webnovel

Hanya Informasi

Langkah Lena baru saja terhenti di depan kost, namun yang membuat kedua alisnya tertekuk adalah pintu kost yang tidak tertutup. Sebenarnya, hal ini bisa saja terjadi, hanya saja dari luar tak nampak adanya tamu yang datang. Dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam, dari area ruang tamu Lena bisa mendengar suara tawa dari beberapa orang. Ia coba untuk dekati suara itu, sampai akhirnya menemukan sumber dari ruang tengah. Detik itu juga, Lena hanya bisa mematung dengan kedua bola mata yang sedikit membesar.

Sangatlah jarang terjadi, dimana ia melihat tante dan sepupunya berkumpul bersama para gadis penghuni kost lainnya. Apalagi melihat keakraban mereka yang asing bagi maniknya ini. Mencoba untuk mengabaikan, Lena bergerak menuju kamarnya, sayangnya tangannya baru memegang kenop pintu, seseorang memanggil namanya. Itu adalah suara tantenya. Batin Lena yakin, jika dunia di dalam kost ini sedang tidak baik-baik saja.

Dia memutar tubuhnya dan menghampiri semua orang yang tengah berkumpul. Dengan kedua tangan yang berada di depan tubuhnya—memegang plastik berisikan pepero. Lena memasang senyum paksaan, berusaha bersikap layaknya seorang gadis yang mudah berbaur. Sedikit terkejut saat tangannya ditarik agar duduk tepat di sebelah tantenya. Bisa dibilang, Lena tak memiliki ruang gerak saat sofa panjang yang mereka duduki ini diisi penuh oleh lima orang. Beruntung salah satu dari mereka ada yang berdiri dan mengambil kursi tambahan.

"Kenapa pagi tadi sudah pergi? Cepat sekali," tanya tantenya.

"Iya, tante. Lena sudah memiliki janji dengan teman," jawab Lena.

"Doni?"

Lena menggeleng dengan senyuman tipis, "Bukan, tante. Teman yang lain," jawabnya lagi.

Dilihatnya wajah sang tante yang berubah segar dalam sekejap. Bibir merah polesan lipstik itu tertarik di kedua sudutnya. Kepala tantenya mengangguk beberapa kali, lantaran mengerti dengan 'teman' yang dimaksud Lena. Itu juga karena Rana yang ingin didekatkan dengan salah satu dari dua laki-laki yang Lena kenal.

Melihat Rana dan Mina sekilas, entah kenapa pikiran Lena langsung terarah pada Steve. Dua gadis yang masih terlihat akrab itu sepertinya belum mengetahui jika bertemu dengan laki-laki yang sama. Diam-diam Lena menyimpan rasa penasaran akan kelanjutan mereka. Entah salah satu dari mereka tidak menyukai Steve, tapi satu hal yang Lena yakini, jika keduanya akan terkejut ketika mengetahuinya. Lena tidak akan mengungkapnya, hanya membuang waktunya saja.

Jujur saja, semakin lama obrolan yang terjadi diantara semua wanita ini semakin membosankan, Lena tidak kuat berlama-lama di tempat ini. Dia sampai memutar bola matanya jengah, dengan semua kebohongan yang diutarakan tante dan juga sepupunya ini. Hendak memeriksa waktu di ponselnya, Lena merasa sangat berterima kasih pada seseorang yang mengirimnya pesan untuk bertemu. Setidaknya, dia memiliki alasan untuk meninggalkan kost ini—terutama pada pembicaraan tidak masuk akal ini.

Dia berdeham sebelum akhirnya bangkit dan berpamitan pada semua orang. Lena tak akan mengatakan jika ini adalah pesan dari Jay, karena bisa dipastikan Rana akan didorong untuk ikut bersamanya. Ah, itu semakin membuat Lena tidak nyaman. Sepupunya itu akan membuatnya malu dengan mulutnya yang tidak bisa berhenti berbicara.

"Permisi, tante dan semuanya. Lena harus pergi, teman satu kelas Lena membutuhkan bantuan," pamitnya yang langsung berjalan keluar.

Lena sangat bersyukur karena Jay menyuruhnya menghampiri di kedai es krim dekat dengan gang kost-nya. Ditangannya masih membawa pepero yang berasal dari rumah Jay. Karena sama sekali tidak memiliki kesempatan memasuki kamar kostnya, alhasil semua pepero ini ia bawa lagi menjumpai pemilik aslinya.

Sejauh dua kilometer Lena berjalan. Memang jauh, namun bukan Jay namanya jika tidak menyusahkan Lena. Ya, walaupun kakinya terasa pegal, setidaknya setelah ini ia bisa makan es krim. Tepat di depan matanya, ia melihat mobil milik Jay yang terparkir. Sayangnya, laki-laki itu tidak berada di dalam kedai, melainkan di dalam mobilnya. Lenyap sudah keinginannya memakan es krim.

Lena berdiri di sisi kiri mobil Jay, mengetuk beberapa kali kaca mobil itu hingga terbuka. Jay menyuruhnya untuk masuk.

"Kupikir kau akan mengajakku makan es krim," kata Lena dengan sedikit kekecewaan.

Detik setelahnya, Lena terkejut saat melihat Jay meletakkan sekotak es krim tepat di atas pahanya. Butuh waktu beberapa detik untuk Lena terdiam, sebelum akhirnya tersenyum mendapatkan es krim. Diambilnya es krim itu dari dalam kantung dan memakannya bersamaan dengan Jay melajukan mobilnya. Entah dalam rangka apa ia di awa pergi seperti ini, akan Lena urus nanti. Saat ini, dia ingin menyegarkan tenggorokannya dengan es krim pemberian Jay.

"Itu tidak gratis," celetuk Jay tiba-tiba saat Lena baru saja memasukkan suapan pertamanya.

"Haruskah aku keluarkan dari dalam mulutku? Sebelum kutelan," sarkas Lena.

Terdengar dengusan singkat dari laki-laki yang tengah memutar roda setirnya, "Kau cukup membayarnya dengan informasi," balas Jay.

"Informasi apa?" tanya Lena.

Tak langsung dijawab, Jay menghentikan mobilnya secara tiba-tiba, membuat hampir Lena terlempar ke depan. Untung saja, tangan kiri laki-laki itu menahan pundak kiri Lena—walaupun membuat es krimnya sedikit tumpah di atas celananya.

"JAY!! KAU INGIN MEMBUNUHKU?!"

Gadis itu terlampau kesal pada atasannya ini, dia sendiri juga terkejut saat berkata begitu pada Jay. Seketika Lena pun langsung meredam emosinya, akan semakin bahaya jika Jay menggunakan pekerjaannya sebagai ancaman. "Maaf, pak," ucapnya lirih.

Jay menatap aneh gadis di sebelahnya, kedua alisnya tertekuk setelah mendengar Lena memanggilnya dengan sebutan itu. "Tiba-tiba?" herannya.

Masih dengan kepala yang tertunduk dan es krim yang ia pegang di atas paha, Lena bersuara lembut. "Bagaimanapun juga, kau tetap atasanku. Kumohon jangan gunakan pekerjaan sebagai ancaman," pinta Lena.

Gelak tawa lahir begitu saja, Jay melempar kepalanya pada jok. Padahal, sedikitpun ia tidak berpikiran hingga ke sana. Entahlah, sepertinya Lena ini adalah satu-satunya pegawai teraneh yang pernah ia terima di kafenya. Dirinya mengusap wajah sebelum menoleh ke arah Lena.

"Aku tidak tahu harus menyebutmu dengan sebutan apa," Jay menjeda kalimatnya, ia menelan ludahnya sebelum kembali bersuara. "Tapi, aku hanya ingin bertanya beberapa hal tentang dirimu. Tak ada kaitannya dengan pekerjaan," sambungnya.

Gerakan kepala Lena perlahan ke arah Jay, sekilas menatap manik sang atasan, lantas melihat ke lain arah. Ia beberapa kali mengangguk kecil guna mengiyakan ucapan Jay. "Baiklah. Apa yang ingin bapak tanyakan?" tanyanya dengan nada suara sedikit getir.

Laki-laki itu menyibak rambutnya ke belakang, dengan sikapnya yang kelewat tenang, ia melontarkan pertanyaan yang sedikit mengejutkan Lena. Karena bagi gadis itu, tidak biasanya orang lain menanyakan hal seperti itu padanya.

"Kapan tanggal lahirmu? Lengkap dengan tahunnya," tanya Jay tanpa melihat ke arah Lena.