webnovel

Ada Orang yang Selalu Sayang

"Kau benar tidak apa-apa, Anakku?" tanya Bram sembari memandang wajah Kinara yang malam ini telah ia undang untuk makan malam bersama. "Maafkan, Ayah, tapi Ayah memang sempat mendengar beberapa hal dari Isabela. Katanya gerai perhiasanmu dijadikan tempat pembalasan oleh suamimu. Kalau Isabela tidak lantas mengetahuinya setelah menyusulmu ke sana, kau tahu apa yang akan terjadi? Wartawan-wartawan itu akan semakin serakah dalam meminta penjelasan darimu, Kinara. Jadi, Ayah terpaksa mengirimkan beberapa orang untuk melindungimu."

Kinara masih bergeming, tetapi belum ingin melepaskan pisau dan garpu, sekaligus kesibukannya dalam mengiris steak dada ayam di piringnya. Hanya makanan itu yang bisa ia cerna, ketika perutnya justru bergolak kala menatap semangkuk besar nasi putih di atas meja makan. Namun, kini ada satu hal yang baru ia ketahui, tentang fakta mengenai Isabela yang juga menyusulnya ke gerai perhiasannya siang tadi. Sepertinya Isabela juga sempat panik dengan kepergiaannya yang tiba-tiba, setelah sekretarisnya itu sendiri yang mengatakan bahwa ada hal buruk yang sedang terjadi. Namun, entah mengapa Isabela tidak mengikuti Kresna untuk masuk dan mengatasi para wartawan tersebut. Mungkinkah karena perintah dari Bram?

"Kau tidak harus turun tangan sendiri jika ada suatu masalah, Kinara. Ayah dan ibumu masih ada untukmu, Nak," lanjut Bram. "Kami tidak akan membiarkanmu menderita sendirian."

"Tidak, Ayah! Saya sama sekali tidak menderita," tukas Kinara. Meski sudah kepalang basah, ia tetap ingin menyembunyikan sejumlah luka serta dendam yang sudah mendiami nyaris seluruh hatinya. "Saya hanya berniat untuk melepaskan Abimana dari segala kerja sama apa pun. Dan sebelum Abimana mendapatkan aset tersebut, saya harus bertindak lebih cepat. Gerai dan rumah tidak tercatat di dalam surat perjanjian pra-nikah. Kedua aset itu bisa Kinara tuntut."

"Kinara, Ayah sudah memahami situasimu, Nak!"

Bram memang nyaris mengetahui segalanya. Ya, benar. Ia sempat ke kantor Kinara, tetapi tidak menemukan keberadaan putrinya itu. Ia pun gagal menghubungi Kinara yang entah ada di mana. Oleh sebab itu, ia langsung bergegas menghubungi Isabela selaku sekretaris pribadi dari putrinya itu.

Ketika Isabela sudah menerima panggilan via suara dari Bram, barulah wanita itu membeberkan kejadian yang sedang terjadi di gerai. Detik itu juga, Bram berkata akan mengirimkan sejumlah pengawalnya untuk menghalau pergi para wartawan. Sementara itu, Isabela harus berkenan untuk menghadiri undangan tak resmi dari Bram untuk datang ke salah satu kedai kopi. Berkat pertemuannya dengan Isabela dan tanpa se-pengetahuan Kinara, Bram mengetahui beberapa hal yang tak ia ketahui sebelumnya, karena Kinara selalu berniat untuk menyelesaikan segala hal sendirian.

"Kami tahu maksudmu, Kinara. Entah kau benar-benar terluka atau tidak, kau tetap harus mengandalkan Ayah dan Ibu, Kinara. Kau tidak memiliki siapa pun selain keluargamu sendiri, Nak." Meysa akhirnya mengambil suara, mengatakan pendapatnya yang tidak ada bedanya dengan pendapat suaminya. "Kami akan mendampingimu. Jangan rahasiakan segala kesulitanmu untuk kasus ini saja, Putri Ibu."

"Ba-baik, Ibu," sahut Kinara.

Kinara merasa senang di sela-sela kegetiran yang menangkup dirinya saat ini. Ia memiliki orang tua yang masih memedulikannya. Tak peduli tentang situasi satu tahun yang lalu, di mana ayahnya justru mencetuskan ide untuk menikahkan dirinya dengan Abimana. Kinara harus paham. Mungkin ayahnya tidak pernah menyangka jika Abimana yang tampak layaknya pria kompeten dan berkelas justru memiliki segudang sifat buruk, bahkan sampai tega melakukan perselingkuhan. Bram selalu selektif, dan Kinara selalu memercayai pilihan ayahnya itu. Mungkin Abimana—lah yang terlalu pandai dalam bersandiwara. Tidak ada yang perlu Kinara salahkan, selain Abimana yang sudah tega mencuranginya.

"Ayah, Ibu, besok akan ada sidang lagi. Dan saya harap besok merupakan persidangan terakhir untuk mengambil putusan cerai. Dan hak mengenai kepemilikan rumah. Pengacara Kresna akan melakukannya dengan baik, dan saya yakin perceraian bisa diputuskan secara resmi. Mungkin tinggal menyelesaikan persoalan gerai yang masih lebih sulit, karena Abimana tidak berkenan menyerahkan aset tersebut sepenuhnya pada saya selaku CEO dari Diamond Palace. Namun, sesulit apa pun itu saya akan berusaha untuk memiliki aset tersebut secara sepenuhnya. Untuk saat ini saya perlu mengutamakan perceraian saya terlebih dahulu," jelas Kinara. Ia menjelaskan dengan ekspresi yang serius, suara lantang, dan tersisipi ketegasan.

Sementara Bram dan Meysa menjadi pendengar yang baik. Mereka tidak membantah, mungkin harus membantu. Kinara bukan orang yang mudah berencana, tanpa pemikiran yang panjang. Perebutan gerai perhiasan dan rumah pasti sudah ada pertimbangan.

Malam ini Angga tak ada di sana, karena sudah berangkat ke Amerika untuk melanjutkan pendidikan sejak dua hari yang lalu. Sayang sekali, karena Kinara tidak bisa melepas kepergian adik angkatnya itu ke negeri Paman Sam tersebut. Nilai positifnya, Angga tidak perlu mendengar semua pembahasan kurang menyenangkan pada sesi makan malam saat ini.

Lalu, Kinara tersenyum untuk membuktikan bahwa dirinya baik-baik saja. Sayangnya, usaha Kinara tidak berhasil, sebab kedua orang tuanya sudah mengetahui beberapa hal yang tak semestinya. Mulai dari kedatangan Abimana ke Diamond Palace yang ternyata hanya untuk melabrak Kinara, setelah Kinara menuntut atas hak milik gerai perhiasan. Ditambah dengan tragedi diskon besar-besaran di gerai itu, dan menurut perkataan Isabela keadaan tersebut merupakan ulah dari Abimana. Pasti Kinara lelah sekali. Meski begitu, Kinara tidak pernah ingin terlihat menderita sama sekali.

Anak yang malang, batin Bram penuh penyesalan.

***

Terhitung dua kali, rencana Kresna harus gagal. Gaun yang sudah ia beli masih tersimpan rapi di dalam paper bag dan masih berada di mobilnya. Kasus Kinara dan Abimana sukses membuat Kresna kerepotan, bahkan ia sampai melupakan segalanya. Termasuk dengan ... ulang tahun seseorang yang sangat berharga baginya. Ulang tahun Pristianti, selaku ibu kandung Kresna yang sudah menjadi janda sejak Kresna masih berusia belia.

Kresna sangat menyesal karena selalu melupakan agenda penting itu setelah menjadi seorang pengacara. Ibu yang membesarkannya dengan baik dan rela mengorbankan banyak hal, justru ia abaikan demi mengurus wanita lain bernama Kinara Dewi Pradipta, si wanita yang kaku, galak, dan egois. Wanita yang memiliki sifat jauh berbeda jika dibandingkan dengan sifat ibunya.

Oh, mengingat akan kedurhakaannya tersebut, Kresna sampai tidak berdaya untuk melangkahkan kaki ke rumah sang ibu yang sederhana. Rumah satu lantai yang jauh jika dibandingkan dengan kemegahan istana milik Kinara. Bahkan mungkin apartemen yang Kresna sewa selama menjadi pengacara masih jauh lebih indah. Namun, ibunya justru tidak pernah ingin pindah. Katanya ada banyak kenangan yang sulit dilepaskan.

Di teras rumah itu, terdapat warung kecil yang menyajikan nasi dan sayur matang setiap pagi menjelang. Pristianti memang membuka usaha kecil-kecilan setelah sempat bekerja sebagai buruh pabrik sampai Kresna lulus kuliah dan tak lagi membutuhkan banyak biaya. Dan meski tetap mendapatkan pembiayaan dari sang bunda, Kresna tidak ingin banyak bermanja-manja. Ia pun sempat bekerja paruh waktu untuk membayar biaya yang ia mampu.

"Ah, kalau mengenang masa lalu, aku memang harus berterima kasih pada ibuku. Ibu memang paling baik. Satu-satunya wanita yang lembut di dunia. Berbeda dengan klienku yang satu itu," ucap Kresna lalu tertawa. "Ibu, Kresna pulang!"

Kresna memutuskan untuk menapakkan kaki ke teras rumah itu. Dan detik berikutnya, ia bergegas untuk mengetuk pintu. Ia harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Meski esok pagi ia harus berangkat setelah subuh, maklum jarak antara rumahnya dengan firma hukum serta perusahaan Kinara cukup jauh, setidaknya menghabiskan waktu satu setengah jam, apalagi ketika macet mungkin bisa dua jam. Dan Kresna tidak ingin terlambat. Bisa-bisa Kinara murka lagi terhadapnya yang selalu dianggap lancang.

"Putra kesayangan kok pulang tidak kabar-kabar?" Pristianti akhirnya muncul, dan memberikan sahutan atas ucapan salam dari sang putra. Detik berikutnya, ia menarik lengan Kresna untuk masuk ke dalam rumah yang sederhana.

***