Beberapa hari berlalu...
Setelah perang saudara pecah, kondisi di kota Kretek terasa semakin suram. Keadaan menjadi semakin parah ketika para tentara kerajaan di kota Atlas kalah melawan pasukan Crowz, membuat mereka terpaksa untuk mundur ke beberapa kota terdekat yang salah satunya adalah kota Kretek. Mereka menduduki beberapa wilayah strategis di kota guna mempersiapkan strategi untuk menyambut pasukan Crowz yang juga sedang menuju ke kota Kretek.
Sementara itu di balai desa Salam, Dagelans dan beberapa rakyat lainnya telah berhasil mengambil alih balai desa. Namun Rencana mereka untuk menggulingkan balai kota gagal karena kedatangan para tentara kerajaan di kota Kretek membuat mereka tidak bisa berkutik untuk sementara waktu.
Di halaman balai desa, terlihat Mike dan beberapa orang lainnya yang sedang menikmati keheningan senja yang diiringi rintik hujan yang mengguyur pelan.
"Sial, kita hampir kehabisan persediaan makanan." kata salah seorang anggota Dagelans yang baru saja keluar dari dalam balai desa dan kemudian duduk di depan api unggun bersama dengan yang lainnya.
"Kurangi jatah kalian untuk anak-anak." sahut Mike, menanggapi keluhan pria tadi.
"Kita sudah melakukannya. Tapi persediaan kita masih tidak cukup." jawab pria tadi.
"Aku rasa kita hanya bisa bertahan sampai akhir pekan." sahut pria lain.
"Apa kita harus pergi keluar lagi? Sangat banyak tentara kerajaan yang berkeliaran di luar sana." bisik para anggota Dagelans pelan.
Merasa jengkel dengan keluhan para anggotanya, Mike pun berdiri dan mengambil parang. Ia kemudian mengejar beberapa kucing yang sedang berkeliaran dan menyembelihnya.
"Apa yang sedang ia lakukan?" tanya salah satu anggota Dagelans, penasaran kenapa Mike tiba-tiba membunuh kucing-kucing yang berkeliaran di sekitar.
"Kita sedang dalam kondisi perang! Panggang kucing sialan ini dan berhentilah mengeluh!" sentak Mike, melemparkan beberapa bangkai kucing yang ia bunuh ke api unggun.
Mike menancapkan parang yang ia pegang di tanah dan kemudian berjalan keluar gerbang. Sedangkan Para anggota Dagelans hanya terdiam, memandangi kucing-kucing malang tersebut yang perlahan terbakar di tengah api unggun yang membara.
Di sebuah jembatan kecil, Mike berhenti untuk menenangkan diri. Ia menyalakan sebatang rokok dan menatap arus sungai yang mengalir. "Shiro... Dimana kau?" kata Mike pelan.
.
Sementara itu di rumah Akmal, Shiro yang masih belum sadarkan diri sedang mengalami mimpi buruk.
{Sebuah mimpi buruk}
Di sebuah jembatan gantung bernama Kaligelis, perang sedang berkecamuk.
"Bakar mereka semua!" seru seorang wanita berambut merah dan berpakaian serba merah, memberikan komando kepada para pasukannya.
==================
Name : Azuna Agni Flameheart
Birthday : Amazon, 7 April 1970
Position : Emperor of Wonderland
==================
"Wanita sialan!! Jangan ikut campur di wilayahku!!" Seorang pemuda yang sedang berdiri di atas sungai terlihat sangat marah.
==================
Name : Banyu Tirta Samudra
Birthday : Atlantik, 20 Juli 1980
Position : Emperor of Oceania
==================
"Seharusnya kau berterimakasih karena 'Kamisama' telah mengutusku untuk membantu bocah pemalas sepertimu!" kata Azuna, berjalan dengan santai menuju ke jembatan dan kemudian memulai menyerang.
*Firestorm* Azuna mengangkat tangan kanannya ke depan, mengeluarkan semburan api yang sangat besar yang membakar apapun yang ada di hadapannya.
Di jembatan yang membentang sepanjang 300 meter itu, teriakan pilu manusia yang terbakar hidup-hidup mulai terdengar. Beberapa dari mereka berlarian dan meronta-ronta, sedang beberapa lainnya terlihat mencoba untuk melompat terjun ke sungai.
Sesaat sebelum semburan api sampai di ujung jembatan, seorang pria yang datang entah darimana tiba-tiba muncul dan menghadang semburan api tersebut. Ia mengibaskan pedangnya menyamping, memadamkan Firestorm dengan tebasan api hitam pekat. Api hitam yang keluar dari serangan tersebut membakar apapun yang dilewatinya. Bahkan tali-tali besi yang menjadi tumpuan ketegangan jembatan pun putus dan perlahan merobohkan jembatan tersebut.
Tebasan pria misterius tersebut meluas hingga menuju ke hadapan Azuna, membuatnya terpaksa untuk melompat terbang ke langit menghindari serangan tersebut.
Sementara itu di bagian selatan jembatan, air sungai tiba-tiba naik dan membentuk sebuah ombak tenang setinggi 5 meter. "Oho! Ternyata rumor itu memang benar. Akhirnya kau muncul, dasar pencuri!" seru Banyu yang terlihat berdiri di atas ombak.
"Cih! Kali ini akan ku pastikan kau mati terbakar!!" Di ketinggian 20 meter, Azuna terlihat melayang di udara dengan kedua kakinya yang terus menyemburkan api. Ia kemudian mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, memusatkan seluruh energinya untuk sebuah serangan andalannya.
Tidak lama kemudian, tepat di atas kepala Azuna, muncul sebuah bola api yang terus membesar.
*Solar Eclipse... Apocalypse!!* seru Azuna, bersiap melancarkan serangan.
"Hoy, hoy, hoyy!! Apa kau bercanda?!" seru Banyu, terlihat sangat panik melihat bola api raksasa yang kian membesar hingga menutupi langit malam. "Apa kau sudah gila, hentikan!!!" teriak Banyu, mencoba untuk menghentikan niat Azuna membumi hanguskan seluruh pulau Java.
"A-Apa itu??"
"Apa aku sedang bermimpi?"
"Azuna-sama! Hentikan!! Kami masih ada disini!!"
"Azuna-sama, kami mohon!! Tolong hentikan!!"
Baik dari pihak pasukan Crowz maupun tentara kekaisaran terlihat sangat panik. Mereka tunggang-langgang berusaha untuk melarikan diri dari tempat tersebut. Namun diantara ribuan manusia yang sedang berada di medan perang malam itu, banyak dari mereka yang hanya bisa termenung dan pasrah akan nasib yang akan menimpa. Mereka sadar, jika usaha untuk melarikan diri akan berakhir sia-sia.
"Dasar wanita gila! Tunggu saja pembalasanku!" Banyu melarikan diri menaiki gelombang ombak dan menuju ke lautan.
Sementara itu...
Di tengah-tengah kekacauan yang sedang terjadi, di hadapan dua orang anak kecil, sang pria misterius tadi terlihat tersenyum. Dia adalah Abbas Al Brightlight, komandan dari divisi 10 pasukan Crowz.
"Jangan pernah kalian redup. Terangilah dunia yang kelam ini dengan sinarmu." kata Abbas tersenyum, mengelus kepala kedua anak tersebut.
"Semoga sang api membimbing kalian semua ke neraka." kata Azuna pelan, melemparkan bola api yang memiliki diameter sebesar ratusan kilometer ke arah pria misterius tersebut.
Abbas bergegas berjalan meninggalkan anak-anak tersebut dan kemudian melompat ke atas tiang jembatan. Ia mengangkat tangan kirinya dan bersiap untuk menghentikan bola api raksasa tersebut.
*Black hole* Dari telapak tangan kiri Abbas, muncul sebuah lubang hitam kecil yang terlihat bergejolak seperti sedang dialiri sebuah aliran listrik.
*Stars eater!!* Lubang hitam kecil tersebut membesar seketika dan melahap bola api raksasa yang ada di atasnya.
Untuk sesaat, dari dalam lubang hitam yang sedang melahap bola api raksasa itu, terlihat badai petir yang menyambar dan saling bersautan. Namun hal tersebut hanya berlangsung sekian detik hingga akhirnya lubang hitam tersebut berhasil melahap seluruh bola api raksasa tadi hingga tidak tersisa. Tidak lama kemudian, lubang hitam tersebut pun lenyap dalam sebuah ledakan keheningan.
"Ayah!" Kedua anak itu berlari menghampiri Abbas yang terjatuh karena kelelahan.
"Pergilah dari sini dan kembalilah ke tempat pengungsian." kata Abbas, berdiri perlahan dan kemudian mencoba untuk membuka sebuah portal dimensi.
Di ruang kosong tepat di hadapan mereka, sebuah portal dimensi tiba-tiba muncul. Namun tidak lama kemudian gerbang portal tersebut menghilang tanpa jejak. Abbas berusaha untuk membuka kembali portal tersebut, namun usahanya selalu gagal karena dia benar-benar kehabisan tenaga.
Tidak lama kemudian, mereka merasakan sebuah getaran bumi yang terasa semakin dahsyat. Abbas menoleh ke arah barat dan tertegun melihat ombak tsunami setinggi lebih dari 50 meter yang kian datang mendekat. Karena tidak ada lagi yang dapat ia lakukan untuk menghentikan bencana kedua, Abbas merangkul kedua anak tersebut erat dan melindungi mereka dari terjangan ombak yang datang menghantam.
Say hello?
Cek komik pendek adaptasi novel-novelku di IG:ShiroMSFA dan mohon subscribe channel YouTube ShiroMSFA sebagai bentuk dukungan