah muak sama akting dan itu merusak semuanya."

Selesai Aron membicaran soal akting, perempuan yang duduk di samping supir berdeham keras. Daya mengerti kalau itu adalah sebuah kode. Hal itu langsung terbukti dengan diamnya Aron.

Daya yakin pasti ada hal hebat yang pernah terjadi antara Aron dan akting. Namun sekali lagi, Daya tidak terlalu peduli dengan Aron dan kehidupannya yang penuh kamera itu.

***

Sesampainya mereka di penginapan tempat Cecilia dan timnya akan beristirahat, Daya segera turun dari mobil Aron. Dua orang tim Cecil segera menghampiri mobil Aron dan mereka mengambil barang Cecil yang dititipkan di bagasi mobil cowok itu. Daya tidak membantu, dia segera masuk ke dalam penginapan.

"Langsung mandi karena malam ini mau makan malam sama-sama," kata manager Cecilia saat Daya baru melangkahkan kaki ke dalam penginapan mereka.

Daya hanya mengangguk dan melangkah kembali. Kamar Daya terletak diujung yang berisikan dua orang. Teman sekamar Daya adalah manager Cecilia itu. Sedangkan Cecilia sekamar dengan kakaknya dan kamar yang satunya lagi diisi oleh tiga orang tim Cecilia.

Sampainya di kamar, sebelum bergegas untuk mandi. Daya menyempatkan diri untuk membuka ponselnya untuk membaca pesan terakhir dari Deri. Ternyata sesuai dugaannya, cowok itu tetap saja memaksanya untuk mendapatkan video Aron.

"Harusnya lo tau, gue tadi sempat pingsan buat nyamperin Aron doang," omel Daya pada ponselnya tetapi dia tetap tidak ada niatan untuk membalas pesan dari Deri.

Dia tidak ingin hal sepele itu menjadi bahas mereka berdebat. Daya selalu menghindari perdebatan antara dirinya dan Deri. Sebab Daya tahu, Deri bukanlah orang yang gampang berdamai dengan orang lain.

Kalau sudah mengenai Deri, Daya adalah orang yang paling banyak mengalah. Daya sadar itu. Dalam hubungan pertemanan ini, Daya adalah satu-satunya orang yang berjuang. Terkadang dia tidak tahan seperti ini terus tetapi di sisi lain Daya juga tidak ingin mundur.

Daya masih menaruh percaya pada keajaiban. Ada keyakinan di dalam dirinya bahwa suatu saat akan ada masanya Deri akan menoleh padanya dan melihat perjuangannya selama ini. Daya selalu menantikan hari itu.