webnovel

Mungkin Kembali

Langkah paginya dimulai saat Lena akan bergerak menuju meja kamarnya. Pundaknya sudah terdapat handuk berwarna cokelat gelap, menandakan jika dirinya akan bergegas untuk mandi. Sayangnya, ketika ia mengangkat botol sabun, Lena menghela nafasnya. Dia harus bergerak menuju minimarket untuk membeli isi ulang sabunnya. Beberapa saat berdiri di depan cermin guna melihat keadaannya saat ini, barulah Lena keluar dari kamar.

Hanya dengan setelan kaos coklat dan celana pendek berwarna putih, gadis itu keluar membawa dompet kecilnya. Di sofa ruang tengah, ia melihat Mina yang tengah berkutat dengan laptopnya, serta ada banyak buku dan barang lainnya yang berserakan di sana.

"Bagaimana kabarmu, Mina? Lama tidak bertemu," sapa Lena terlebih dahulu.

"Benarkah?" Mina tertawa lirih, bersamaan dengan ia menoleh ke arah Lena. "Bukannya kita kemarin sempat bertemu?" tanya Mina balik.

Lena terdiam, bibirnya terbuka lantaran baru teringat jika keduanya memang sempat bertemu di rumah Jay. Untuk menutupi malunya, Lena tertawa kecil dan mengangguk beberapa kali. Ia juga menepuk pelan kepalanya, lantas berjalan keluar dan melupakan semua rasa malunya. Sedangkan Mina, hanya mampu menggeleng melihat kepergian Lena.

Gadis itu berjalan seorang diri menuju minimarket. Menyapa orang-orang yang juga tinggal di daerah sana. Karena belum mandi, ia berharap agar tak terlihat lusuh oleh para tetangga. Seharusnya, ia menyediakan isi ulang di kamarnya, namun kemarin Lena meninggalkan kamarnya hampir satu hari penuh, yang mana membuatnya tidak memeriksa keperluan yang perlu diisi kembali.

Dia menggaruk kepala belakangnya, hingga membuat rambutnya berantakan. Pandangan gadis itu terarah pada langkahnya yang tidak aturan. Akibatnya, ia menabrak seseorang, Lena tak langsung meminta maaf, melainkan malah menyenggol pundak orang yang ia tabrak itu. Ya, dia melakukannya karena orang itu adalah Doni, temannya sendiri. Lena tidak tahu apa yang membawa Doni berada di dekat kost-nya.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Lena.

Tampak Doni menatap Lena dengan alis yang tertekuk, ia melipat kedua tangannya, serta memberikan sentilan kecil pada dahi gadis itu. "Kau terlihat seperti orang mabuk," kata Doni ketika melihat Lena memasang wajah aneh. "Setelah bersamaku, kemana lagi kau pergi?" tanya Doni balik.

Yang ditanya hanya memiringkan kepalanya tidak jelas sebelum akhirnya ia terkekeh sembari menggaruk kepalanya. Gadis itu memutar tubuh Doni untuk ikut dengannya menuju minimarket, daripada mengobrol di tengah jalan begini. Mengganggu pengguna jalan lainnya.

Begitu memasuki minimarket, Lena langsung meluncur mencari kebutuhannya, seketika melupakan Doni yang tadi tengah bersamanya. Kini laki-laki itu hanya mengikuti kemana langkah Lena. Melihat teman perempuannya itu yang berjalan jongkok menelusuri rak berisikan sabun. Memang aneh temannya ini, namun Doni tetap menyukainya bagaimanapun Lena bertingkah.

Langkah demi langkah dia lakukan, hingga pada akhirnya gadis itu tersandung kakinya sendiri, membuatnya tak sengaja terduduk di lantai. Doni masih memasang wajah datarnya ketika Lena menoleh ke arahnya dengan wajah polos. "Tidak usah melihatku," ketusnya.

Gadis itu dengan cepat menyelesaikan kegiatan belanja keperluannya. Sebenarnya juga tidak banyak yang ia butuhkan, hanya saja memang gerakannya yang sangat lambat. Barang belanjanya tidak seberapa, tapi waktu yang digunakan bisa untuk melakukan banyak hal.

-

-

-

Semakin mundur waktu Lena yang seharusnya ia gunakan untuk mandi. Dan saat ini, dirinya tengah bersama Doni, duduk di depan minimarket dengan es krim yang menjadi pengisi perut keduanya. Tidak, jika dilihat lebih dekat, hanya Lena yang tidak bisa melepaskan dinginnya makanan manis itu dari lidahnya.

"Cepat, kau ingin berbicara apa?"

"Tidak ada," dia membuang es krim yang belum habis ke dalam tempat sampah. "Aku hanya ingin bertanya kemana kau pergi setelah bersamaku? Itu saja," pungkasnya.

Tepat pada gigitan terakhir, Lena membuang sampahnya dan berniat untuk menjawab pertanyaan temannya itu. "Kemarin atasanku ingin menemuiku. Jadi, aku langsung pergi menemuinya," jawabnya sembari membersihkan telapak tangannya menggunakan tisu. "Tapi, bagaimana kau tahu?"

"Kemarin aku bertemu dengan Mina, dia pikir aku sedang bersamamu," jelas Doni.

Lena sama sekali tak menimpaku apapun, ia justru terlihat abai. Dan selepas beberapa saat keduanya terdiam, Lena berdiri dengan tangan yang menenteng plastik belanjanya. Ia menoleh sekilas ke arah temannya sebelum melambaikan tangan dan pergi meninggalkan Doni seorang diri. Padahal terdengar jelas saat Doni memanggil namanya beberapa kali, lantaran merasa bingung ditinggal begini, namun Lena hanya tersenyum tanpa memutar tubuhnya, seolah ia tak mendengar panggilan itu.

Beberapa meter ia berjalan dan menoleh ke belakangnya sejenak, Lena tidak melihat adanya Doni. Lagipula sudah tidak ada yang perlu dibicarakan. Kedua manik Lena melihat ke arah kakinya yang mengenakan sandal, berjalan di jalan bebatuan. Secara mendadak, ia berhenti saat melihat kaki bersepatu merah marun berada di depannya. Gadis itu sontak mematung dengan kedua alis yang terangkat bersama.

"Kak Sena?"

Entah ada apa, kakak kandungnya mendatangi lebih dulu dan tidak nampak ingin menghindari Lena lagi. Sena tampak seorang diri, Lena rasa memang kakaknya ini sengaja menemuinya. Pun gadis itu langsung mengajak sang kakak ke tempat yang tidak terlalu ramai untuk diajak berbicara. Rasanya agak canggung, karena beberapa tahun tak pernah bertemu, dan saat ini keduanya duduk bersebelahan. Lena juga bingung bagaimana memulai pembicaraan dengan kakaknya.

Sejak duduk di sini, bibir Lena sudah bergerak tanpa suara. Bingung dan canggung bercampur aduk disaat ia tak berani menatap manik kakaknya sendiri. Namun, setelah ia menemukan kalimat pertama obrolan mereka, kakaknya menyela lebih dulu.

"Bagaimana kabarmu?" tanya sang kakak.

"A-aku baik-baik saja," jawab Lena sedikit gugup. "Bagaimana dengan kakak dan keluarga?"

"Baguslah, jika dirimu baik-baik saja. Aku ke sini hanya ingin memastikanmu saja," timpal Sena dan langsung bangkit meninggalkan sang adik tanpa kalimat perpisahan. Tunggu dulu, Lena tadi sempat berpikir jika dirinya akan berbincang dengan sang kakak, tapi baru saja kakaknya pergi lagi. Bahkan, Lena saja belum tahu kabar tentang kakaknya dan juga keluarga kecil kakaknya.

Gadis itu masih terdiam pada posisinya, hanya memperhatikan langkah demi langkah Sena yang menjauh dari daerah ini. Lena masih bertanya-tanya, sebenarnya apa yang terjadi pada kakaknya, hingga membuat kakaknya menjauh dari Lena. Dua gadis ini nampak menyedihkan sekali rupanya. Tak lama, Lena pun berdiri dan berjalan ke kostnya dengan perasaan yang berantakan. Presensi kakaknya sudah hilang, sedikitpun tak ada yang terlihat dari sini.

"Untuk apa menemuiku jika berakhir begini," cicitnya merasa kesal.

Lena memasuki kamarnya, ia terkejut melihat kantung plastik berwarna putih berada di dekat tempat tidurnya. Dirinya duduk sembari membuka, terdapat catatan kecil diatas kotak nasi berwarna biru muda itu.

'Walaupun sedang dalam masa sulit, kau tetap harus makan enak'

Adalah kalimat yang tertulis pada catatan kecil itu. Gadis itu kembali keluar kamar, melihat ada Mina yang masih berada di ruang tengah, Lena ingin memastikannya jika makanan itu berasal dari sang kakak. Dan benar saja, teman satu kostnya itu memang mengatakan jika ada seorang wanita yang membawakan makanan itu untuk Lena. Senyuman gadis itu langsung terukir, ia sangat bahagia pada perhatian kakaknya ini.

Terimakasih—batinnya.