webnovel

Perasaan Yang Kacau

Setelah Dimas dan Zian keluar, tinggalah Ana dan Alvin di ruangan itu yang terdiam kaku.

"Aku harus pergi". kata Ana tanpa melihat ke arah Alvin.

Belum saja Ana melangkah Alvin memeluknya dari belakang, seketika itu Ana kaget dan terdiam, karena pelukan Alvin membuatnya hanyut ke masa lalu dimana dia pernah berada dan selalu merasa nyaman dan aman dalam pelukan Alvin bahkan sekarang pun rasa itu masih sama.

"Zian anaknya kak Elisya dan Kevan, dia keponakanku". bisik Alvin dengan nada suara lembut.

Hati Ana yang tegang dan hancur langsung merasa lega. "Terimakasih sudah memberiku kesempatan memelukmu". lanjut Alvin.

Dua menit kemudian Ana tersadar, dan bergegas melepas pelukan Alvin.

"Apa yang kamu lakukan, lepasin aku! karena saya harus pergi, hari ini ada mata kuliah saya". kata Ana ketus.

"Aku antar kamu ke kos". tawar Alvin.

"Kos? kamu tau kos ku? wah ... Kamu memang hebat. Tapi, maaf aku bisa pulang sendiri naik taxi". ucap Ana sambil tersenyum pahit. Setelah itu dia bergegas pergi meninggalkan rumah sakit setelah mengganti pakaian nya.

Melihat penolakan Ana, hati Alvin seperti teriris, dia melihat kebencian di mata gadisnya itu, api kebencian yang nampaknya sulit untuk di padamkan. Alvi pun tidak berusaha menahan Ana lagi karena dia tahu watak Ana.

"Ana aku salah, maafkan aku, aku mohon beri aku kesempatan menjelaskannya..!". Batin Alvin sambil menatap Ana lewat jendela, dia sudah berjalan keluar dari rumah sakit, dan menunggu taxi.

Dia ingin memaksanya, tapi dia tidak ingin menyalakan Api kebencian yang lebih besar lagi di hatinya.

Sementara itu di dalam taxi, Ana tidak bisa menahan air matanya, dia terbayang akan Alvin yang tiba-tiba muncul di hadapannya setelah delapan tahun.

"Ya Allah apa rencanamu padaku? aku sudah melupakan Alvin seiring aku mengikhlaskan kematian anak ku, kenapa dia harus kembali sih?". Batin Ana sembari menyeka air mata nya.

Saat dia menikmati perasaan nya yang rumit Ana dikejutkan dengan getaran handphonenya. Ana pun langsung memeriksa ponsel nya dan ternyata itu pesan dari Ibu nya. Ana pun langsung membuka nya.

"Ana pulanglah ke rumah kita perlu bicara!".

"Iya bu".

Setelah membalas pesan itu, Ana meminta taxi berbalik arah untuk menuju kediaman keluarga ibunya.

Kediaman keluarga.

Beberapa saat kemudian Ana sampai di depan rumah keluarga Hadi, setelah mengucap salam, Ana masuk menuju ruang tamu, di sana sudah ada ibu, nenek, ayah tiri dan saudari tirinya. Dia duduk di samping Ibu nya seraya bertanya, "Bu, ada apa kau memanggilku kesini?".

Belum sempat Ibu nya menjawab, Nenek nya menyela nya dengan Ekspresi gelap dia menodong Ana dengan pertanyaan yang mengerikan.

"Perbuatan kotor apa yang kamu buat sehingga Aldi meninggalkanmu di hari pernikahanmu hah?". tanya Nenek dengan suara meninggi.

"Kamu harus bersyukur, janda sepertimu bakal dinikahi oleh pewaris kaya, yang akan mengangkat derajat keluarga, tapi apa sekarang, kau malah melempar kotoran ke wajah kami". sambung Shasa mencoba memperkeruh suasana.

"Ibu, Shasa ini bukan salah Ana, justru Aldi lah yang berbuat kotor". ucap Tuan Hadi mencoba membela Ana.

Ekspresi Nenek menjadi semakin gelap mendengar putra nya membela anak tirinya.

"Apa? kamu masih membelanya? apa kamu tidak sadar juga, saham perusahaan turun drastis itu karena perempuan ini". teriak Nenek sambil menunjuk ke arah Ana.

"Bukan begitu, Tapi, ....". belum sempat Tuan Hadi menyelesaikan perkataan nya, Nenek langsung menyela perkataan nya dengan berkata, "Sudah lah, kamu lebih baik diam!".

Mendengar ocehan Nenek, Ana hanya diam, dia tau kalau keluarga ayah tirinya tidak pernah menerimanya dan selalu berusaha mencari kesalahannya agar dia segera dikeluarkan dari garis keluarga besar Hadi. Setelah lama terdiam Ana menatap Ibunya dan mengabaikan ocehan Nenek.

"Ibu aku akan pergi, jaga kesehatanmu kalau kau butuh aku, jangan ragu untuk memberitahuku!". ucap Ana seraya mencium punggung tangan Ibu nya.

"Lihat..!". suara Nenek tua itu mulai meninggi. "Anak macam apa ini, mau langsung pergi tanpa memberikan penjelasan atas kesalahannya". lanjut Nenek dengan geram melihat sikap Ana.

"Sudahlah..! nenek tenang saja kan masih ada Shasha yang pastinya tidak akan mengecewakan nenek, ketika aku dan kak Bojez nikah nanti maka semua akan baik-baik saja, keluarga Bojez kan jauh lebih kaya dari keluarga Aldi, jadi biarkan anak tidak tau diuntung ini pergi, toh juga dia sudah mencoreng nama baik keluarga kita". ucap Shasha sembari menatap jijik ke arah Ana.

"Sha, diam kamu..!". Pak Hadi memberikan tatapan mematikan kepada Shasha.

Setelah lama terdiam akhirnya Ibu Aida membuka mulut dan menatap kearah suaminya. "Shasha benar, Ana tidak perlu kamu bela".

Mendengar kata ibu tirinya Shasha merasa menang, dia tidak hanya berhasil membuat Ana diusir keluar tapi juga dia berhasil mengambil Ibu nya.

Ana hanya menghela nafas dan menenangkan dirinya, setelah itu dia menoleh ke arah Tuan Hadi seraya berkata. "Ayah terimakasih sudah merawatku selama 6 tahun ini. Nenek maaf jika saya selalu membuat salah, dan untuk Ibu nanti kalau aku tidak sibuk aku pasti akan kembali untuk melihatmu".

Ana menatap lekat wajah ibu nya, dan mencium punggung tangan Ibu nya lagi sambil meneteskan air mata dan berkata. "Bu maaf jika Ana salah!".

Ibu Aida hanya diam mematung, sejujurnya hatinya pilu melihat anak perempuannya terus dihina dan menderita, dia sampai berfikir apakah anaknya tidak pantas bahagia, demi Ana dia terpaksa harus memihak Shasa agar Ana bisa bebas dari keluarga Hadi dan dia ikhlas Ana menjalani hidupnya tanpa aturan lagi.

Ana tahu betul kenapa ibunya bersikap acuh, dan dia tahu kalau semakin lama dia ada di sana ibunya pasti akan semakin terluka mendengar penghinaan Nenek dan Shasa, karena Ibu nya sangat mencintainya dia tahu betul untuk itu.

Setelah mengatakan itu, Ana bergegas pergi meninggalkan kediaman keluarga Hadi dengan perasaan kacau.