webnovel

Off The Record: Ben's Untold Story

Ben baru berusia tujuh tahun ketika ia menyaksikan ibunya terbunuh di depan matanya sendiri. Peristiwa itu membuatnya terpaksa pergi dari tempat kelahirannya di Adelaide ke Bali, tempat keluarga ibunya berada. Kehidupan Ben di Bali berjalan dengan baik. Sampai sebuah peristiwa di penghujung masa SMA-nya membuatnya kembali terasing dan ia akhirnya pergi meningggalkan keluarganya. Ben bertahan hidup dengan mengandalkan kemampuan meretas yang ia miliki. Sambil bekerja di sebuah warung internet di Kota Jakarta, Ben melakukan peretasan demi mendapatkan uang tambahan. Bergabung bersama jaringan peretas bawah tanah, Ben melakukan peretasan ke sebuah lembaga keuangan. Namun aksinya tidak berjalan mulus dan membuat Ben tertangkap aparat kepolisian cyber. Namun, seorang anggota Intelijen datang menemui Ben sebelum ia dijebloskan ke penjara dan memberinya pilihan. Akankah Ben memilih untuk menghabiskan hidupnya di dalam penjara? Ataukah ia akan menerima tawaran yang diberikan oleh Intelijen tersebut? Temukan jawabannya hanya di Off The Record: Ben’s Untold Story ---- Hello, ini adalah original story untuk Ben. Salah satu karakter pendukung dalam karya author sebelumnya berjudul Bara. Karena beberapa pertimbangan akhirnya author memutuskan untuk membangun cerita sendiri untuk Ben. Untuk yang belum membaca novel Bara, jangan khawatir, karena kalian masih bisa menikmati cerita ini terlepas dari peran Ben di dalam novel Bara. Yang penasaran dengan sepak terjang Ben dalam novel Bara, ceritanya bisa dibaca di sini https://www.webnovel.com/book/bara_14129943905432205 Happy reading, everyone ^^ Cover source: Pinterest (If you know the artist, don't hesitate to get in touch with me on Instagram or Discord @pearl_amethys)

pearl_amethys · 現実
レビュー数が足りません
23 Chs

Mi Familia 6

David berjalan meninggalkan taman belakang rumah sakit dengan langkah gontai. Ucapan Aji seperti sebuah busur panah yang menancap tepat di hatinya. David juga tidak bisa memungkiri kenyataan ketika ia melihat Ben. Dengan luka yang pernah ia berikan padanya, Ben nampaknya tetap tumbuh dengan baik di lingkungan keluarga ibunya.

Jasmine langsung menghampiri David ketika ia melihat pria itu melangkah gontai memasuki rumah sakit. "What is he talking about?"

David mengangkat bahunya. "Something that I already know. He asks me to leave. Bagus right. I'm not supposed to be here. Ben has a good life, and I trust Bagus has raised him very well."

"But you said you miss Ben and want to talk to him," sela Jasmine.

"Not anymore. I'm going to stay tonight. Tomorrow, I'm heading back to Adelaide," ucap David.

"You sure?" tanya Jasmine.

"Sure but not sure," jawab David sambil tertawa pelan. "Can you buy me a drink?"

Jasmine berdecak pelan. "What are you talking about? Let's go. Let me get you a drink. You need that."

David dan Jasmine kemudian berjalan keluar bersama dari rumah sakit tempat Ben dirawat. Di balik dinding lobi rumah sakit, Embok mengintip kepergian David dan Jasmine sambil menggandeng tangan anak perempuannya.

"Embok, itu siapa?" tanya anak perempuan Embok.

Embok langsung mengalihkan perhatiannya pada anak perempuan. Ia hendak menjawab bahwa pria yang dilihat anak perempuannya itu adalah Ayah Ben. Namun buru-buru Embok menggelengkan kepalanya. "Bukan siapa-siapa."

Embok lalu kembali menggandeng anak perempuannya untuk pergi meninggalkan area lobi rumah sakit. Satu tangan Embok meremas sebuah kertas kecil yang tadi diberikan oleh Jasmine. Teman wanita yang menemani David mencari Ben.

"Tolong kabari kalau Ben kenapa-kenapa," ujar Jasmine ketika ia memberikan nomor teleponnya pada Embok.

Embok terdiam ketika menerima nomot telepon Jasmine. Namun entah mengapa ia tetap menyimpan nomor tersebut.

"Saya tahu, sulit menerima kehadiran David disini. Tapi kedatangannya tidak bermaksud apa-apa. Dia hanya ingin melihat Ben," lanjut Jasmine.

Embok hanya mengangguk pelan setelah Jasmine menyelesaikan kalimatnya. Setelah itu Jasmine berjabat tangan sebentar dengan Embok lalu pergi meninggalkan Embok bersama putri kecilnya. Jasmine menghampiri David yang melangkah masuk ke dalam rumah sakit, sementara Embok memilih untuk bersembunyi bersama putrinya di balik tembok.

----

Ben akhirnya dipindahkan dari ruang instalasi gawat darurat ke ruang perawatan kelas 1. Aji menunggui Ben sambil duduk di sebelah tempat tidur Ben. Ia tidak melepaskan padangannya sedetik pun dari Ben. Dokter bilang Ben akan sadar setelah satu sampai dua jam. Tapi hampir lima jam berlalu namun Ben belum juga tersadar.

Embok yang baru saja kembali dari kantin meletakkan makanan ringan yang ia bawa di meja yang ada didekat tempat tidur Ben. Ia kemudian berdiri sambil menatap Ben. Setelah itu Embok mengalihkan perhatiannya pada Aji. "Ben belum sadar juga?"

Aji menggeleng lemah. "Nggak tahu dia lagi tersesat dimana sekarang. Mungkin dia nggak mau bangun karena ingat David."

"Mungkin sebentar lagi Ben sadar. Atau kamu teriakin aja namanya. Biasanya dia paling cepat nanggapin panggilan kamu," ujar Embok.

"Kamu mau saya diseret keluar sama Satpam?" sahut Aji.

Embok tertawa pelan. Ia kemudian mengambil satu botol air mineral dan memberikannya pada Aji. "Ya sudah. Minum dulu aja. Ben pasti baik-baik aja."

Aji meraih botol air mineral yang diberikan oleh Embok dan meminumnya sedikit. Setelah itu ia kembali memperhatikan Ben. "Daritadi saya perhatian, mukanya semakin pucat."

"Mungkin itu perasaan kamu aja," sahut Mbok.

Aji menghela nafas panjang. "Nanti di pemeriksaan berikutnya saya kasih tahu Dokter."

"Kamu masih mau saya temani?" tanya Embok.

Aji menoleh dan memperhatikan anak perempuan Embok yang tertidur di sofa rumah sakit. "Kamu pulang saja. Kasihan Dayu ikut kamu kesini. Nanti saya kabari kalau Ben sudah bangun."

Embok menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu saya bawa Dayu pulang dulu. Nanti saya kesini lagi bawakan kamu salin."

Aji mengangguk. Setelah itu Embok segera menggendong Dayu yang sedang tertidur dan membawanya ke luar dari ruangan tempat Ben dirawat. Begitu Embok keluar dari ruang perawatan Ben, Aji mendekatkan kursi yang ia duduki ke tempat tidur Ben. Ia kemudian memegang tangan Ben.

"Bangun, Ben," gumam Aji pelan.

----

Pukul Sembilan malam, David masih duduk di pinggir pantai yang masih jadi bagian dari villan yang dikelola Jasmine. Dengan ditemani sebotol bir, David diam berjam-jam di tepi pantai tersebut. Jasmine dan suaminya menatap David dari kejauhan.

"Kamu yakin dia baik-baik aja?" tanya Suami Jasmine.

Jasmine menganggukkan kepalanya. "Nggak perlu khawatir. He's David. Setelah beberapa botol bir dia pasti kembali jadi dirinya sendiri lagi."

Suami Jasmine menganggukkan kepalanya. "Kamu masih mau disini?"

"Sebentar lagi," jawab Jasmine.

"Kalau begitu saya ke kamar duluan. Besok pagi harus rapat di Pemda," sahut Suami Jasmine.

Jasmine menganggukkan kepalanya. Suaminya lalu berjalan masuk ke dalam rumah sementara Jasmine masih berdiri di beranda rumah mereka. Jasmine memperhatikan David dari kejauhan sambil menghel nafas panjang. Di saat ia sedang memperhatikan David, tiba-tiba saja ponsel Motorola miliknya berdering.

Jasmine memandangi deretan nomor tidak dikenal yang menghubunginya. Ragu-ragu Jasmine menjawab panggilan tersebut. "Ya, Jasmine. Ini siapa?"

"Apa David masih sama kamu?" seru suara seorang wanita yang menghubungi Jasmine.

Jasmine mengerutkan keningnya. "David?"

"Ben. Ben butuh donor darah. Di rumah sakit tidak ada persediaan darah yang sama dengan Ben."

"Saya kesitu sekarang sama David." Tanpa menunggu lama, Jasmine segera berlari menghampiri David di tepi pantai.

"Dave—"

David segera menoleh pada Jasmine. Ia mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi Jasmine. "What's up, Jas?"

"Ben," jawab Jasmine singkat.

Sorot mata David berubah. "What's wrong with Ben?"

"We need to go to the hospital. ASAP!"

David segera berdiri. Ia menatap Jasmine sekilas lalu berlari menjaui tepi pantai. Jasmin mengikuti di belakangnya. Begitu tiba di halaman parkir, Jasmine dan David segera masuk ke mobil Jasmine.

----

Aji berjalan mondar-mandir di selasar rumah sakit. Ia sudah berusaha menghubungi para kerabatnya dan menanyakan golongan darah mereka. Sayangnya tidak ada satupun yang bergolongan darah yang sama dengan Ben. Golongan darah Ben A-, sementara di keluarga Aji rata-rata bergolongan darah B atau AB.

Pikiran Aji sudah tertuju pada satu orang yang mungkin memiliki golongan darah yang sama Ben. Jika dari keluarga ibunya tidak ada satupun yang bergolongan darah yang sama dengan Ben. Maka kemungkinanya hanya satu. Ben mendapatkan golongan darah tersebut dari pihak ayahnya.

Di saat Aji sedang kebingungan mencari golongan darah yang sama dengan Ben, Embok datang bersama dua orang asing. Mata Aji langsung membulat ketika ia melihat David kembali muncul dihadapannya. Aji kemudian mengalihkan perhatiannya pada Embok. "Kamu yang bawa dia kesini?"

Embok menganggukkan kepalanya. David maju mendekati Aji. "I can save Ben. Let me."

Aji melirik David dengan tatapan tidak setuju. Ia tidak mau bantuan yang diberikan David nantinya akan mendatangkan beban baru untuk Ben.

Embok memegang tangan Aji. "Yang penting Ben selamat."

Aji menelan ludahnya. Kata-kata Embok membuatnya bimbang. Tentu ia ingin Ben selamat. Tapi kalau diberi pilihan lain, ia tidak ingin David yang menjadi juru selamat untuk Ben. Akan tetapi pilihan lain itu tidak ada. Hanya ada David yang berdiri di depan mereka dengan raut wajah yang sama khawatirnya dengan dirinya.

Aji menghela nafas panjang. Tidak ada jalan lain. "Semua demi Ben," gumam Aji di dalam hatinya. Ia kemudian menatap David dan mengangguk pelan.

"Thanks, Gus," ujar David. Ia menepuk lengan Aji, lalu segera menghambur ke ruangan yang biasa digunakan untuk mengambil darah.

****

Thank you for reading my work. I hope you enjoy it. You could share your thought in the comment section, and don't forget to give your support through votes, gifts, reviews, etc. Happy reading ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts