webnovel

Surga Dunia?

"Mbak Sho, ada om-om ganteng mau ngajak Mbak Sho nikah terus enak-enak menikmati surga dunia bersama. Ayo buruan!"

What the?

Shona Jefika menyadari otaknya melakukan buffering. Belum sembuh dari kaget, tangan Shona segera ditarik Mili, bocah geblek yang barusan menyinggung soal surga dunia padanya. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana bocah sebelas tahun itu bisa bicara demikian.

Ia saja tidak pernah tahu apa surga dunia, tapi gadis yang masih piyik dan bahkan belum baligh itu bisa mengatakan demikian? Benar-benar sudah terbalik ini dunia.

"Buruan, Mbak! Nanti om gantengnya keburu diembat Mbak Wuni. Mbak Wuni, kan, udah lama beud menjablai. Dia paling gak bisa liat om-om bening begitu."

Jemari Shona yang lentik karena sering dipakai mengulek bumbu itu langsung saja travelling menuju kepala Mili. Sembarangan kalau ngomong!

Pletak!

"Adoh!" Mili kecil mengaduh sambil mengusap kepala.

"Jangan sampai mulutmu Mbak Sho cabein lagi, ya!" ancam Shona sambil melotot.

"Sekalian dikasih bawang, garam, trus diuleg, jadi apa Mbak Sho?"

"Sambal!"

"Nah pinter!" Mili bertepuk tangan kegirangan.

Shona semakin tak mengerti. Harusnya bukan seperti ini kan? Harusnya ia marah karena Mili bahkan sudah tahu surga dunia dan menjablai. Kalau Om-om ganteng mah sekarang semua anak juga tahu, jadi tidak perlu dipertanyakan lagi. Ah, sudahlah, lama-lama bukan hanya kepalanya yang pusing, tapi juga dengkulnya karena memikirkan kosa kata baru dari Mili.

"Sana buruan, Mbak Sho! Udah pada ditungguin!" Mili mendorong tubuh Shona.

"Emang ganteng beneran, Mil?" Ragu Shona bertanya. Siapa tahu kriteria gantengnya Mili dan ia berbeda, kan? Bagi Mili ganteng, tapi bukan berarti baginya juga sama.

"Banget, Mbak. Kayak aktor yang ada di tipi-tipi itu." Mili meringis, satu jarinya mengetuk kening. "Yang brewokan tipis itu siapa, ya, namanya?"

"Ya gak tahu. Siapa sih? Ammar Zony?"

"Bukan!"

"Iko Uwais?"

"Bukan, Mbak!"

"Farrel Bramasta?" Shona kehabisan stok aktor ganteng yang brewokan tipis, karena ia sendiri bahkan sangat jarang melihat televisi.

"Emang Farrel brewokan apa? Kan dia bersih kayak oppa-oppa." Mili kembali mengingat aktor yang mirip dengan Om-om ganteng di depan.

"Ya terus siapa? Amad Fauzi?"

"Emang ada aktor namanya Amad Fauzi?" tanya Mili.

"Ya gak, tahu. Kok tanya saya!" Shona tertawa.

Mili merengut, ia kembali mengingat, tapi kenapa tidak ketemu-ketemu, ya!

"Shona ...."

Gadis itu menoleh dan mendapati Rawuni, tangan kanan Ibu Panti, yang tadi dituduh jablai oleh Mili, tengah berdiri di ambang pintu masuk bangunan utama komplek panti asuhan, tempat Shona dibesarkan. Ekspresi Rawuni tampak serius.

Jangan-jangan, apa yang dibacotkan Mili geblek ini memang betul! Alarm berdentang-dentang di kepala Shona.

Kawin? Jadi istri. Mengurus suami. Hamil. Membesarkan anak. Hamil lagi. Membesarkan anak lagi. Dihamili lagi. Membesarkan anak lagi. Punya cucu. Keriput. Mati.

Apa-apaan? Mengerikan betul hidupnya setelah kawin.

Shona pucat seketika.

Gadis itu menunduk, memandang seragam putih abu-abu yang hari ini terakhir digunakan. Di dalam tas kanvas tua di bahu, ada rapor yang baru saja diambilnya sendiri, sekaligus ijazah tanda kelulusan. Usianya baru saja meninggalkan angka delapan belas, dan dia sudah harus kawin?

Oh, Lord. Yang benar saja!?

"Shona, sini cepat!" Rawuni melambai.

Shona mendekat. "Aku gak mau dikawinkan, Mbak!" bentaknya.

Mulutnya langsung kena bekap. "Jangan keras-keras, nanti didengar sama orang-orang di ruang tamu." Rawuni lalu melotot pada Mili. "Sana main! Ini urusan orang dewasa. Jangan dekat-dekat sini dulu. Bilang sama yang lain juga. Paham!"

Mili mengkeret dan langsung melenyapkan diri.

Rawuni segera menyeret Shona menuju pintu samping alih-alih langsung menjebloskannya ke ruang depan, di mana Ibu Panti konon sedang menerima lamaran untuk anak asuhnya itu.

Jantung Shona masih tidak bisa tenang, bahkan detaknya semakin kencang ketika Rawuni menatapnya serius. Jadi benar dia mau dikawinkan? Sama Om-om ganteng yang katanya Mili mirip aktor?

"Ada pria yang datang melamarmu," terang Rawuni tanpa babibu.

Meski sudah mendapat warning dari Mili, tapi mendengarnya langsung secara pasti dari mulut Mbak Wuni sontak membuat Shona gemetar, seperti daun tertiup angin.

"Dia bukan orang sembarangan. Dia pengusaha muda sukses. Kamu pernah dengar Jansen Group?"

Shona mendengar, tapi seolah tak mendengar. Boro-boro memikirkan apakah dirinya pernah mendengar perihal Jansen Group, dia kini sibuk memikirkan apa yang akan terjadi padanya setelah dikawinkan. Sementara itu mulut Rawuni terus nyerocos, persis sales.

"Kamu dilamar sama putra keluarga Jansen. Hidupmu bakal enak tujuh turunan. Hanya gadis bodoh yang menolak lamaran sebagus ini. Saranku, kamu terima saja. Ibu Panti juga mau kamu terima saja. Masa depan panti ini pasti akan cerah kalau kamu kawin sama pria itu. Dia bisa jadi donatur tetap. Kamu paham, kan, kondisi tempat ini sekarang? Jarang-jarang panti kita mendapat lamaran sebagus ini. Kamu beruntung Shona, kita beruntung."

Beruntung apanya? Aku akan segera dihamili lantas jadi makmak berdaster all day long! Batin Shona berteriak.

"Shona, hei?" Rawuni melambaikan tangan di depan muka Shona yang bengong.

"Aku gak mau kawin dulu, Mbak! Aku mau cari kerja, ngumpulin uang terus kuliah."

Rawuni menghela napas panjang. Respon Shona sudah dia duga akan begitu. Dibelainya pundak gadis belia itu dengan sayang.

"Kamu mau bernasib sama kayak aku, Sho? Kamu mau terjebak di sini seumur hidupmu?"

Shona menatap Rawuni, wanita tiga puluh lima tahun yang tidak dilamar dan tidak beranjak ke mana-mana setelah SMA. Rawuni kemudian memutuskan untuk membaktikan diri sebagai pengurus panti. Shona lantas memeluk wanita itu, matanya berkaca-kaca.

Saat ini Shona tidak tahu harus bersedih untuk dirinya sendiri yang harus menikah muda, atau kasihan pada nasib Mbak Wuni yang kurang beruntung dan tidak pernah merasakan belaian suami.

Rawuni mengusap-usap punggung Shona. "Jangan kuatir, kamu diijinkan sekolah setelah menikah. Katanya kamu mau sekolah dokter, kan? Sama keluarga Aditama Jansen, sekolah setinggi dan semahal apa pun gak masalah, Sho. Mau lanjut sampai profesor, sama mereka semudah membalikkan jemuran. Bertahan di panti setelah SMA mustahil bisa kuliah tinggi, biar kamu kerja sampai tulang-tulangmu tanggal sekalipun."

Shona terdiam. Semua yang dikatakan Rawuni benar adanya. Tapi menikah dengan pria tak dikenal bukan cita-citanya.

Rawuni melerai pelukan dan tersenyum pada Shona. "Lagipula, Ghevin Aditama Jansen ini cakep selangit tembus. Mbak yakin kamu pasti bakal loncat-loncat kegirangan pas liat dia nanti."

Shona lantas menyadari sesuatu. "Kalau dia kaya dan good looking level nirwana begitu, apa gak mencurigakan dia malah mau mengambil istri anak panti? Bagaimana kalau itu cuma kedok? Bagaimana kalau setelah nikah aku malah dijual? Mbak Wuni gak mikir?"