webnovel

Begin

Seorang gadis berambut pirang menari dengan lincah disudut ruangan yang penuh kaca di tiap sudutnya. Ia menggerakkan sebelah tangannya yang melayang bebas di udara membentuk sebuah pola indah. Langkah kakinya seringan kapas bergerak beriringan dengan musik yang menggema diseluruh penjuru ruangan.

Ia mengekanan gaun berwarna pink pastel bercorak bunga perak dengan hiasan pita yang bertengger manis di pinggangnya. Tali pinggangnya membentuk sebuah bunga mawar sedemikian rupa.

Anggun dan manis.

Mata hitam kelamnya terlihat begitu sayu dan kosong. Berbanding terbalik dengan bibir merah muda penuh yang menampakkan senyum kecil merekah sejak tadi.

"More"

"Pertahankan postur tubuhmu"

"Tekuk lututmu"

"Lakukan hingga membentuk sudut 90 derajat"

"Tetap angkat tumitmu" ujar sang pelatih menghentakkan kertas ditangannya pada tiap sudut ruangan menimbulkan suara cukup keras.

"Fokus"

"Punggung tetap lurus"

Ruangan penuh kaca tersebut berisi 6 orang, jumlah yang sedikit karena merupakan kelas khusus yang disiapkan untuk perlombaan.

Gurat lelah sangat kentara, tapi tidak ada yang berniat menyudahi kegiatan melelahkan tersebut. Terlebih saat sepasang mata tajam terus mengawasi pergerakan mereka.

Seseorang yang berada paling ujung meringis, darah merembes dari kakinya. Sudah pasti kukunya mengelupas. Akibat terlalu sering memaksakan saat kakinya mengalami lecet.

Julian mengangkat sebelah tangan sembari mengecek lembaran kertas para murid. Sebuah tanda untuk menghentikan segala aktifitas di sana. Semua berkumpul membuat 3 barisan memanjang.

Menunggu evaluasi mingguan yang pasti menguras energi dan sedikit mengguncang mental mereka. Setiap seminggu sekali mereka akan di cek keadaan tubuhnya. Karena kondisi seorang balerina harus terus dikontrol.

"Miss. Lloyd, bisa kau jelaskan kondisi tubuh mu ini?" ujarnya menunjuk kasar kertas berisi informasi terbaru mengenai kondisi para ballerina.

Celine menundukkan kepala mendengar bentakkan sang pelatih, sebisa mungkin menahan ringisan karena kakinya sedang terluka.

"Sorry, Sir" Cicitnya.

"You don't have to be sorry, karena yang kulihat saat ini kau tidak terlihat menyesal. Sejak awal sudah kutekankan pada kalian semua. Push yourself more" Ucap Mr. Jones penuh penekanan. Mata nya menatap satu per satu muridnya yang tertunduk penuh penyesalan.

"Miss. Anderson, kenapa seluruh gerakanmu jadi kaku?"

Bella Anderson keponakan Julian Jones pun tidak luput dari kemarahannya.

Ruangan tersebut mendadak hening sampai suara hembusan napas pun terasa menyesakkan. Semua hanya diam, tidak ada yang berani membantah karena semua yang dikatakan benar adanya. Mereka cukup mengerti dengan kondisi masing-masing. Dan tidak mungkin sang pelatih memarahinya tanpa alasan.

"Sebentar lagi kita menghadapi Grand Pix. Apa kalian menganggap ini hanya sebuah lelucon? Terlebih Miss. Lloyd, aku kecewa padamu. Sejak bulan lalu entah sudah berapa kali aku peringatkan dan kau menjawab iya iya namun tidak ada tindakan nyata untuk mengubahnya, dari hari ke hari beratmu malah semakin bertambah" Ucap Julian geram.

Celine tahu badannya memang paling berisi dan tingginya tidak setinggi yang lain. Maka dari itu bertambah sedikit saja akan sangat berpengaruh. Tapi menjaga berat badan tidak semudah menjentikkan jari.

Terlebih tipe badannya yang mudah naik dan susah turun meski hanya makan sedikit. Tingginya sekitar 160 cm kini berat badannya melonjak naik menjadi 56 kg.

Kemarin malam Celine bergadang mengerjakan tugas. Karena itu pola makannya sedikit berantakan. Ia sedikit menyesal selalu makan mie instan di malam hari.

Dirumahnya tidak ada makanan lain, perutnya memberontak minta diisi. Dariapada penyakit magh nya kambuh jadilah ia memakan makanan yang ada. Walau sebenarnya makan ataupun tidak asam lambungnya tetap naik.

Perlombaan tinggal tersisa 2 minggu lagi. Bersamaan dengan waktu terselenggaranya ujian kenaikan kelas.

Julian menghela napas "apa kalian sudah merasa hebat dan tidak mau mendengarkanku?"

"Pertemuan kali ini cukup sampai disini. Bubar" ia lalu berbalik badan melangkah keluar ruangan.

Celine bergegas menuju ruang ganti diikuti Mary, sahabatnya "Smile honey, kita berjuang bersama menghancurkan lemak sialan itu okay" Mary memeluknya dari samping.

Mary memiliki mata sipit, rambut pirang yang sama dengannya, gayanya juga hampir mirip. Hanya saja dia orang kelewat aktif berbeda dengan dirinya yang introvert.

Gadis itu memang paling tahu apa yang ia rasakan. Berada disampingnya sejak kecil membuat mereka menjadi sedekat nadi. Tumbuh bersama, merasakan suka duka dan berbagi hal kecil lainnya. Kadang mereka merasa seperti anak kembar. Karena jika Celine merasa sedih Mary akan ikut merasa sedih begitupun sebaliknya.

Mereka bahkan curiga dikehidupan sebelumnya mereka adalah anak kembar. Dan saat ini mereka menjadi reinkarnasi di tubuh yang berbeda.

Saat mereka berjalan bersama menuju loker di ruang ganti, secara bersamaan Mary yang bergelayut manja ditangan Celine. Tiba-tiba Emma datang.

"Whoa, lihat siapa ini. Tentunya Ms. Lloyd in the house yo"

Mary mendelik tak suka. Suara cempreng khas seperti orang bengek yang menggema itu siapa lagi kalau bukan saudara tirinya.

Emma Clark Bennett si gila.

Ia tidak mengatakan Bennett si gila karena Marga yang disandang mereka sama. Ia tak mau disamakan dengan Emma meski mereka masih satu keluarga.

Ah kalau Bella walau keponakan Mr. Jones marga mereka berbeda. Karena Ibu Bella dan Mr. Jones yang bersaudara. Bella menggunakan marga ayahnya yaitu Anderson.

Kalau bisa memilih, Mary lebih baik memakai marga Ibunya. Tapi orang tuanya masih bersama, bukan maksud kurang ajar. Mary sangat bersyukur masih memiliki kedua orang tua yang utuh.

Walau banyak tekanan yang di dapat, belum lagi sang Ayah yang lebih mempercayai Emma. Entah apa yang dilakukan Emma hingga Ayahnya selalu percaya dan lebih menyayanginya.

Mary dan Emma selalu disekolahkan di tempat yang sama dengan alasan agar mudah terkontrol. Pernah saat mereka duduk dibangku sekolah menengah pertama, Emma meletakkan permen karet di rambut teman sebangkunya dan menyalahkan Mary yang duduk dibelakang mereka.

Saat itu ayah Mary dipanggil ke sekolah dan menamparnya di depan Emma. Emma malah tersenyum mengejek saat melewatinya.

Amarah Mary sudah tidak dapat dibendung, ia menghampiri Emma menarik rambutnya. Berjalan menuju watafel dan menekan wajah Emma menghadap pada keran air yang menyala.

Persetan dengan sang ayah. Apapun yang dikatakannya selalu dianggap angin lalu, setidaknya ia puas bisa membalas Emma, walau hanya sekali.

Pulang ke rumah Mary di bentak dan di tunjuk depan sang ibu. Ayahnya masuk kedalam kamar dan kembali membawa gunting. Ia menggunting rambut impian Mary yang sudah susah payah ia rawat agar dapat panjang.

Sejak saat itu Mary yang memang tidak akur dengan sepupunya, semakin mengibarkan bendera perang.

"Cih" Celine, mengelus telinganya. Jika menurut kalian Celine adalah orang yang akan diam saja saat di tindas tentu tidak.

Celine adalah orang yang pendiam dan tidak mau ikut campur dengan sekitar, tapi jika menyangkut harga dirinya ia tidak akan pernah diam.

Gadis bermata kucing tersebut tertawa, matanya beralih pada samping Celine. "Halo, my lovely sister" Emma menepuk kepala Mary yang langsung ditepis olehnya.

Mary cemberut, moodnya sudah jelek tambah jelek dengan kehadiran manusia tak beradab satu ini.

Asal kalian tahu, hubungan darah itu mengerikan.