webnovel

Sesuatu Yang Tidak Diketahui

Di salah satu kedai mie, Lena dan Steve mengisi perut mereka. Lebih tepatnya ini adalah permintaan Lena yang mabuk akan ketinggian. Steve yang duduk bersandar sembari menunggu makanannya hangat, menggeleng tidak percaya melihat Lena melahap makanannya. Padahal, makanan mereka baru tiba beberapa menit lalu. Sepertinya Lena itu sedang kesurupan, melahap makanan tanpa adanya jeda.

"Hati-hati, itu masih panas," peringat Steve.

Sama sekali tak mengindahkan peringatan Steve, Lena justru semakin terfokus dengan makanannya. Pun Steve menyusul dengan memasukkan satu suapan pertamanya ke dalam mulut. Lantas disaat keduanya diselimuti oleh keheningan, secara mendadak Lena menggebrak meja sembari melihat jam di ponselnya. Tentu saja hal itu mengejutkan Steve.

"Aku harus bekerja!" ucapnya dengan nada panik. "Steve, tolong antarkan aku ke kafe Jay. Aku harus cepat sampai ke sana," katanya lagi.

Steve melihat Lena bersamaan dengan menyeruput mie ke dalam mulutnya. Dia menunjukkan isi mangkuknya yang masih ada setengah dari porsinya. Pun dirinya lebih memilih untuk bersikap santai, lantaran Lena sejak tadi cukup menyusahkan dirinya. Sayangnya, gadis itu justru menarik pergelangan tangan Steve agar segera bangkit untuk mengantarkannya menuju kafe milik Jay. Iya, jam kerja Lena sebentar lagi akan dimulai. Ia khawatir jika akan mendapat teguran, lantaran baru satu hari bekerja.

Mau tidak mau, Steve akhirnya bangkit dan meninggalkan makanannya. Ia mengambil kunci mobil yang berada di atas meja dan menyuruh Lena untuk berjalan lebih dulu menuju mobil. Lagi dan lagi, Steve dibuat susah oleh Lena. Dari kejauhan, saat Steve sudah membuka kunci pintu mobil, Lena dengan buru-buru memasuki mobil Steve. Pemilik mobil itu sampai memutar bola matanya jengah dan menggeleng heran.

Di dalam mobil, Steve melihat bagaimana ributnya Lena yang khawatir dengan jam kerjanya. Dan tak lama setelahnya Steve menjalankan mobilnya menuju kafe milik temannya itu.

-

-

-

Laki-laki yang tengah duduk di salah satu bangku kafe miliknya itu melihat ke arah jam beberapa kali. Iya, dia sedang menunggu salah satu karyawannya yang hingga kini belum datang ke kafenya. Baru satu hari bekerja saja Lena sudah tidak bisa disiplin. Sampai akhirnya ia melihat mobil Steve yang terparkir didepan kafenya.

"Tmben," gumamnya dan bangkit dari kursi itu berniat kembali ke kantornya. Namun, saat pintu sisi kiri lebih dulu terbuka, dan menampilkan gadis pekerja kafenya. Seketika niatannya ia batalkan dan melipat kedua tangannya didepan dada. "Ternyata bersama Steve," tambahnya.

Lena berlari dan memasuki pintu kaca itu, ia terkejut saat melihat atasannya sudah memasang wajah yang datar namun tatapan yang tajam. Setelah ini, Lena akan mendapat masalah. Dengan deru nafas yang tidak beraturan, ia berdiri didepan Jay dengan kepala yang tertunduk—khawatir jika ia akan mendapat teguran dari Jay.

"Maaf, pak, saya terlambat," ucap Lena dengan suara sedikit gemetar.

Dibelakang gadis itu, Steve bersandar pada pintu kaca dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celananya. Salah satu sudut bibirnya terangkat sembari menatap temannya. Tentu Jay melihatnya, dan dia memberikan acungan jempol pada Steve. Melihat Lena yang tertunduk dan tak berani menatapnya, membuat Jay merasa senang. Ia menyuruh Lena untuk segera menuju ruang ganti.

Setelah perginya Lena, Jay menghampiri Steve yang masih tetap berada di tempatnya, ia tersenyum tipis pada temannya itu. "Idemu terkadang bisa menjadi sebuah kejutan untukku," kata Jay yang merasa puas dengan ide temannya itu.

Keduanya memasuki kafe dan menuju kantor milik Jay. Laki-laki yang berusia beberapa bulan lebih muda dari Jay itu duduk di atas sofa sembari mengambil camilan di atas meja. Satu persatu camilan ia masukkan ke dalam mulut dengan pandangan yang keluar melihat para karyawan yang bekerja. Namun, beberapa detik setelahnya, ia mengerutkan alis dan berhenti mengunyah.

"Jay," panggilnya, netranya bergerak melihat presensi Jay yang tengah memutar pulpen di tangannya sembari melihat pekerjaannya. "Kenapa kau melakukan ini?" tanyanya.

"Melakukan apa?"

Terdengar suara toples yang tertutup, yang menandakan jika Steve menyudahi memakan camilan itu. Ia menumpu kakinya dan memperhatikan Jay sebelum kembali menimpali ucapan temannya.

"Membuat Lena begini,"

Gerak tangan Jay seketika terhenti, ia juga terdiam begitu mendengar kalimat temannya itu. Ia meninggalkan pekerjaannya sejemang dan bersandar pada kursi seraya membuang nafas panjang. "Tentu saja agar dia bisa segera membayar hutang pada kita," jawab Jay.

Masih dengan posisi duduk yang sama, Steve masih menimpali kalimat Jay.

"Kau tidak ingin melakukan hal yang sama seperti masa lalu, bukan?" tanya Steve lagi.

Kontan dahi Jay mengernyit, menoleh ke arah Steve dengan tatapan yang lebih tajam untuk beberapa detik. Lantas ia mendengus kasar sebelum berkata.

"Untuk apa aku melakukan hal yang sama," ucapnya dengan nada remeh.

Tepat setelahnya, Steve bangkit dari duduknya dan menghela nafasnya. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket jeans miliknya. "Baguslah. Aku pikir karena Lena menggunakan loker milik Hana," pungkasnya dan langsung pergi keluar dari ruangan Jay.

Detik itu juga Steve terkejut karena salah satu pundaknya ditarik masuk ke ruangan Jay lagi. Wajahnya sudah menumpuk rasa kesal lantaran ia merasakan sakit pada pundaknya. Tarikan Jay cukup kasar. Ia mengusap-usap pundaknya yang terasa sakit.

"Lena menggunakan loker Hana? Darimana kau tahu?" tanya Jay dengan suara beratnya.

"Hm? Kau tidak mengetahuinya?" Steve membenarkan jaketnya dan kembali melanjutkan ucapannya. "Aku bertanya pada salah satu karyawanmu," sambungnya.

Jay benar-benar terdiam, ia cukup terkejut karena sama sekali tidak mengetahui akan hal itu. Pun tanpa sepatah kata, dirinya keluar dari ruangannya meninggalkan Steve dengan racauannya. Laki-laki itu bergerak berniat mencari Lena, namun ia batalkan dan memilih untuk menuju loker milik karyawannya. Lebih tepatnya milik kekasihnya yang meninggalkannya secara tiba-tiba.

Padahal kafe ini miliknya, namun untuk menuju loker karyawannya saja dia terlihat seperti pencuri. Menoleh kanan dan kiri untuk memastikan keadaan sekitar sana. Sayangnya, saat ia berhasil masuk ke dalam ruangan itu, ada seorang karyawati yang berada di sana. Buru-buru dirinya berlagak seolah mencari seseorang.

"Dimana Lena?" tanyanya.

Karyawati itu juga terkejut melihat keberadaan Jay, karena hampir tidak pernah atasannya itu mendatangi ruangan ini. Dan dengan sopan ia menjawab, "Dia berada di dapur, pak. Dita memberikan tugas mencuci piring lagi untuknya," jawab karyawati itu.

Hanya anggukan kecil yang diberikan oleh Jay, ia juga membiarkan pegawainya itu pergi dari sana.

"Apa ini loker milik Lena?" tanya Jay tiba-tiba sebelum karyawati itu benar-benar pergi dari ruangan ini.

Saat wanita itu melihat loker yang ditunjuk oleh Jay, ia mengangguk beberapa kali guna membenarkannya. "Iya, pak. Benar,"