webnovel

Chapter 311 : Perasaan Yang Sebenarnya

Di tempat latihan tahun kedua.

Aku baru saja selesai latih tanding dengan Noa dan Charles.

"Sial, kita kalah lagi. Sepertinya mengalahkan Rid memang sulit bagi kita," ucap Noa.

"Ya, kamu benar, Noa. Meski begitu, kita berdua harus tetap berusaha untuk mengalahkannya, atau setidaknya membuat dia kesulitan saat berlatih tanding dengan kita," ucap Charles.

"Iya. Untuk sekarang kita sudahi saja latih tanding kita ini, besok tolong berlatih tanding dengan kita berdua lagi, Rid," ucap Noa.

Sementara itu, setelah selesai berlatih tanding dengan Noa, aku terdiam sambil memikirkan tentang desa Aston dan orang-orang yang telah tewas di desa tersebut. Aku terus terdiam sambil memikirkan itu sampai aku tidak sadar kalau Noa sedang memanggilku.

"Hei, Rid!," ucap Noa yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.

Aku pun sedikit terkejut ketika mengetahui kalau Noa sudah berada di sampingku.

"Ah, Noa, ada apa ?," tanyaku.

"Apa kamu tidak mendengar apa yang tadi aku katakan ?," tanya Noa.

"Maaf, barusan aku sedang melamun jadinya aku tidak mendengar apa yang kamu katakan. Memangnya kamu mengatakan apa, Noa ?," tanyaku.

"Aku bilang kalau besok tolong berlatih tanding lagi denganku dan Charles," ucap Noa.

"Ah, jadi itu yang kamu katakan. Baiklah, mari kita berlatih tanding lagi besok," ucapku.

"Tumben sekali melihat kamu melamun, Rid. Memangnya apa yang kamu lamu kan ?," tanya Charles yang sedang berjalan mendekatiku.

Sepertinya Charles mendengar perkataanku barusan yang berkata kalau aku sedang melamun.

"Bukan apa-apa. Hal yang aku lamunkan tadi bukanlah suatu hal yang penting," ucapku.

"Begitu ya," ucap Charles.

Sementara itu, Irene yang baru saja berlatih tanding dengan Chloe terlihat sedang melihat ke arah Rid.

-

Setelah melakukan latihan di tempat latihan tahun kedua, aku pun langsung kembali ke asramaku. Irene juga ikut ke asramaku untuk menumpang mandi di asramaku sekalian menyiapkan sarapan setelah dia mandi. Saat Irene sedang mandi, aku hanya duduk terdiam di ruang tengah yang merupakan ruang makan. Aku terus duduk terdiam sampai tidak sadar kalau Irene sudah selesai mandi dan dia sedang berada di sampingku sambil memanggilku.

"Rid," ucap Irene.

"Hmmm ? Ah maaf, Irene, aku tidak tahu kalau kamu sejak tadi ada di sampingku. Ada apa ?," tanyaku.

"Aku hanya ingin memberitahumu kalau aku sudah selesai mandi. Kamu bisa menggunakan kamar mandinya agar kamu bisa mandi," ucap Irene.

"Begitu ya. Baiklah, aku akan segera mandi," ucapku.

Aku pun segera bangun dari tempatku duduk dan bersiap untuk ke kamar mandi. Namun saat aku hendak berjalan ke kamar mandi, Irene mengatakan sesuatu kepadaku.

"Apa ada sesuatu yang terjadi, Rid ? Sejak tadi aku melihatmu terus melamun," ucap Irene.

Aku pun berhenti lalu menoleh ke arah Irene. Aku memasang ekspresi yang sama seperti yang biasa aku gunakan agar Irene tidak mengetahui kalau sebenarnya memang ada sesuatu yang terjadi.

"Tidak ada, Irene. Aku memang melamun tetapi aku hanya melamunkan hal yang tidak penting. Maaf karena telah membuatmu khawatir. Kalau begitu, aku pergi mandi dulu," ucapku.

"Jangan bohong, aku tahu kalau kamu menyembunyikan sesuatu, Rid. Meski dari luar kamu terlihat seperti kamu yang biasanya, tetapi aku tahu kalau kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Pasti ada sesuatu yang terjadi kan ?," tanya Irene.

Aku sedikit terkejut setelah mendengar perkataan Irene. Aku tidak menyangka kalau dia tahu kalau aku sedang menyembunyikan sesuatu. Tetapi meski aku sedikit terkejut, aku tetap memasang ekspresi normal seperti biasa.

"Aku tidak menyembunyikan sesuatu, Irene. Aku memang hanya melamunkan hal yang tidak penting," ucapku.

Irene lalu berjalan menghampiriku dan kini dia sudah ada di hadapanku.

"Aku sudah bilang untuk jangan berbohong, Rid. Aku tahu kalau kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Aku tahu itu karena kita sudah saling mengenal cukup lama, kita sudah saling mengenal selama 1,5 tahun. Karena perjanjian yang kita buat, hubungan kita pun menjadi saling dekat. Karena itu, aku tahu seperti apa dirimu dan kebiasaanmu,"

"Selama 1,5 tahun kita saling mengenal, aku tidak pernah melihatmu seperti ini. Karena itu, aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi kepadamu. Sekarang katakan kepadaku, Rid, sesuatu apa yang terjadi kepadamu itu ?," tanya Irene.

Aku pun terdiam setelah mendengar perkataan Irene.

"Tolong jangan berbohong lagi, Rid. Jika kamu berbohong lagi dan berkata kalau tidak ada sesuatu yang terjadi, maka lebih baik kita akhiri saja perjanjian yang telah kita buat," ucap Irene.

Aku pun tetap terdiam setelah mendengar perkataan Irene. Setelah beberapa saat terdiam, aku pun memejamkan mataku sambil menarik nafas dalam-dalam. Kemudian, aku menghela nafas sambil membuka mataku secara perlahan.

"Baiklah, aku akan memberitahu apa yang sedang terjadi kepadaku. Tetapi aku akan menceritakannya nanti setelah aku mandi. Tidak apa-apa kan, Irene ?," tanyaku.

"Baiklah. Kalau begitu, selagi kamu mandi, aku akan membuat sarapan. Lebih baik kamu menceritakannya setelah kita sarapan saja," ucap Irene.

"Baiklah. Kalau begitu aku mandi dulu," ucapku.

"Iya," ucap Irene.

Lalu aku pun langsung pergi ke kamar mandi. Setelah selesai mandi, Irene pun telah membuat sarapan dan kami pun langsung sarapan bersama. Setelah sarapan, Irene langsung duduk di sebelahku dan bertanya tentang apa yang dia tanyakan tadi.

"Jadi, apa yang sedang terjadi kepadamu sehingga membuatmu terus melamun sejak tadi, Rid ?," tanya Irene.

Aku pun terdiam sebentar, lalu tidak lama kemudian aku mulai menjawab pertanyaan Irene.

"Sebenarnya alasan aku melamun karena aku sedang kepikiran kampung halamanku," ucapku.

"Kampung halamanmu ? Apa ada sesuatu yang terjadi dengan kampung halamanmu ?," tanya Irene.

"Iya, saat aku hendak pergi menuju tempat latihan tadi pagi, nona Karina tiba-tiba datang menemuiku. Sepertinya beliau tahu kalau aku sering latihan di pagi hari, makanya beliau langsung menemuiku saat itu. Kemudian, beliau menerima laporan dari Yang Mulia Ratu kalau kampung halamanku, yaitu desa Aston telah diserang dan seluruh orang yang berada di desa tersebut telah tewas," ucapku.

Irene pun terkejut setelah mendengar perkataanku.

"Apa ?! kampung halamanmu telah diserang ?! Siapa yang menyerang kampung halamanmu ?!," tanya Irene.

"Menurut Yang Mulia Ratu, pelaku yang menyerang kampung halamanku kemungkinan adalah pelaku yang sama dengan pelaku yang merencanakan pembunuhan terhadap Yang Mulia Ratu dan seluruh keluargamu, Irene. Kemungkinan pelaku tersebut dendam kepadaku karena aku telah berhasil menguak rencana pembunuhan yang dibuatnya. Pelaku tersebut pun langsung membalas dendam dengan menyerang kampung halamanku," ucapku.

"Begitu ya, jadi pelaku tersebut kemungkinan adalah pelaku yang sama dengan pelaku yang merencanakan pembunuhan. Jika memang begitu, berarti hal ini juga merupakan salahku, Rid. Aku lah yang sudah menyeretmu dalam kasus ini. Aku membuatmu menjalin hubungan pura-pura denganku. Karena hal itu, kamu jadi diserang oleh orang yang merencanakan pembunuhan yang melibatkanku dalam rencananya itu. Meski kamu berhasil mengatasi orang yang telah menyerangmu, orang itu langsung membalas dendam dengan menyerang kampung halamanmu dan membunuh orang-orang disana. Ini semua salahku, Rid, aku benar-benar sangat minta maaf," ucap Irene sambil membungkuk ke arahku.

Aku pun melihat ke arah Irene yang sedang membungkuk. Kemudian, aku mengarahkan tangan kananku ke atas kepala Irene dan mengelusnya.

"Kamu tidak perlu minta maaf karena kamu tidak salah sama sekali, Irene. Jika ada orang yang harus disalahkan, maka orang itu merupakan pelaku yang telah menyerang kampung halamanku. Jika memang pelaku yang menyerang kampung halamanku adalah orang yang sama dengan pelaku yang merencanakan pembunuhan, maka dia sangat pantas untuk disalahkan. Semua kejadian yang terjadi di kerajaan ini, semuanya berasal dari dia," ucapku.

Irene lalu secara perlahan mulai berhenti membungkuk dan kembali ke posisi normalnya. Wajah Irene saat ini sedang melihat ke wajahku.

"Jadi kamu tidak perlu merasa bersalah, Irene. Lagipula aku sama sekali tidak menyesal karena telah membuat perjanjian denganmu," ucapku sambil tersenyum.

Aku mengatakan hal itu sambil terus mengelus kepala Irene, sementara Irene hanya diam saja saat mendengar perkataanku.

"Meski kamu baru saja mengalami kehilangan orang-orang yang kamu kenal di kampung halamanmu, aku takjub melihatmu yang masih bisa tersenyum, Rid. Tetapi.....," ucap Irene.

Tiba-tiba Irene langsung memegang kepalaku dengan kedua tangannya. Kemudian, dia langsung mendekapkan kepalaku ke dadanya.

"....Sudahi saja ekspresi palsu yang kamu tunjukkan sejak tadi, Rid. Lebih baik sekarang kamu ungkapkan perasaanmu yang sebenarnya. Jika kamu ingin bersedih dan menangis, silahkan saja. Lagipula saat ini aku tidak bisa melihat wajahmu, jadi kalaupun kamu mau menangis, aku tidak akan bisa melihat wajah menangismu itu," ucap Irene.

Aku pun terdiam beberapa saat setelah mendengar perkataan Irene.

"Kenapa kamu melakukan ini, Irene ? Padahal kamu tidak perlu melakukan ini, bukankah lebih baik kamu mengabaikanku saja ?," ucapku.

"Entahlah, aku hanya merasa ingin melakukan ini," ucap Irene.

"Begitu ya. Tetapi apa kamu yakin tentang hal ini, Irene ? Kamu mendekapku hingga seperti ini," ucapku.

"Iya, jika aku tidak yakin, maka aku tidak akan melakukannya," ucap Irene.

"Kamu ada benarnya. Kalau begitu, izinkan aku berada di dekapanmu selama beberapa menit," ucapku.

"Selama beberapa jam juga tidak masalah, Rid," ucap Irene.

"Itu terlalu lama, Irene," ucapku.

"Ahaha," tawa Irene.

Aku mendengar sesuatu yang langka, yaitu suara tawa Irene. Tetapi sayangnya dengan posisiku saat ini, aku tidak bisa melihat wajah Irene saat sedang tertawa. Tetapi aku tidak begitu memperdulikannya. Kemudian, aku pun memejamkan mataku untuk bisa mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya ketika berada di dekapan Irene.

-

Sementara itu, sekitar pukul 6.30 pagi.

Surat kabar dari Diganta pun telah terbit. Surat kabar itu lalu menyebar hingga ke seluruh kerajaan San Fulgen. Di surat kabar itu, ada sebuah berita yang tercantum di halaman utama surat kabar itu. Berita yang tercantum di surat kabar itu adalah berita tentang insiden penyerangan di salah satu desa yang berada di wilayah San Minerva. Desa itu adalah desa Aston, desa tempat asal Rid Archie yang merupakan 'pahlawan San Fulgen Akademiya' dan 'pahlawan kerajaan San Fulgen'. Karena insiden penyerangan tersebut, seluruh bangunan di desa itu telah terbakar dan seluruh orang-orang di desa itu pun telah tewas. Lalu, akibat insiden penyerangan di desa Aston, Yang Mulia Ratu pun mengumumkan 'status darurat keamanan' untuk kerajaan San Fulgen.

-Bersambung