webnovel

Untuk Yang Kedua

"Apa Jay ada?"

Adalah suara Mina yang secara mendadak menanyai keberadaan atasannya. Mina melihat dengan jelas air muka yang terpasang pada Lena. Tangannya mengambang di atas mesin kasir setelah ia menyebutkan nama atasannya. Keduanya saling bertatap dengan makna tatapan yang berbeda. Namun tak lama, Lena lebih dulu memutusnya dan memandang mesin kasirnya kembali. Dia belum menjawab, tangannya mengambil uang kembalian yang akan ia serahkan pada teman satu kost-nya itu.

"Ada. Mau kupanggilkan?" jawab Lena dengan amat santai yang langsung mendapatkan gelengan dari Mina. Tangannya ia masukkan ke dalam saku yang berada di depan apron coklatnya. Menarik nafas panjang seraya memperhatikan gadis di depannya itu untuk beberapa saat. Tubuh Lena ia sandarkan pada dinding yang jaraknya tak jauh dari tempatnya berdiri sebelum membuka suaranya. "Kenapa kau mencari atasanku?" tanyanya.

Tak ada niatan untuk Mina meninggalkan meja kasir guna menunggu minumannya—kendati ia sudah diberikan alat untuk pemanggil antrian. Justru kedua tangannya kini berada di atas meja kasir, sedikit merendahkan tubuh guna membuat dagunya tersangga di atas tangannya. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pipinya sendiri, menampilkan gaya seseorang tengah berpikir. Bibirnya sengaja dimajukan, menambah kesan mempertanyakan tujuannya sendiri.

Sedikit terkekeh, Mina menegakkan kembali daksanya, melipat kedua tangannya di depan dada. "Temanku sedang mencari kafe untuk merayakan ulang tahunnya minggu depan. Dan karena Steve terlintas di kepalaku, kafe ini menjadi salah satu tempat yang aku rekomendasikan pada temanku. Karena itu dia memintaku untuk menanyai beberapa hal pada pemiliknya," ucap gadis itu.

Lena hanya mengangguk beberapa kali, bersamaan dengan suara dari arah kirinya, menandakan pesanan Mina yang telah siap untuk diberikan pada sang pemilik. Minuman berkafein itu dia berikan pada Mina yang dengan senang hati akan membawanya sendiri. Sebenarnya, sistem di kafe ini sudah berubah. Sebelumnya memang para pelayan yang akan mengantarkan semua pesanan menuju meja mereka, tapi setelah pemilik kafe ini membeli alat untuk antrian, tak ada lagi pelayan yang mengantarkan ke meja pelanggan.

Penjaga kasir itu menatap datar punggung Mina yang semakin menjauh dari pandangannya. Terduduk dengan anggun seraya menoleh ke kanan dan kiri. Mengabaikan temannya itu, Lena kembali duduk, melamun dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Namun, tak lama setelahnya, Lena mendengar suara pintu yang terbuka, menampilkan sosok atasannya yang baru saja tiba dengan wajah yang tampak lebih segar. Jika Lena baca dari raut wajahnya, Jay memiliki suasana hati yang bagus. Syukurlah, setidaknya tidak akan ada perintah atau tugas apapun yang akan dilontarkan untuk para pegawai. Walaupun tadi ia sempat terheran dengan rasa penasaran atasannya itu.

Kontan pandangannya terarah pada Mina yang setengah berdiri dengan salah satu tangan yang terangkat guna memberi tahu Jay keberadaan gadis itu. Sayangnya, Jay sama sekali tak berjalan ke arah Mina, kendati ia melihatnya. Lena pikir keduanya sudah memiliki janji. Yang lebih mengejutkan adalah ketika Jay justru berjalan ke arahnya, berdiri di depan meja kasir dengan kedua tangan yang terlipat di sana. Karena berhadapan langsung dengan atasannya, secara otomatis Lena bangkit dari duduknya.

"Kau tidak ada pekerjaan, 'kan?" tanya Jay.

Maniknya bergulir ke arah Mina yang berdiri tegak di jarak beberapa meter dari punggung Jay. Tampak wajahnya yang memperhatikan dirinya serta Jay dengan posisi seperti ini.

"Pak, teman satu kost saya ingin bertemu dengan bapak," ucap Lena tanpa meladeni pertanyaan Jay sebelumnya.

"Siapa?"

"Mina," tangannya dengan sopan menunjuk pada presensi gadis yang telah menunggu sejak tadi. "Saya kira bapak sudah ada janji dengannya. Dia bahkan tidak ingin bantuan saya untuk memanggil bapak," pungkasnya.

Tanpa merubah posisi berdirinya, Jay menoleh ke belakang sesuai dengan arah tangan Lena menunjuk. Alisnya sedikit berkerut, dia ingat jelas siapa gadis yang ingin bertemu dengannya itu. "Mau apa dia?" gumamnya penasaran. Kembali melihat ke arah Lena sebelum berujar. "Jika Steve datang, katakan padanya suruh temui aku. Agar aku bisa menyuruhnya untuk membawa gadis itu pergi," pesan Jay sebelum pergi meninggalkan Lena.

Tungkai dengan celana jeans hitam itu pergi meninggalkan meja kasir, menghampiri Mina yang telah menyematkan senyuman. Sikap yang ia tampilkan saat ini adalah sikap seorang pemilik kafe, bukan seseorang yang pernah ditemui atau dikenal. Menarik nafasnya panjang bersamaan dengan berhentinya Jay di depan Mina.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Jay.

"Ey, jangan terlalu formal," Mina menjeda kalimatnya, mengambil minumannya untuk diseruput sebelum kembali bersuara. "Ada yang ingin aku bicarakan, tapi kafemu sangat ramai. Apa bisa bicara di ruanganmu?"

Sejemang melirik kanan dan kirinya, memang benar ucapan gadis itu. Dan kepentingan apa yang ingin disampaikan Mina tampak krusial, entah jika itu hanya spekulasinya. Lantas Jay memberikan anggukannya beberapa kali, sebelum menghalau lebih dulu. Di belakangnya Mina mengikuti langkah laki-laki itu, sempat menoleh ke arah Lena guna melambaikan tangannya serta bibir yang bergerak guna mengucapkan rasa terima kasihnya pada gadis penjaga kasir itu.

Di ruangan Jay, gadis yang baru saja menapakkan kakinya di lantai ini mengamati ruangan itu untuk beberapa saat sebelum pandangannya teralihkan pada Jay. Agak terkejut saat Jay mengarah pada minuman yang ia bawa. "Ah, tak apa 'kan jika kubawa masuk? Aku baru saja mendapatkannya," katanya yang terdengar meminta izin.

"Tak apa," balasnya singkat. Laki-laki itu menaruh bantalan duduknya lebih dulu, lantas mempersilakan Mina untuk duduk di kursi. "Katakan, apa yang ingin kau bicarakan?"

Meletakkan sepuluh jari dengan kuku berkutek di atas kaca, Mina agak memajukan tubuhnya untuk berbicara dengan nada pelan. Ia tak ingin ada orang lain yang mendengar pembicaraannya. "Ini mengenai Lena," memberikan jeda kalimatnya, berdeham kecil sebelum melanjutkan ucapannya. "Kau tahu, Steve menyukai Lena, sampai mengabaikan Rana. Halangi dia agar tidak mendekati Lena,"

"Kau hanya membuang waktuku hanya untuk membicarakan ini," Jay berdecak, bola matanya memutar jengah. Pandangannya teralihkan ke lain arah sebelum mengingat lainnya. "Bukankah kau juga menyukai Steve? Kenapa tidak kau saja yang menghalanginya. Dengan begitu, urusanmu hanya dengan Rana, bukan denganku ataupun Lena," sungut Jay.

"Aku mengatakan ini karena aku rasa kau menyukai temanku itu. Jika kau mendekatinya, Steve akan mundur tanpa paksaan, bukan? Kau mendapatkan Lena, dan pertemananmu dengan Steve tetap berjalan. Anggap saja kau tak mengetahui perasaan sahabatmu pada pegawaimu itu," Mina tetap berusaha.

Tepat setelah kalimat itu selesai Mina ucapkan, Jay tak mengeluarkan suara sedikitpun. Hanya beberapa kali tatapan yang ia terima dari laki-laki itu. Pun merasa perlu memberikan waktu untuk Jay berpikir, Mina memilih untuk mengundurkan diri dari ruangan itu. Hanya saja sesuatu yang tak diinginkan menimpanya. Lututnya terpentok meja saat hendak berdiri, membuatnya tak sengaja menyenggol minuman kafeinnya hingga bergeser beberapa sentimeter sebelum tumpah dan menumpahi pakaian Jay.

"Aku minta maaf," paniknya.

Laki-laki di depannya itu tampak terkejut dengan menjauhkan kursinya dari meja. Walaupun baju dan celananya telah terkena tumpahan.