webnovel

Mengingatkannya

Sembari memegang bukunya, Lena berjalan turun dari lantai tiga gedung fakultasnya. Rencananya, Lena ingin membeli makan siang untuk hari ini sebelum ia pergi menuju tempat kerjanya. Minggu depan, Lena akan ujian, mungkin ia ingin meminta waktu pulang lebih awal dari kafe Jay. Jika setiap harinya harus pulang diatas jam delapan malam, ia rasa waktu untuk belajar dan berisitirahatnya sangatlah kurang. Lena khawatir tidak fokus mengerjakan ujiannya.

Jika diperhatikan, Lena selalu berjalan seorang diri. Tak ada satupun teman perempuannya yang selalu bersamanya, seperti mahasiswi lainnya. Bukan karena ia menginginkannya, namun setelah ia mulai hidup seorang diri, Lena menyadari satu hal jika ia sama sekali tidak dianggap oleh lingkaran pertemanannya. Dan itu membuatnya semakin lama membenci pertemanan dengan perempuan.

Sebuah roti berada di mulutnya, ia sengaja membiarkannya lantaran tangannya sedang digunakan untuk membuka lembaran buku yang ia baca. Pandangannya terlalu fokus pada bacaan buku itu, hingga membuatnya tidak sadar jika baru saja menabrak seseorang yang membuat bukunya juga terjatuh ke lantai. Namun, entah sadar atau tidak, secara tiba-tiba Lena mengucapkan kalimat yang pernah ia katakan pada kejadian sebelumnya.

"Aku akan membayar biaya servisnya," kata Lena secara spontan.

Gadis itu berdiri sembari mengambil bukunya serta ponsel milik orang yang tak sengaja ia tabrak itu. Ketika Lena mengamati ponsel itu, tak terdapat bagian lecet ataupun rusak, lantas ia berikan ponsel itu pada pemiliknya. Dirinya menyuruh pemilik itu untuk memeriksanya sebelum pergi, karena Lena tidak ingin ia memiliki rasa bersalah jika ternyata terdapat ada kerusakan. Beruntung orang tersebut mengatakan jika ponselnya baik-baik saja, Lena sangat lega saat mendengarnya.

Sekali lagi Lena mengucapkan rasa maafnya karena tidak sengaja menabrak orang itu. Masih berdiri di tempat itu setelah ia merasakan sesuatu yang janggal pada dirinya. Tangan kanannya memegang kepala, kedua alisnya berkerut, "Akhir-akhir ini aku mengalami deja vu," gumamnya.

Selang beberapa detik, dirinya kembali berjalan keluar kampus guna mencari taksi agar bisa menuju kafe milik Jay. Di dalam taksi pun ia masih mencoba untuk menghilangkan kebingungannya saat mengalami deja vu. Rasa ingin melanjutkan membacanya pun hilang seketika, bukunya dimasukkan ke dalam tasnya, lantas mengalihkan pikirannya dengan bermain ponsel.

-

-

-

Taksi yang Lena tumpangi akhirnya berhenti beberapa meter sebelum kafe Jay, Lena sengaja menghentikannya di sana, karena akan ada karyawan lainnya yang menatapnya tidak suka melihat Lena berangkat kerja menggunakan taksi. Padahal, jika dibandingkan, karyawan lainnya datang ke kafe menggunakan kendaraan pribadi. Seharusnya memang Lena yang iri, namun tak akan ada habisnya jika ia terus-terusan iri dengan orang lain. Mendapat pekerjaan yang bagus seperti ini saja, Lena sudah sangat berterima kasih pada Jay yang sudah menawarkannya.

Lena memasuki kafe melalui pintu belakang, tadi ia lihat sekilas jika ada banyak pelanggan yang berdatangan, tidak baik jika seorang pegawai yang berangkat siang seperti Lena ini dilihat oleh pelanggan, yang ada ia akan menghancurkan usaha milik Jay ini.

Baru saja selesai mengganti pakaiannya, Lena terkejut saat diberikan alat pel dari salah satu karyawan. Dia hanya bisa menghela nafas sebelum akhirnya berjalan untuk membersihkan tempat yang tadi ditunjuk oleh karyawan itu. Dalam batinnya, ia hanya merutuk tidak jelas, jika bekerja di tempat ini diperlukan mental yang kuat, apalagi jika pegawai setengah hari seperti Lena ini. Tidak selalu menjamin mendapat perlakuan yang baik.

Sesuai dengan perintah yang diberikan, Lena membersihkan sisi kafe yang kosong dan sedikit berdebu akibat jarang dipakai. Ia diberikan perintah begini karena untuk berjaga jika akan ada pelanggan lagi yang datang dan tidak mendapatkan tempat di bagian depan. Dan benar saja, beberapa saat sebelum Lena selesai membersihkan, ia mendapat kabar dari karyawan lainnya jika akan ada pelanggan yang datang, dam selanjutnya tugas Lena adalah melayani.

Detik itu juga Lena mematung saat menyaksikan ada tante dan juga Rana yang datang. Dengan sedikit kaku, ia menunjukkan meja untuk tante dan sepupunya itu. Baru bertemu beberapa menit saja, Lena sudah merasakan aura yang tidak enak ketika melihat tatapan kedua wanita itu yang lebih tajam daripada biasanya. Pasti ia akan disalahkan lagi, dan melihat Rana yang menuduh Lena tanpa alasan.

"Ingin pes—"

"Dasar keponakan tidak tahu terima kasih," ketusnya saat memalingkan wajah dan mengibaskan kipas tangannya.

Lena kembali menurunkan pulpen dan catatan pesanan, dirinya mengulum bibir dan menyimpan rasa kesalnya dalam-dalam. Baik di kost ataupun di tempat kerjanya, Lena hanya perlu melawan dengan ketenangan. Gadis itu tetap berusaha untuk tersenyum sembari menunggu mereka menyebutkan pesanan mereka.

Beberapa menit ketiganya saling terdiam, sampai akhirnya Rana mengucapkan salah satu menu di kafe ini, dia juga menyarankan menu pilihannya pada sang ibu. Barulah Lena bisa pergi dari sana. Tepat setelah ia membalik tubuhnya, Lena sedikit tersenyum miring, karena tante dan sepupunya itu pasti tidak tahan melihatnya.

Lena berjalan menuju dapur, ia memberikan lembaran itu dan menempatkan diri pada kasir. Dirinya terduduk sembari memandang tante dan sepupunya dari kejauhan, melihat bagaimana dua wanita itu mengamati setiap sudut ruangan tempat mereka duduk. Mendadak ia teringat tentang Jay, baik Rana maupun tantenya, mereka berdua sama-sama belum pernah bertemu atau sekadar melihat Jay. Pilihan sepupunya itu bisa saja berubah ketika melihat Jay, karena itu Lena sedikit mengintip ke arah ruangan atasannya. Dia sendiri juga tidak tahu, apa ada orang di dalam ruangan itu.

Kakinya sedikit demi sedikit melangkah maju mendekati ruangan Jay, namun tinggal sedikit lagi terlihat bagian dalam, karyawan lain mengejutkannya ketika menyuruh Lena membawakan pesanan milik Rana dan tantenya. Ia menerima nampan berisi dua minuman itu, membawanya dengan senyuman tipis. "Silahkan," ucapnya.

Selepas meletakkan minuman di atas meja, Lena berniat untuk pergi, namun suara tantenya membuat dirinya harus tetap tinggal. Dia meletakkan nampan di depan tubuhnya, bersikap sopan pada saudara sekaligus pembeli di kafe ini.

"Kau seharusnya tidak langsung pergi begitu, sebelum kau bisa mempertemukan kami dengan atasanmu itu," kata tantenya.

Boro-boro mempertemukan mereka, melihat keberadaannya saja belum Lena dapatkan. "Maaf, tante, tapi Lena tidak tahu apakah Jay berada di ruangannya atau tidak," jawab Lena dengan jujur.

"Kalau begitu, biarkan Steve yang menggantikannya," sela Rana.

Masih berusaha sabar, Lena membuang nafasnya panjang. Gadis itu sedikit membungkukkan tubuhnya, dan berbicara dengan lirih. "Dia tidak datang ke kafe hari ini," lantas Lena kembali menegakkan tubuhnya, kembali memasang senyuman seorang karyawan. "Mungkin lain waktu kalian bisa datang ke sini lagi," katanya lagi.

"Hubungi dia untuk datang ke sini," tantenya memberi jeda pada ucapannya. "Jika kau tak ingin aku usir dari kost,"