webnovel

Penjaga hati Zara

Pernikahan mendadak itu harus terjadi antara Zara dan Aldi. sebuah kejadian yang tak sengaja membuat mereka terpaksa harus menikah. Bagi Zara itu semua demi harga dirinya tapi bagi Aldi ini saatnya ia pergi dari Aura! Sang pemilik resto berwajah tampan ini ingin mengakhiri perasaan yang lama menyiksanya. Perasaan cinta yang hanya dibalas dengan sebuah persahabatan. Namun siapa sangka, saat keputusan dibuat sang cinta malah datang menghampiri tanpa aba-aba. "kau yakin akan pergi dariku?? tidak bisa kau menungguku sebentar lagi.,." suara Aura bergetar ia tak sanggup lagi menutupi perasaan yang ia simpan lama. Perasaan yang hanya ia mau Aldi tau saat ia sudah meraih mimpinya. mimpi menjadi seorang designer terkenal. Siang malam ia berusaha sampai mengabaikan perasaan Aldi padanya. Tapi tak dinyana sang pujaan malah memilih gadis lugu berwajah sendu berusia 21 tahun yang bahkan belum menyelesaikan kuliahnya. Aldi goyah... rasa sesal, marah, kecewa bercampur jadi satu, sempat ia ingin meninggalkan Zara dihari pernikahan tapi ia terlanjur berjanji pada nyonya Almira ibunda Zara bahwa ia akan menepati ucapannya yang untuk menikahi Zara . "aku hanya akan menghentikan pernikahan ini jika kau yang ingin menghentikan" Zara menatap lekat pada pria yang akan ia nikahi besok lusa. Perlahan Aldi melepaskan cengkramannya. Gadis baik bunda itu terlalu baik untuk disakiti. Sementara cinta yang ia inginkan selama bertahun-tahun kini ada dihadapannya. Akankah Zara dan Aldi bisa hidup bersama??

Nurhayati_Effendy · 若者
レビュー数が足りません
142 Chs

pedih

Zara tertunduk lesu, sebisanya ia tidak menangis dihadapan Shanum dan Dimas.

"kakak lihat kamu juga bawa koper kesini?? kalian bertengkar..." selidik Shanum meraih jemari adiknya

"ah.. ngga kok kak.. aku hanya kangen kakak.. boleh ya malam ini aku disini.."

Shanum tidak bisa memaksa Zara bercerita, gadis itu pasti akan lebih memilih diam.

.

"biarkan saja.. suami istri bertengkar itu hal biasa.. nanti kalau Zara sudah mau cerita kamu suruh dia segera pulang..." ujar Dimas bijak "besok aku akan tanya Aldi apa yang terjadi antara mereka..."

"ya.. semoga mereka baik-baik saja..." Shanum tersenyum simpul.

bip! bip!

ponsel Dimas berdering, terlihat nama sipenelpon di benda persegi miliknya.

"panjang umur juga nih orang..." gumam Dimas segera menyahut Panggilan boss nya.

***

Dimas menghampiri Aldi yang sudah terkulai disofa sebuah club, pria penuh percaya diri itu nampak kacau sekarang. Melihat kelakuan bossnya yang tak biasa itu Dimas punya spekulasi sendiri,, mungkin masalahnya dengan Zara cukup membuatnya terpukul.

"kau terlihat seperti orang bodoh boss..." ledeknya pada Aldi yang sudah tidak sadarkan diri lagi, segera ia memapah tubuh Aldi kemobil. Terdengar beberapa kali pria mabuk itu mencetuskan nama Zara.

.

Tiba dirumah.

Dengan susah payah sambil memapah tubuh Aldi yang lebih berat beberapa kilo darinya Dimas berusaha merogoh kocek untuk mencari kunci, tiba-tiba mata pria itu terbuka.

"Dimas.. kau datang.. tapi Zara pergi.. dia pergi meninggalkan ku.. kau tau.. dia marah padaku..." lirihnya, tercium bau alkohol yang menyengat... Dimas menatap dengan tatapan prihatin,, melihatnya begini Dimas berani bertaruh pasti ada hubungannya dengan masalah hati atau soal cemburu.

Aldi berdiri sempoyongan, ia menarik kerah baju Dimas dan...

"aku.. aku.. hoeeekk.. hoeeeekk..."

"aarrgghh... sial...!!!" gerutu Dimas kesal menerima muntahan bossnya pada kaos baru yang dihadiahkan Shanum tadi, ingin rasanya ia lumatkan laki-laki dihadapannya!! kalau tidak ingat dia hidup dari gaji yang diberikan Aldi mungkin sudah habis ia Hajar bossnya saat ini!!

***

Sepasang mata Zara belum lagi terpejam, ia masih menatap kosong pada langit-langit kamar Shanum, Sudah lama rasanya ia tidak tidur bersama kakaknya.

Teringat sekilas kenangan saat pertama kali ia bertemu Aldi, saat indah ketika mereka menikah, lalu melalui hari-hari yang manis, walaupun sering tak sepaham. Dia bisa terima kalau Aldi belum bisa menerima kehadirannya sebagai istri, tapi ia tak terima dituduh seperti yang Aldi sangkakan padanya. Tanpa sadar air mata Zara meleleh.

"lihat ini..." Shanum menunjukkan foto yang dikirim Dimas kondisi terkini suami adiknya yang tampak kacau. Zara bangkit duduk dipinggir springbad. Ada kegelisahan menyelimutinya ketika potret Aldi terlihat jelas.

"apa.. kalian bertengkar hebat??" Shanum duduk disisi Zara "kamu bisa cerita sama kakak... sediikit saja bagi kesedihan kamu..."

Zara bersandar di pundak kakaknya, ia memilih bungkam... ia tidak mau kalau sampai keluarganya tahu tentang kondisi rumah tangganya dan Aldi yang tidak seperti rumah tangga pada umumnya.

"dengarkan kakak.. nanti kalau suami kamu jemput kamu harus ikut.. jangan lupa pesan bunda.. jadilah istri yang taat sama suami... marah boleh tapi jangan pernah meninggalkan rumah suami..." Shanum bertutur sambil merangkul si bungsu, sungguh sebagai kakak dia hanya ingin pernikahan adiknya akan terus bertahan selamanya.

Dalam dekapan sang kakak Sungguh ingin rasanya membagi semua yang ia rasakan kini... tapi biarlah, ia tak mau kak Shanum akan ikut sedih.

"ya sudah kalau kamu belum siap cerita,, berhenti menangis atau wajahmu akan terlihat lebih tua dari kakak..,," gurau Shanum menyeka airmata Zara. "ayoo kita tidur..."

"ya.. " angguk Zara menarik selimut.

***

Disisi lain

Esa saat ini lebih sering memberikan perhatian lebih pada istri muda yang sedang mengandung. Tak jarang ia menyempatkan diri untuk menemani Tyas dirumah atau sekedar memanjakan wanita itu. Semua yang terlihat didepan mata sungguh membuat Olivia makin tersiksa. Awalnya Tyas berhasil merebut perhatian momy, lalu ia coba menarik perhatian Olivia dan sekarang ia berhasil menarik perhatian Esa!

Dalam kamar yang kini sudah jarang ada obrolan kecil sebelum tidur,, kamar yang dulu hangat sekarang terasa begitu dingin dan hampa. Olivia yang dulu seakan pergi, Esa tahu.. luka yang ia toreh dihati istrinya begitu dalam.

"maaf Olivia.. aku membuatmu sakit.. aku harap suatu saat kau bisa pahami kenapa aku begini..." lirihnya mendekap tubuh sang istri yang tidur membelakangi nya. Tak ada sepatah katapun yang Olivia ucapkan.. Hanya lelehan airmata mewakili betapa pedih hatinya.

Bagi Olivia apa lagi yang harus ia pahami,, apa yang terlihat sudah cukup menjelaskan posisi dirinya yang belum bisa memberikan keturunan. Ia tak mampu berbuat lebih, karena sadar akan kekurangannya, biarlah rasa sesak memenuhi rongga dada asalkan ia tidak berpisah dari lelaki yang amat dicintai.

Yah!! mungkin inilah takdir wanita... harus bisa menerima nasib, jika ada saja kekurangan maka wanita yang akan selalu dipersalahkan, meski perasaan yang harus dikorbankan sekalipun!

.

.