webnovel

Tak Pernah Terjadi Sebelumnya

Rasanya segar sekali setelah berjalan-jalan menjernihkan pikiran yang berat akibat banyaknya kegiatan kampus maupun pekerjaannya di kafe. Saat ini, ketika membuka pintu kaca, pikirannya telah segar. Lena sangat berterima kasih pada Doni karena mau mengajaknya berjalan-jalan sebelum Lena bergulat dengan pekerjaannya lagi. Walaupun pekerjaannya juga hanya menjaga kasir dan membersihkan meja kafe, tapi melihat banyaknya angka saat melakukan penghitungan pesanan, Lena juga suntuk.

Memasuki ruang ganti, Lena berdiri di depan cermin, melihat dirinya yang tengah menggulung rambut dan memasang tanda pengenalnya. Berdiri tegak dengan kedua tangan yang berada di kedua sisi tubuhnya, Lena menatap kedua maniknya dari pantulan cermin. Helaan nafas yang berhembus adalah tanda terakhir dia memeriksa penampilannya. Berjalan keluar menuju tempatnya, ia telah disuguhkan dengan meja yang berantakan. Ya ampun, pekerjaannya bertambah untuk merapikan meja kasir yang tampak berantakan. Entahlah, Lena juga tidak tahu siapa yang membuatnya berantakan.

Selesai dengan urusan meja kasir, belum diberi kesempatan untuk duduk, Lena sudah harus melayani pembeli yang masuk ke dalam kafe. Dengan ramah ia menyambut dan melayaninya. Lantas dirinya baru bisa merasakan kursi selepas menyelesaikan tugasnya. Namun, baru beristirahat sebentar saja, gadis itu kembali mendapat gangguan dari laki-laki yang berkuliah di kampus yang sama dengannya. Bola matanya bergulir mengikuti arah Steve yang menghampiri meja kasir. Laki-laki itu tampak merendahkan tubuhnya demi menyangga dagu di atas meja kasir. Memperhatikan Lena yang tengah duduk bersandar pada dinding serta kedua tangan yang terlipat di depan dada.

"Silahkan, mau pesan apa?" goda Lena tanpa bangkit dari tempat duduknya.

"Aku pesan penjaga kasir di tempat ini," timpal Steve yang turut mengikuti godaan Lena.

Hanya tawa remeh yang Lena berikan, dirinya menggeleng beberapa kali sebelum mengabaikan laki-laki itu. Namun, ia kembali teringat tentang kejadian dimana Steve mencampakkan Rana begitu saja.

"Kau sudah neminta maaf pada Rana?"

Dengan santai Steve menggelengkan kepalanya, dia menegakkan tubuhnya masih dengan menatap Lena. "Kenapa pula aku yah harus meminta maaf? Bukankah dia yang menggangguku lebih dulu?"

Lena mengamati seluruh kalimat dan ekspresi yang keluar dari Steve. Lantas gadis itu bangkit, berdiri tepat di hadapan laki-laki itu—hanya dibatasi dengan meja kasir. Kedua tangannya masih nyaman terlipat di depan dada. Tubuh Lena sedikit dicondongkan lebih dekat ke arah Steve sebelum membalas kalimat yang ia dengan tadi.

"Kau berubah," Lena menjeda kalimatnya sejemang, menatap lekat tepat pada obsidian Steve. "Setahuku, kau itu lembut dengan seorang wanita. Jangan pilih-pilih," pungkasnya yang langsung mengembalikan posisi tubuhnya normal kembali.

Steve menelan ludahnya kesusahan begitu Lena menjauh dari wajahnya. Kedua alisnya terangkat bersama, dan juga degup jantung yang semakin tak beraturan. Dia rasa, dia lebih menyukai Lena daripada Rana. Kepribadian mereka berbeda jelas. Lena terlihat lebih tenang ketimbang sepupunya. Namun, mendengar kalimat Lena yang mengatakan jika dia adalah laki-laki yang lembut terhadap wanita, justru membuatnya berpikir.

Helaan nafas berat keluar begitu saja, sesegera mungkin mengenyahkan pikiran yang mengganggunya. Lantas ia melihat ke arah ruangan Jay yang baru saja terbuka, menampilkan laki-laki dengan pakaian kasual berjalan keluar menghampiri meja kasir. Tanpa melihat ke arahnya, Jay langsung mengajak Lena berbicara.

"Nanti bawakan laporan keuangan bulan ini ke ruanganku," titah Jay yang berjalan kembali ke ruangannya.

Steve dan Lena sempat bertukar pandang sebentar sebelum akhirnya Lena mencari buku itu. Terdengar suara dari laki-laki di depannya yang merangsak ke rungu Lena.

"Akhir-akhir ini dia menyibukkan diri,"

"Daripada kau, tidak memiliki urusan lain selain menggangguku," tandasnya yang langsung menitipkan kasir pada pegawai lain.

Lena menghalau, meninggalkan Steve yang berdiam diri di depan meja kasir. Gadis itu sedikit tertawa melihat air muka Steve. Dia membuka kenop pintu ruangan atasannya, menunduk dengan sopan ketika berdiri di depan meja Jay seraya menyerahkan laporan keuangan kafe.

"Tidak usah bersikap kaku. Santailah," ucap Jay tanpa melihat ke arah Lena.

Gadis itu diperintah untuk duduk di kursi sembari menunggu Jay memeriksa. Tak ada yang dilakukan Lena selain bermain dengan jarinya sendiri. Aneh sekali, semakin hari berlalu, Lena merasa canggung pada atasannya ini. Padahal, banyak yang mereka lalui sebelumnya. Tunggu, Lena menganggap yang mereka lalui ini bukan sebagai pasangan, melainkan atasan dengan pegawainya. Memang, dia menyadari jika terlihat aneh. Bahkan, Lena tak tahu, apakah Jay juga dekat dengan karyawan lainnya atau tidak.

Sepuluh menit berlalu, Jay baru menutup buku sebelum dikembalikan pada Lena. Namun, dengan kedua netranya gadis itu melihat Jay menahan buku dibawah tangannya yang terlipat—seperti anak TK yang diajarkan untuk duduk rapi. Padahal tangan Lena sudah siap menerima buku. Toh, pada akhirnya Lena turunkan kembali tangannya.

"Memangnya Steve memiliki salah apa dengan sepupumu?" tanya Jay secara mendadak.

Gadis itu sedikit terlonjak, baru kali ini ia mendengar Jay yang merasa penasaran dengan sesuatu yang tidak ada urusan dengannya. Tak ada angin, tak ada hujan, Lena merasakan bulu-bulu tangannya berdiri. Tetap bersikap sopan pada atasannya, Lena pun menjawab rasa penasaran sang atasan.

"Steve mencampakkan Rana. Dan itu membuat Rana berpikiran jika Steve menyukai saya," jawabnya dengan tawa kecil. Ia menggeleng sebelum kembali bersuara. "Padahal, tidak begitu,"

"Lalu, jika dia menyukaimu sungguhan?"

Pandangan yang tadinya terpusat pada meja kaca, melihat paras atasannya itu dari pantulannya, kini bergulir menatap secara langsung manik Jay. Pertanyaan yang sama sekali tidak ingin Lena harapkan ataupun terjadi. Sangat jahat dirinya disukai oleh laki-laki yang disukai sepupunya sendiri.

"Saya tidak akan menyukainya,"

Tak ada balasan apapun dari laki-laki bernama Jay itu, dirinya mengarahkan sorot tatapnya pada Lena untuk beberapa detik. Kedua aslinya terangkat singkat sebelum akhirnya menyerahkan buku laporan itu pada pegawainya. Pun gadis itu beranjak dari kursi, Jay hanya memperhatikan punggung Lena yang menghilang dari balik pintu.

Sedangkan yang di luar ruangan, alisnya bertautan heran. Masih tak menyangka, seorang Jay yang terkenal dengan penuh sikap abai, secara mendadak menanyakan perihal yang terjadi antara Steve dengan Rana. Lucu sekali, Steve adalah temannya, keduanya juga tinggal di atap yang sama. Gengsi sekali hanya sekedar bertanya begitu. Lena masih terus menggeleng.

Kembali berada di meja kasir, Lena mengambil ponselnya yang ia simpan pada laci meja. Menghilangkan rasa bosannya sejenak. Ini masih cukup siang, kafe tentu saja tampak sepi. Semua orang masih berkutat dengan pekerjaan mereka. Tak lama ia bermain ponsel, Lena melihat Mina yang secara mendadak tiba di depan pintu kafe. Gadis itu tampak mendekat dan memesan.

"Aku pesan Ice Americano saja," kata gadis itu seraya menyerahkan uang. "Apa Jay ada?"