webnovel

Peran Utama

CherilynCey · 若者
レビュー数が足りません
390 Chs

Date

Deri memakan wafer yang ditaruh di atas es krim pesanannya. Sedangkan itu, Daya yang duduk di hadapannya tidak berkedip memperhatikan Deri. Tatapan itu pun di balas oleh Deri hingga Daya menjadi salah tingkah sendiri.

"Sudah lama ya kita enggak makan di sini," kata Daya sambil mengalihkan pada es krim stroberi yang ada di depannya.

"Emm," gumam Deri dengan mulut terisi eskrim cokelat.

"Terakhir kita ke sini, waktu lulus SMP sama Kak Eki."

"Waktu itu sekalian ngerayain ulang tahun lo," ucap Deri.

"Lo ingat?" Senyum Daya makin lebar saat mengetahui Deri masih mengingat kejadian apa saja yang ada di hari itu.

"Jelas gue ingat. Gue ngasih lo gantungan."

Daya mengangguk, lalu dia merogoh tasnya dan menunjukkan powerbank yang biasa dia bawa. Di ujung benda itu terkait sebuah gantungan yang dulu diberikan Deri padanya.

"Ini kan?" tanya Daya.

"Ya, gue tau lo masih nyimpan gantungan itu."

"Ya ... habis gimana, setelah ngasih gantungan ini, lo enggak pernah ngasih gue gantungan lagi," ada nada sindiran di balik ucapan Daya itu.

"Day, kita udah temanan lama. Gue pasti ngasih lo kado kalo gue ada uang. Kalau sekarang ya uangnya perlu gue tabung buat beliin kado untuk A-"

"Ya, gue tau. Gue cuma becanda kok soal minta kado itu," kata Daya dengan cepat memotong ucapan Deri.

Hari ini sudah tidak ada masalah untuknya. Eki mengizinkannya untuk tidak masuk sekolah dan siang ini dia sedang makan es krim bersama Deri. Keduanya adalah suatu hal yang jarang terjadi dalam hidupnya. Daya tidak mau ada nama cewek perusak kehidupannya itu disebut-sebut.

"Der, lo kenapa sih dari dulu pesannya es krim cokelat terus? Nggak bosan?"

"Gue sukanya ini."

"Mau cobain punya aku nggak?"

Deri menggeleng.

"Sedikit aja." Daya segera menyendokan es krim rasa stroberinya dan memberikannya pada Deri. "Nih, lo cobain."

Deri menerima sendok itu tapi tidak langsung dimakannya. Dia mencampurkan es krim rasa stroberi itu dengan rasa cokelat miliknya. Habis itu, baru dia lahap.

"Manis," komentarnya.

Sedang asik menikmati waktu berdua dengan Deri, Eki muncul melalui deringan telepon Daya. Dengan sebal pun dia menerima panggilan itu.

"Bisa ke kantor Cecilia sekarang nggak?"

"Buat apa Kak?"

"Ada yang mau diomongin, di sini ada Aron sama managernya juga. Ke sini cepat ya," pinta Eki lalu langsung mematikan sambungan teleponnya. Artinya, Eki tidak mau mendapat penolakan dengan alasan apa pun.

"Kak Eki ya?"

"Iya nih, gue disuruh ke kantor Kak Cecilia. Der lo bisa anterin gue nggak?"

"Yah, gue enggak bisa. Habis ini gue mau ke tempat latihan."

"Enggak bisa telat dikit?"

"Gue udah sering telat Day, yang ada gue malah dikeluarkan dari tim. Lo tau kan gimana Kak Tri?"

Mau tidak mau, sekali lagi, Daya harus memahami posisi Deri. Dia pun mengalah dan tidak mau memaksakan kehendaknya pada Deri.

"Ya udah, kalo gitu gue naik taksi aja." Daya pun menaruh ponselnya ke salam tas dan berdiri dari tempat duduk.

"Eh Day." Deri menahan tangan Daya. "Gue lupa bawa dompet hari ini. Boleh lo bayarin dulu nggak?"

"Lah, bukannya ini sebagai permintaan maaf lo. Artinya lo yang teraktir gue kan?"

"Iya, gue tau. Gue baru ingat dompet gue ketinggalan. Lo bayarin dulu ya, paling juga enggak seberapa," bujuk Deri dan tentu saja itu berhasil pada Daya.

"Oke gue yang bayarin, tapi ini gue anggap utang ya. Awal lo nanti nggak bayar." Jari telunjuk Daya menunjuk wajah Deri, memperingatkan cowok itu agar membayar uangnya kali ini.

"Iya, iya. Kalo gue lupa, lo bisa tagih di rumah gue. Lo tau alamatnya kan?" Deri tersenyum jail ke Daya sambil menyingkirkan jari cewek itu yang terus menunjuknya.

"Gue pergi dulu ya," kata Daya dan melanjutkan langkahnya.

Daya membayar pesan es krim miliknya dan milik Daya. Setelah itu, dia keluar dari Banana's Kafe ini.

Waktu keluar kafe es krim Daya melihat sebuah taksi yang sedang berhenti di ujung jalan. Si supir terlihat sedang duduk di sebelah pedagang kaki lima. Daya ingin menaiki taksi itu, dia pun melangkah dengan santai menelusuri trotoar ini.

Saat dia sudah tinggal beberapa langkah lagi dari taksi itu, Daya teringat sesuatu. Dia pun segera membuka tasnya dan mencari benda yang tadi sempat dia keluarkan.

"Tuh kan bener, powerbank gue ketinggalan."

Langkah Daya kembali memutar dan kembali ke kafe tadi. Kali ini dia berlari kecil agar cepat sampai di kafe itu lagi.

Tepat saat Daya sampai di depan kafe. Daya bisa melihat Deri dari pintu kaca. Cowok itu sedang berdiri di depan kasir. Daya ingin segera menghampirinya, tapi kemudian Daya melihat Deri merogoh saku celana belakangnya.

Di sana, Deri mengeluarkan sebuah dompet dan uang untuk membayar pesanannya. Padahal baru juga beberapa menit lalu Deri memohon pada Daya untuk membayarkan es krim mereka karena Deri beralasan tidak membawa dompet. Sulit bagi Daya untuk memikirkan kemungkinan yang positif. Satu-satunya yang bisa Daya pikirkan hanyalah, Deri membohonginya.

Kini apa yang ingin diambil Daya di tempat ini tidak lagi lah penting. Dia segera melarikan diri dari sini sebelum Deri menyadari kehadirannya. Kebetulan saat Daya keluar taksi yang ada di ujung jalan tadi melaju ke arahnya.

Daya pun segera menghentikan taksi itu dan masuk ke dalamnya. Lalu dia menyebutkan alamat rumah Cecilia. Daya tidak tahu apa yang akan terjadi di sana. Setidaknya dia tidak di sini merasakan sakit setelah melihat kebenaran di balik kebohongan. 

***

"Alice, gue ke rumah lo ya. Oia, lo mau es krim nggak biar gue bawain ke sana." Ketik Deri dan dikirimnya ke Alice.

"Rasa cokelat," balas Alice.

Deri pun segera ke meja kasir dan memesan es krim yang diminta oleh Alice. Sebenarnya, Deri sedikit merasa bersalah karena telah membohongi Daya soal dirinya yang tidak membawa dompet. Tapi itu dia lakukan untuk bisa membelikan Alice es krim dan biaya taksi ke rumah cewek itu.

Sekarang ini, Deri harus berhemat untuk bisa membelikan kado untuk Alice. Deri ingin memberikan Alice sesuatu yang mahal agar bisa memberi kesan. Seperti halnya saat dia membelikan Daya gantungan kunci. Sampai sekarang, Daya masih menyimpang gantungannya.

"Ini es krim cokelatnya," kata pelayan dan memberikannya pada Deri.

Kebetulan setelah Deri menerima es krim itu, taksi pesanannya telah sampai di depan toko itu. Deri pun segera keluar dari toko dan masuk ke mobil. Tanpa dia sadari, bahwa mobil yang berjalan di depan taksi pesanannya ini adalah taksi yang dipakai Daya.

Selama ini Deri tidak pernah menyadari bahwa dirinya terus menyakiti orang lain.