webnovel

Let's Make a Deal

Tidak tahu darimana dia mendapat keberanian ini, akhirnya Lena berhasil mengambil keputusan yang sudah lebih dari seminggu ia pikirkan matang-matang. Walaupun masih ada rasa khawatir, Lena mencoba untuk melawannya. Apa yang ia lakukan berdasarkan keputusannya ini, adalah awal dari perubahan hidupnya yang ingin menjadi lebih baik daripada yang ia alami saat ini. Lena hanya ingin adanya perubahan dalam hidupnya.

Dengan setelan pakaian yang santai, Lena berjalan menuju rumah berwarna oren yang terletak tidak jauh dari kos-nya. Ukuran dari rumah itupun lebih besar, terdapat mobil hitam juga di sana. Melihat jam tangannya, ia rasa saat ini masih belum terlalu malam untuk bertamu ke rumah itu. Semoga saja, tantenya juga masih mau menerima kedatangannya dimalam hari seperti ini.

Lena berdiri didepan gerbang berwarna hitam, tangannya sudah merasa dingin saat menyentuh handle pintu gerbang. Kedua matanya sedang bergerak mencari bel rumah ini, yang rupanya terletak diujung sebelah kanan. Dia menarik nafasnya panjang sebelum menekan bel itu sebanyak dua kali. Lena memutar tubuhnya, melihat sekeliling lingkungan ini yang terlihat sangat sepi.

Tak lama, dia mendengar seseorang yang membuka pintu rumah. Itu adalah anak perempuan tantenya. Namanya Rana. Sifatnya juga tidak jauh beda dengan ibunya, hanya saja Rana memiliki rasa kemanusiaan yang lebih dibandingkan ibunya sendiri.

"Ada apa?" tanya Rana ketus.

Lena memutar bola matanya serta menghembuskan nafas. Dia tersenyum terpaksa saat melihat Rana yang berjalan ke arah gerbang. "Aku ingin bertemu dengan ibumu. Ada yang ingin aku bicarakan padanya," ucap Lena.

Walaupun dengan tatapan yang tidak suka, Rana membukakan pintu gerbang itu, dan menyuruh Lena untuk masuk ke dalam rumahnya. Dia disuruh untuk duduk di ruang tamu, selagi menunggu Rana memanggilkan tantenya, Lena menepuk-nepuk pelan pahanya sendiri, lantaran tidak ada hal yang bisa ia lakukan di sana. Lena juga sedang mencoba untuk menenangkan diri sebelum berbicara pada tantenya. Ia yakin, ini bukanlah perkara mudah untuk meminta izin.

Detik setelahnya, Lena mendengar seseorang yang berjalan ke arah ruang tamu. Itu pasti tantenya, dan dia langsung menegakkan tubuh disertai dengan senyuman tipis. Kedua telapak tangannya tertutup rapat diatas lutut. Saat presensi tiba dan duduk, Lena masih tersenyum tipis ketika akan memulai pembicaraannya.

"Aku tidak suka basa-basi, jadi jelaskan apa tujuanmu ke sini," kata tantenya. Tidak kalah ketusnya seperti Rana tadi.

Lena menaikkan kedua alisnya singkat, "Begini tante, jika boleh Lena ingin tidak bekerja selama satu bulan di minimarket milik tante, karena—" ucapan Lena langsung terpotong begitu saja oleh tantenya.

"Memangnya siapa kamu?! Tidak bisa semudah itu untuk keluar begitu saja. Ingat ya, tante menyuruh kamu bekerja di minimarket itu, karena tante masih memiliki rasa kasihan terhadap kamu. Jangan berlaku seenaknya, mentang-mentang ini tante kamu," cerocosnya. Pandangannya terkesan tajam dan selalu menghindar dari keponakannya. "Memangnya, apa alasanmu ingin keluar begitu?" tanyanya.

Harus banyak bersabar jika sudah berurusan dengan tantenya ini. "Teman Lena menyuruh Lena untuk bekerja di kafenya, dan—" lagi-lagi ucapannya terpotong.

"Teman yang mana? Doni maksudmu? Tante tidak percaya, jika Doni memiliki kafe," cerocosnya lagi, kali ini terkesan meremehkan Doni.

"Bukan, tante. Ini teman Lena yang saat itu pernah datang ke minimarket,"

Tepat setelah Lena menyelesaikan kalimatnya, tantenya langsung terdiam, dan kedua alisnya saling bertautan. Dia menoleh kearah putrinya yang berdiri tepat di sisi kanannya. Kembali melihat ke arah Lena dengan perubahan wajah yang terlihat lebih lembut. Bahkan, juga tersenyum pada Lena.

"Maksudmu, dua laki-laki keren itu?" tanyanya dengan suara lembut.

Ah iya, Lena baru ingat, jika tantenya ini sangat bersemangat ketika melihat Jay dan Steve. Lantas, Lena menjawabnya dengan anggukan kecil.

"Kalau begitu, tante akan mengizinkan kamu untuk berhenti bekerja di minimarket itu, sesuai dengan apa yang kamu katakan tadi," wanita itu menjeda kalimatnya, dia menarik pergelangan tangan kiri putrinya untuk ikut duduk disebelahnya. "Asalkan, kamu mau mendekatkan Rana dengan salah satu dari mereka," lanjutnya.

Jujur saja, saat ini Lena sedang membayangkan dirinya sedang menepuk dahinya sendiri. Bagaimana bisa dia mendekatkan Rana dengan salah satu dari dua laki-laki itu? Dekat dengan mereka saja, tidak ada niatan dalam diri Lena. Yang benar saja tantenya ini. Namun, jika memang hanya menggunakan nama Jay dan Steve bisa mempermudah, mungkin tak apa jika ia iyakan saja permintaan tantenya itu.

Toh, tergantung mereka berdua yang ingin menerima Rana atau tidak—begitu batin Lena.

"Iya, boleh saja, tante," kata Lena yang langsung mengulas senyuman.

Dirinya langsung melihat ke arah Rana dan tantenya yang nampak senang saat Lena menyetujui apa yang diinginkan. Itu tidaklah penting baginya, intinya Lena bisa bekerja di kafe Jay selama satu bulan untuk melunasi hutangnya pada Jay dan Steve.

Selama hampir dua puluh menit, akhirnya Lena bisa kembali ke kos-nya. Dia baru saja menutup pintu gerbang dan berjalan meninggalkan rumah tantenya. Kedua tangannya masuk ke dalam saku jaket, lantaran merasakan hawa yang semakin dingin. Berjalan melewati jalanan yang sepi. Dia tidak takut, hanya saja dia ingin segera sampai dan menghangatkan tubuhnya dibalik selimut.

Akhirnya malam ini, dia bisa tidur dengan nyenyak, dan besok Lena akan menemui Steve untuk membicarakan ini padanya. Tidak ada yang dikhawatirkan tentang tempat tinggalnya. Walaupun nantinya dia akan melaju dengan jarak yang lebih jauh, Lena siap akan melakukannya. Demi uang, demi bertahan hidup, Lena sudah siap dengan pekerjaan barunya. Untuk beradaptasi, ia rasa akan dengan mudah berbaur bersama para karyawan di sana.

Sampai juga dia di kos-nya, Lena membuka pintu kamarnya dan menggantungkan jaketnya pada belakang pintu. Baru saja merebahkan diri, sebuah notifikasi memasuki ponselnya. Dia sempat geram, lantaran harus bangkit setelah ia merasa nyaman berada di kasurnya. Dengan terpaksa, Lena bangkit dan mengambil ponsel yang masih berada disaku jaketnya.

"Malam-malam begini, masih ada saja yang mengirimkan pesan. Kurang kerjaan sekali," racaunya.

Kendati begitu, Lena tetap membuka isi pesan yang berasal dari Steve. Ya, pesan itu berisikan peringatan jika Lena harus segera memberi jawaban atas tawaran yang diberikan Jay. Padahal, Jay saja tidak memberikan batas waktu untuk dia berpikir. Namun, pesan berikutnya mengatakan jika posisinya saat ini akan terancam. Wah, Lena langsung merasa sedikit panik, dan dia berkata jika akan memberikan jawabannya besok ketika mereka bertemu di kampus.

"Besok aku harus segera menemui Steve. Aku tidak mau jika penawaran itu jatuh ke tangan orang lain," ucapnya meyakinkan diri. Selesai itu, Lena segera merebahkan dirinya untuk tidur, agar tidak bangun kesiangan.