webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Gema Nama

Daya sampai di stand jualan Cecilia dan melihat cewek itu sedang mengemasi peralatan kecantikan yang dijualnya. Akan tetapi, Daya tidak melihat adanya keberadaan Eki di sini. Biasanya cowok itu akan setia setiap saat berada di samping Cecil.

"Kak Cecil, Kak Eki di mana?" tanya Daya.

"Dia bawain kue ke mobil."

Daya pun menganggukkan kepalanya dan berjalan mendekati Cecilia. "Ada perlu gue bantu Kak?"

"Sudah semua kok," kata Cecilia sambil menutup kotak tempat dia mengemasi peralatan kecantikannya. "Kita tinggal nunggu Ki balik aja buat angkat ini."

Kemudian Cecilia menegakkan badannya, menatap Daya penuh perhatian. Dia tidak bisa menutupi rasa penasarannya untuk tidak bertanya pada Daya.

"Kamu gimana sama Aron?"

"Enggak gimana-gimana," jawab Daya seadanya.

"Dari tadi ngapain aja?"

"Gue bantuin dia bungkusin jualannya. Udah, itu aja."

"Kata Ki, kamu penggemar dia. Harusnya seneng dong bisa sedekat itu?"

Daya sedikit tersenyum geli. Kesalah pahaman Eki membuat semua orang mengikuti jejak cowok itu. Daya jadi harus berlagak menyukai Aron bukan hanya di depan Eki tapi di depan yang lainnya juga.

"Ternyata, setelah sebegitu dekat ... biasa aja," kata Daya dengan santai.

"Kenapa nggak bilang sih kalo suka sama Aron. Padahal sebelum ini, gue sering projek bareng sama dia. Dia juga ada ikatan keluarga sama gue. Kalau tau lo suka, gue bisa kenalin ke lo. Jadi enggak perlu desak-desakan sampai pingsan kayak tadi."

Daya tersenyum mendengar ucapan Cecilia. Dia memang kurang tertarik dengan Aron atau artis Indonesia yang lain. Maka dari itu, dia jarang ikut dengan Eki dan Cecilia menghadiri acara besar seperti ini.

"Eh, nanti kalo mau ketemu Aron bisa aja. Soalnya gue sama dia ada rencana buat kolaborasi untuk konten YouTube bareng. Nanti kalo ada jadwal sama dia, gue kasih tau Eki."

Senyum Daya masih belum juga memudar. Dia menjawab kalimat Cecilia dengan berkata, "Makasih Kak. Jadi nggak sabar ngeliat konten Kakak sama Aron."

Cecilia menepuk pundak Daya. "Tenang, Aron itu cowok baik kok. Emang di awal kayak songong gitu."

Daya tidak begitu peduli. Sifat manusia memang mempunyai banyak sisi. Dia tidak akan heran jika melihat sifat yang berlawanan dari orang yang sama.

"Cecil, mobil buat angkat barang mogok," kata Eki yang tiba-tiba masuk.

"Rusaknya parah nggak?" tanya Cecil.

Eki menaikkan kedua bahunya. "Aku sudah telepon bengkel dan mereka baru bisa sampai di sini sekitar satu jam lagi."

"Jadi kita harus nunggu?"

"Enggak. Ada Aron yang mau bantuin kita. Kebetulan mobilnya kosong."

Daya menghembuskan napas panjang. Sepertinya untuk beberapa hari ke depan. Dia akan sering mendengar nama Aron di telinganya.

"Day, kamu ikut mobil Aron ya. Soalnya, di kursi belakang mau dipakai buat taruh kotak ini," kata Eki sementara kakinya menendang pelan kotak yang berisi peralatan kosmetik Cecilia.

"Serius gue enggak muat di mobil Kak Cecil?" tanya Daya.

"Muatnya cuma satu orang dan itu buat Kak Ta. Kita nggak mungkinkan ninggalin dia?"

"Tapi Kak...," kata Daya yang mulai ingin merajuk.

Eki segera memegangi kedua tangan Daya. Dia menatap Daya dengan tatapan memohon. Seperti yang biasa dia lakukan untuk meminta sesuatu pada adiknya itu.

"Duduk satu mobil sama Aron bukan masalah besar. Dia enggak bakalan macem-macem sama kamu. Di mobil itu juga ada manager sama supirnya. Jangan buat ini jadi rumit, bisa kan Day?"

Daya sedikit mendecak dan memasang wajah cemberut. Namun dia tetap mengangguk untuk menyetujui apa yang diminta Eki.

"Oke," kata Daya.

"Nah, gitu dong." Eki segera melepas pegangannya pada lengan Daya dan beralih mencubit pipi adiknya.

"Ayo, pulang sekarang. Udah lapar nih," ajak Cecilia.

Daya berjalan bersampingan dengan Cecilia sedangkan Eki berjalan di belakang sambil membawa kotak besar yang tadi sudah disiapkan oleh Cecil. Mereka bertiga berjalan ke arah parkiran depan di mana itu memang parkiran khsus pengisi acara di festival ini.

Sampainya mereka di parkiran, hanya tersisa enam mobil. Dua diantaranya Daya kenali sebagai mobil Cecilia, satu mobil pribadi cewek itu dan satunya lagi mobil untuk barang jualannya. Kemudian, satu mobil lainnya baru Daya ketahui kalau itu adalah mobil Aron dan cowok itu sedang menunggunya di sana.

"Udah sana, ikut sama Aron," kata Eki.

Lagi-lagi Eki mendorong punggung Daya untuk menyuruh adiknya itu pergi bersama Aron. Seperti Daya tidak diperkenankan untuk membuat penolakkan.

"Iya, iya," jawab Daya ketus. Dia pun segera berjalan menghampiri Aron yang berdiri di samping mobil hitam.

"Ayo, masuk," ucap Aron setelah dia membukakan pintu mobil belakang untuk Daya.

Tanpa berkata apapun Daya segera masuk saja ke dalam mobil. Setelah dia masuk, Aron mengikutinya. Sehingga mereka duduk berdua di belakang.

"Pel, kenalin ini Daya," kata Aron sambil menepuk lengan Daya.

Cewek yang duduk di samping supir itu hanya melirik Daya dari spion depan. Daya bisa melihat kalau bibirnya melengkung membuat senyuman. Dia pun membalas senyum itu.

"De, eh maksud gue Day. Ini Epel, manager gue. Lo enggak perlu panggil dia pake tante atau apa pun itu karena dia bakalan ngambek dan ngomel."

"Oke," kata Daya dengan sedikit tertawa.

Setelah itu, terjadi keheningan beberapa di dalam mobil ini. Daya tidak begitu peduli dengan keheningan ini, dia mengalihkan pemandangannya ke luar jendela. Melihat pohon-pohon yang berjejeran di pinggir jalan. Jarang melihat suasana seperti ini di tengah kota.

"Day, gue masih nggak percaya lho kalau lo itu adiknya Riski," ucap Aron memecah keheningan di dalam mobil.

Daya pun kembali menoleh pada Aron dan dia bertanya, "Apa yang bikin lo enggak percaya?"

"Dari yang gue ingat, lo itu punya pipi yang tembem. Badan lo gendut."

Mendengar kata tembem, Daya segera memegangi kedua pipinya. "Menurut lo, pipi gue tirus ya?"

Aron menggeleng. "Masih tembem, tapi dulu itu kayak moci raksasa."

"Heh!" tegur Daya dan tangannya tidak terasa melayang begitu saja untuk memukul pergelangan tangan Aron.

"Oke, gue becanda," kata Aron dengan kekehan. "Sama ada satu lagi yang bikin gue pangling sama lo."

"Apa?" Daya jadi penasaran dengan pandangan orang lain terhadapnya dari dia yang dulu dan sekarang.

"Lo dulu, suka banget ngeikat dua rambut lo. Satu di kiri dan satu lagi di kanan." Aron menaruh kepalan tangan di kepalanya untuk menirukan gaya ikatan rambut Daya saat dia masih kecil.

"Hahahaha," tawa Daya menggelegar di dalam mobil. Dia tidak bisa membayangkan kalau dirinya masih mengingat rambutnya seperti itu di masa sekarang ini.

Tanpa Daya ketahui, tawanya membuat Aron ikut tersenyum. Dia akhirnya bisa melihat tawa Daya sedekat ini. Aron teringat dulu saat dia sering ke rumah Riski dan dia hanya bisa melihat Daya sekilas karena cewek itu begitu pemalu.

Saat di dalam rumah dan ada teman-teman Riski, Daya hanya akan mengunjungi tiga tempat. Yaitu, kamar orangtuanya, kamarnya sendiri dan dapur. Pernah Aron mendengar sekali suara tawa Daya, saat cewek itu berada di kamar orangtuanya.

"Akhirnya, gue bisa ketemu lo lagi ya."