webnovel

Pelangi di Ujung Nadi

"Aku ingin menjadi pelengkap dalam warna pelangi itu" Amara adalah gadis yang ceria dan multitalenta. Dia lahir dengan dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayanginya. Namun, dibalik keceriaannya ternyata dia memendam pilu dan kerinduan pada sosok ayah kandungnya yang sengaja disembunyikan oleh Ibunya sejak dia lahir. Amara sangat menyukai teater dan karena teater dia bisa dekat dengan cinta pertamanya yaitu, Wisnu. Wisnupun juga jatuh cinta dengan Amara semenjak mereka terlibat dalam Festival Teater sekolah. Ketika mereka saling jatuh cinta, dan Wisnu ingin menyatakan cintanya pada Amara, Wisnu dihadapkan pada sebuah fakta akan dendamnya yang akhirnya membuat Wisnu memilih untuk menjauh dan melukai Amara dengan begitu dalam. Saat Wisnu menyakiti Amara, Amara tidak dapat memungkiri bahwa dia tidak mampu membenci Wisnu. Amara sangat mencintai Wisnu. Dia terus menunggu Wisnu dan tidak dapat berpaling darinya sampai akhir nafasnya. Keinginannya hanya sederhana dia ingin bertemu dengan ayah kandungnya dan melihat pelangi bersama dengan cinta pertamanya, yaitu Wisnu. Akankah Amara mendapatkan impiannya tersebut, ataukah dia harus rela pergi dari dunia ini tanpa melihat pelangi bersama cinta pertamanya tersebut. Pelangi di Ujung Nadi adalah kisah penantian akan cinta pertama sampai nafas terakhir. Sebuah kisah cinta yang tulus, sekalipun disakiti dan tetap menerima hingga di akhir hayat. Haloo semuanya, perkenalkan saya author Gratia Kristi. Terimakasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya. Tetap dukung saya agar dapat membuat karya-karya baru yang dapat menemani pembaca sekalian. Jangan lupa untuk vote dan komen sebagai bentuk dukungan terhadap karya saya. Kunjungi media sosial saya di IG : @gratiatalitha FB : Gratia Kristi Talita Twitter : @gratiakristi Terimakasih dan jangan lupa vote.

gratiatalitha_3357 · 若者
レビュー数が足りません
6 Chs

Audisi Teater

Hari ini adalah hari audisi pemain laki-laki untuk teater S' Loy. Sedari siang Amara sangat sibuk mempersiapkan audisi yang akan digelar sepulang sekolah. Amara sangat bersemangat dalam melaksanakan audisi mencari pemeran pengganti bagi Kak Frezky yang dinilai tidak mampu membawakan peran utama laki-lakinya. Sementara Amara mempersiapkan segalanya untuk persiapan audisi datanglah Puspa yang tidak lain adalah team publikasi dalam teater.

"Yakin kamu Mar, mau bikin audisi ulang? Waktu kita udah mepet banget lho" tanya Puspa yang sedari tadi memperhatikan Amara sedang sibuk menyiapkan audisi pemeran utama laki-laki untuk festival teater mereka.

"Udahlah, Puspa. Kamu nggak perlu khawatir buat masalah ini. Semuanya juga dengan persetujuan Mas Ibang sebagai pelatih teater kita dan juga Pak Arena sebagai pembimbing kita kan" jawab Amara meyakinkan.

"Kenapa sih kita nggak pake Kak Frezky aja. Kalu menurutku asal kita rajin latihan aku yakin dia pasti bisa kok, Mar" kata Puspa berusaha membujuk Amara.

"Puspa, coba deh kalau semisal kamu main sama orang yang nggak kamu suka, terus dia itu nggak bisa acting sama sekali gimana? dia baru scene 1 aja udah 2 hari latihan buat dia doang. Kalu kita 1 scene paling nggak ada setengah hari. Belum lagi alasan dia yang ini lah itulah kebanyakan alasan. Bisa-bisa kita nggak selesai sebelum hari H nya. Lagipula kamu tahukan teater kita ini andalan S' Loy. Aku nggak mau nama kita jelek. Mending aku audisi lagi, kita temuin pemeran utama yang bener-bener bagus dan kita bisa latihan lagi" kata Amara menerangkan.

"Oh gitu, ya udah deh terserah kamu aja. Aku ikut ajalah" kata Puspa yang pasrah.

Aula S' Loy sudah penuh dengan para siswa laki-laki yang berminat untuk menjadi pemeran utama dalam teater. Terang saja banyak peminat untuk mendaftar sebagai pemeran utama laki-lakinya, karena pemeran utama perempuannya adalah Amara sendiri. Bintang sekolah dan idola seluruh laki-laki. Banyak diantara mereka yang ingin sekali bermain bersama Amara dalam teater kali ini. Bukan hanya kecantikan yang menjadi daya tariknya, tapi juga totalitas dia dalam bermain itulah yang membuat dia banyak penggemar. Dia selalu menampilkan yang terbaik untuk teaternya.

Dipertengahan audisi, Amara tertunduk lesu. Sudah dua jam audisi pemeran utama digelar, tapi tak ada satupun yang lolos seleksi dalam pemilihan pemeran utama laki-lakinya. Amara mulai putus asa saat belum ada satupun yang cocok sebagai pemain utama laki-lakinya.

"Mar" sapa Mas Ibang pelatih teater S'Loy.

"Eh, Mas Ibang bikin kaget aja" jawab Amara yang sedikit terperanjat saat Mas Ibang tiba-tiba muncul.

"Kenapa kamu lesu dari tadi?" tanya Mas Ibang dengan melihat raut wajah Amara yang lesu dan seperti putus asa.

"Aku cuma bingung aja, Mas. Gimana kalu hari ini kita nggak nemuin satu kandidat pemainnya. Aku hopeless, Mas?" kata Amara dengan lesu dan menghembuskan nafas kesalnya.

"Faith, Mar. Percaya aja kalu kita bisa temuin pemain yang lebih baik. Saya sendiri juga nggak mau ngelatih orang yang ogah-ogahan. Teater itu harus pake jiwa, bukan hanya emosi" terang Mas Ibang dengan memberi semangat pada Amara yang mulai putus asa, karena tidak ada satupun kandidat yang lolos seleksi sebagai pemain utama laki-lakinya.

"Mara, Mas Ibang!" panggil Puspa yang tiba-tiba muncul di pintu aula S' Loy.

"Ada apa, Pus?" tanya Mas Ibang heran.

"Ada pemain baru yang daftar dan aku menerimanya. Kayaknya ini bakalan jadi the last audition. Aku yakin kalu ini Amara pasti bakalan langsung cocok" kata Puspa dengan penuh teka-teki.

"Emang sapa?��� tanya Amara dengan kebingungan.

"Maaf, aku nggak bisa kasih tau kamu sekarang. Ini hadiah buat kamu" terang Puspa dengan sumringah dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

Audisi babak ke dua sudah dimulai lagi. Keriuhan itu kembali lagi terjadi, setelah beberapa saat berhenti, karena istirahat. Amara kembali lagi bermain, tapi seperti di awal belum sampai adegan ke dua dimulai dia sudah mengatakan gagal untuk peserta tersebut. Tak mudah memang menjadi lawan main dalam peran tersebut, karena keduanya harus menemukan chemistry yang pas, barulah keduanya bisa bermain. Saat peserta terakhir memasuki aula, Amara sangat kaget ketika dia mulai mengenali samar-samar bayangannya. Amara yakin betul bahwa bayangan itu adalah Wisnu. Benar saja, ketika bayangan itu mendekat dan mulai terlihat bahwa itu adalah Wisnu, Amara hanya bisa diam membisu dan tertegun. Dia bertanya-tanya apa yang membuat Wisnu bisa mengikuti audisi teater kali ini.

"Kkkmmuuu??" tanya Amara dengan bibir yang bergetar saat Wisnu menghampirinya.

"Husshhh! Jangan banyak tanya, kita mulai seleksinya sekarang" kata Wisnu dengan merebut teks naskah dari tangan Amara. Wisnu membacanya sejenak dan kemudian melepas teks itu. Sedangkan Amara hanya diam membisu dan menatap dalam wajah Wisnu yang kini hanya beberapa meter dari wajahnya. Mulutnya terkatup manis dan tak mampu mengeluarkan sepatah kata apapun. Wisnu semakin mendekat dengan Amara. Amara tak mampu berkata apa-apa. Dia terpesona dengan totalitas yang dimiliki Wisnu. Dia tak seperti menghafal, dia bermain dengan hati, perasaan dan jiwanya. Sepanjang beradu acting, Amara hanya bisa menatap dalam Wisnu tanpa berkata-kata. Dia seperti terbius oleh pesona Wisnu ketika beradu acting dengannya. Amara semakin larut dalam acting yang mampu diperankan oleh Wisnu dengan sangat apik dan sampai-sampai Mas Ibang berteriak bahagia mengakhiri permainan peran mereka.

"Cuuutttt! Excelent! Kamu diterima sebagai pemain utama laki-lakinya" kata Mas Ibang dengan mendekat kepada Wisnu dan mengulurkan tangan tanda disetujui.

"Okay! Semua yang ada disini audisi hari ini telah berakhir dan kami sudah menemukan pemain utamanya" kata Mas Ibang dengan memberikan kata penutup.

"Sumpah aku speechless banget waktu kamu main total audisinya" kata Amara dengan membuka pembicaraan.

"Ah, biasa aja kok, Mar. Ini juga baru pertama kalinya aku main teater" jawab Wisnu merendah.

"Nggak, aku nggak percaya kalau cuma iseng. Kayaknya jiwa teater itu ada dalam diri kamu, Nu." kata Amara. Namun, belum selesai mereka berbincang-bincang Mas Ibang menghampiri mereka.

"Pantes aja, kamu main total, ternyata kamu anak Mariam Sujarwo" kata Mas Ibang dengan tersenyum bangga melihat Wisnu.

"What?? pemain teater yang terkenal itu, Mas?" tanya Amara kaget, sedangkan Wisnu hanya tersenyum merah.

"Darah seni itu telah mengalir dalam tubuhmu, dan tak mudah memang memahami sebuah peran teater. Teater itu penuh dengan jiwa, perasaan dan emosi. Kamu sudah memilikinya, Nak" kata Mas Ibang dengan menepuk bahu Wisnu.

"Iya, Mas. Tapi saya masih belum sebanding dengan Amara. Saya masih amatiran" jawab Wisnu yang kali ini merendah. Hal inilah yang membuat Amara semakin terpesona dengan Wisnu.

"Ah, apaain sih kamu malah yang lebih jago. Apalagi kamu udah punya darah seni. Sedangkan aku, aku main teater itu otodidak." jawab Amara menimpali.

"Tidak, kalian sama-sama bagus. Kembangkan terus ya." kata Mas Ibang pada Wisnu.

"Bagaimana Mas Ibang bisa tahu, kalau saya anak Mariam Sujarwo" tanya Wisnu pada Mas Ibang.

"Aku mengingat jelas wajahmu, Nak" kata Mas Ibang dengan tertawa pada Wisnu. "Ibumu sering membawamu disetiap pementasannya dan beliau dahulu sering bercerita banyak tentangmu disela-sela latihannya. Dia ingin melihatmu bermain teater" lanjut Mas Ibang.

"Ternyata ingatan anda cukup bagus, Mas" kata Wisnu memuji.

"Hahah, tidak! Siapa lagi anak remaja yang dengan sabar selalu duduk didepan panggung teater dan bahkan sering tertidur ditengah2 latihan ibunya" kata Mas Ibang dengan mengingat-ingat kejadian masa lampau.

"Heehehe. Iya" jawab Wisnu tersipu malu.

"Ok. Baiklah dan teruslah belajar. Teater itu hidup, Nak" kata Mas Ibang dan setelah itu pergi meninggalkan mereka.

"Kamu hebat, Wisnu. Ternyata dalam diri kamu mengalir jiwa seni tetater yang tinggi. Mama kamu adalah salah satu pemain teater Indonesia yang aku kagumi. Pantes, kamu main tadi total banget. Aku suka kamu main tadi" kata Amara pajang lebar. Namun, kata-kata Amara yang terakhir tadi "aku suka kamu main tadi" membuat mereka berdua saling diam dan menatap. Dua bola mata mereka saling bertemu dan manatap tajam. Jantung mereka berdegup kencang dan waktu untuk kedua kalinya berhenti berputar.

"Mara!" panggil Puspa yang tiba-tiba datang dan membuyarkan dua insan ini yang sedang saling menatap.

"Ooopppssss, maaf, aku nggak tau kalian lagi ngobrol. Habis dari kejauhan kalian kayak diem-dieman" kata Puspa melihat mereka berdua salah tingkah.

"Ada apa, Pus?" tanya Amara gagu.

"Ibu pejabat, hari ini kita harus rapat pleno jam 2 siang. Saya sebagai sekretaris yang baik, ingin mengingatkan anda. Terima kasih" kata Puspa dengan sok manis.

"Oh iya, ya, aku lupa. Emang sekarang jam berapa?" tanya Amara santai.

"Jam tangan saya menunjukkan pukul 13. 15WIB, jadi masih ada waktu 45 menit lagi kok" kata Puspa tenang.

"Udah, ah. Yuk ke ruang rapat. Eh, Wisnu udah dulu ya, sekali lagi selamat bergabung dengan tim teater. Daaa" kata Amara dengan meninggalkan Wisnu dan menarik Puspa untuk bergegas ke ruang rapat OSIS.