webnovel

New World : Terbitnya Sang Fajar

Toushiro Al Brightlight adalah seorang remaja yang sangat acuh yang tidak peduli akan apapun yang bukan tentang orang-orang terdekatnya. Akan tetapi kehilangan orang-orang yang disayanginya membuatnya membulatkan tekad untuk berjuang dan mengubah tatanan sistem dunia yang sedang kacau balau. Bermula di kota Kretek, sebuah kota kecil di wilayah Nusantara, Shiro dan beberapa temannya membentuk "Javanese", sebuah kelompok pemberontak yang keberadaannya perlahan menjadi ancaman bagi pemerintah dunia. @Action @War @Magic @Comedy @Parody @System @History @Military

Shiro_MSFA · ファンタジー
レビュー数が足りません
16 Chs

16. Jiwa muda yang bergejolak

Dikarenakan kabut asap yang sudah mulai menghilang, para tentara yang tadinya kewalahan menghadapi para pemberontak kini terlihat sangat bersemangat untuk melanjutkan peperangan.

"Bunuh mereka semua!!!" teriak salah seorang sersan, kegirangan menembaki para pemberontak yang berlari ke arahnya.

Para tentara menyarungkan pedang mereka dan kembali menggunakan senapan untuk menembaki para pemberontak.

Walaupun jumlah para tentara hanya tersisa sekitar separuh dari saat peperangan dimulai, akan tetapi mereka dapat dengan mudah membalikkan keaadan dengan mengandalkan persenjataan dan keterampilan mereka sebagai prajurit kerajaan. Sedangkan para pemberontak yang melihat para tentara sudah mulai dapat mengendalikan jalannya peperangan kini mulai kehilangan kepercayaan diri dan terpecah belah menjadi beberapa kelompok.

"Tidak mungkin.. Mereka sudah mulai berperang lagi." kata Dara, terjatuh lemas duduk di jalanan.

"Pengalihan perhatian tidak berguna. Apa yang harus kita lakukan?" Akmal terlihat berpikir dengan keras mencari cara lain untuk dapat menghentikan peperangan.

"Jika kau ingin perang ini berakhir, maka jalan satu-satunya yang tersisa ialah dengan membunuh pemimpin mereka." kata Daddy sambil mengangkat pedang ke pundaknya.

Mendengar perkataan Daddy, Shiro pun menoleh ke arahnya dan memelototinya dengan sorot mata tajam.

"Oi, jangan melihatku dengan raut wajah menakutkan seperti itu! Kalau tidak mau membunuh mereka, kau juga bisa menjadikan mereka sebagai sandra." kata Daddy, tersenyum sinis melihat ke arah Shiro.

"Itu dia!!" teriak Akmal. "Dara, apa ada jalan lain untuk memasuki balaikota tanpa diketahui oleh para tentara maupun para polisi?" tanya Akmal yang terlihat sudah mendapatkan sebuah ide untuk dapat menghentikan peperangan.

"Ehm... Ada sih, tapi harus lewat halaman belakang. Disana ada sebuah pos penjagaan, dan walaupun saat ini mungkin tidak ada seorangpun polisi yang sedang bertugas disana, aku rasa kita tetap tidak bisa masuk ke balaikota melewati tempat itu." kata Dara yang masih duduk lemas di tepi jalan.

"Kenapa? Ada alarmnya atau jebakan?" tanya Akmal penasaran.

"Bukan." jawab Dara.

"Pintu masuknya dialiri tegangan listrik??" saut Daddy, juga penasaran.

"Bukan juga. Hanya saja, disana ada seorang yang tidak akan pernah mengizinkan kita masuk sebelum kita dapat mengalahkannya." kata Dara, mendadak terlihat serius.

"Cih! Hanya satu orang saja?!" kata Daddy, memalingkan wajahnya dan kemudian duduk di pinggir jalan.

"Seberapa kuat dia?" kata Shiro, mengulurkan tangannya ke Dara.

Dara meraih tangan Shiro, mencoba untuk berdiri perlahan seraya berkata, "Nanti kamu juga akan tahu sendiri."

"Kalau begitu pergilah kesana. Satu orang melawan 41 terdengar sangat menyedihkan bagiku." kata Daddy sambil berdiri perlahan.

"Bagaimana denganmu?" tanya Shiro.

"Well, seperti yang kau bilang tadi, ternyata memang benar kalau kami bisa berguna untuk dijadikan tumbal." kata Daddy tersenyum tipis. "Kalian uruslah mereka yang ada di dalam balaikota. Kami akan mengurus para bajingan yang ada di luar agar mereka tidak akan menjadi gangguan bagi kalian." imbuhnya, melompat-lompat kecil untuk meregangkan otot-ototnya.

"Kalau begitu, Daddy-san dan teman-teman yang lain, berhati-hatilah." kata Dara yang terlihat khawatir.

"Ohoo..! Senang sekali rasanya dikhawatirkan oleh gadis manis sepertimu." kata Daddy, menghampiri Dara yang agak ketakutan dan terlihat bersembunyi di balik bahu Shiro.

"Tapi jangan khawatir, karena kami tidak sendirian. Lihatlah... Bala bantuan akhirnya tiba." kata Daddy sambil melihat kearah timur.

Seribu pemberontak yang tadinya berjalan melewati depan gerbang sekolah akhirnya tiba juga di balaikota.

Shiro memegang kepala gundul Daddy dan berkata, "Kalau begitu jadilah tameng yang baik dan jangan mati sebelum anak buahmu!" Shiro membalikkan badan dan mendorong pundak Dara dan Akmal seraya berseru, "Ayo kita pergi!"

Daddy yang merasa agak sedikit kesal karena tingkah Shiro pun hanya memandangi Shiro dengan raut wajah datar. "Suatu saat nanti, aku pasti akan menghajar bajingan menyebalkan itu!" keluh Daddy, memandangi Shiro dan yang lainnya berlari menuju gang sempit di seberang jalan.

.

.

Sementara itu, disaat para tentara sedang sibuk membantai para pemberontak yang formasinya telah terpecah belah, seekor kerbau yang masih berada di medan pertempuran berlari menuju ke gerbang balaikota. Kerbau itu mendobrak gerbang besi balaikota dan kemudian mengamuk menyerangi para polisi yang sedang bersiaga di halaman balaikota. Namun tidak lama kemudian, kerbau tersebut yang terlihat sedang berlari ke arah sang kepala polisi dengan perlahan tumbang karena ditembaki kapten Agus dengan 2 pistol sekaligus.

"Apa kalian pikir kalian sedang menonton film box office?! Cepatlah habisi para pemberontak sialan itu!" kata kapten Agus, mereload pistol-pistolnya. Ia kemudian berjalan keluar gerbang bersama beberapa letnan yang mendampinginya dari belakang.

Sang kepala polisi terlihat kesal karena telah diselamatkan oleh sang kapten tentara. Dengan berat hati ia pun berkata, "Ayo kita bantu mereka!"

"Tapi pak.. Mereka adalah keluarga kita sendiri!" kata salah seorang polisi, terlihat enggan membantu para tentara membantai para pemberontak.

"Lalu apa kalian akan membiarkan mereka dibantai begitu saja oleh para tentara?! Jika memang mereka harus dihukum, setidaknya kitalah yang berhak melakukannya!" seru sang kepala polisi.

Ia kemudian mencabut pedangnya dan berkata, "Aku tahu ini berat. Tapi kita tidak punya pilihan lain." Sang kepala polisi menoleh ke belakang dan kembali berkata, "Kecuali kalian mempunyai keberanian untuk melawan para tentara dan menyelamatkan mereka."

Para polisi hanya dapat menunduk, merasa bimbang dengan apa yang harus mereka lakukan. Mereka tidak mempunyai keberanian untuk memberontak, tapi juga enggan untuk membantai keluarga mereka sendiri.

Melihat para polisi yang terlihat tidak mempunyai keberanian untuk memberontak, sang kepala polisi pun berseru, "Hunuskan pedang kalian!"

Sang kepala polisi melangkahkan kakinya keluar gerbang, yang kemudian diikuti para bawahannya yang terlihat sangat terpaksa melakukan tugas mereka.

Para tentara yang dibantu oleh para polisi pun berhasil memaksa para pemberontak untuk mundur, membuat formasi mereka semakin berantakan.

"Pada dasarnya, petani tetaplah petani! Tempat kalian adalah di ladang, bukan di medan perang!" seru sang letnan, menembaki para pemberontak yang sedang berlarian untuk mencari tempat perlindungan.

"Jangan biarkan mereka lolos!!" teriak letnan lain, memberikan komando untuk membunuh semua pemberontak yang masih berada dibelakang garis pertahanan.

"Bunuh mereka semua!!" teriak para tentara, terus menembaki para pemberontak dengan senapan win94.

Para pemberontak yang dipukul mundur oleh para tentara kini hanya bisa bersembunyi di balik mobil-mobil tentara yang tadinya menjadi garis pertahanan. Sementara itu, para pemberontak yang masih berada dibelakang garis pertahanan pun terlihat sedang berlarian menghindari tembakan para tentara.

"Berlindung di balik truk!!!" teriak Mike yang sedang berlari dan kemudian melompati kap mobil tentara.

"Mike, apa yang harus kita lakukan?! Kalau terus-terusan seperti ini, kita bisa dibantai habis-habisan!" kata seorang lelaki tua yang berdiri dihadapannya.

"Dasar pak tua, bukankah sudah kubilang agar kau pulang saja dan menikmati secangkir kopi dirumah!!" kata Mike memarahi lelaki tua tersebut.

"Tidak bisa begitu, aku juga ingin berjuang! Jiwa mudaku sedang bergejolak!!" kata lelaki tua tersebut yang terlihat sangat bersemangat, mengangkat cangkul yang dia gunakan sebagai senjata.

"Mike, kalau kita hanya terus-terusan berlari dan bersembunyi, maka akan jatuh lebih banyak korban lagi. Menurutku, walaupun harus mengorbankan banyak warga, kita harus menyerang mendekati mereka secara bersamaan!" kata seorang pria yang berdiri disampingnya.

"Dia benar! Semuanya akan sia-sia kalau kita tidak bisa menang!" teriak seorang pria yang sedang bersembunyi di belakang mobil.

Mike yang terlihat sedang kebingungan mengambil keputusan hanya bisa terrdiam. Hingga tiba-tiba terdengar suara teriakan memanggil namanya.

"Mike-san!! Bala bantuan datang!!!"

Mereka melihat kearah timur dan melihat seribu warga yang sedang berlari dengan penuh semangat.

"Hooyyy!!! Apa kalian sudah kelelahan?? Kenapa kalian tidak pulang saja dan tidur di rumah. Kami akan mengurus sisanya!!!" teriak Daddy yang terlihat sedang mengendarai seekor kerbau dengan raut wajah kegirangan.

"Ada apa dengan pria botak itu? Dia seperti sedang menikmati situasi ini." tanya salah satu anggota Dagelans yang berdiri di belakang Mike.

"Yoosssshhhh!!! Kalian semua!! Bunuh semua tentara itu dan jangan biarkan satupun dari mereka lolos!!!" teriak Daddy sambil mengangkat pedangnya.

Melihat bala bantuan yang terlihat sangat bersemangat, para warga yang tadinya kehilangan kepercayaan diri untuk berperang pun mulai mendapatkan semangatnya kembali.

"Angkat senjata kalian!!!" teriak Mike, bersiap untuk kembali menuju ke gerbang. Para warga bersorak dan dengan penuh semangat berlari mengikutinya.

"Cih! Merepotkan sekali! Hoy, suruh anak buahmu mengambil senapan para tentara yang sudah mati!" teriak sang letnan kepada sang kepala polisi.

"Kalian dengar apa yang dia katakan, cepatlah bergerak!!" teriak sang kepala polisi.

Dengan perasaan yang bercampur aduk, para polisi pun berlarian untuk mengambil senapan para tentara yang sudah mati dan tergeletak di medan pertempuran.

"Kepala polisi, kau urus mereka yang dari timur! Kami akan mengurus yang datang dari depan!!" teriak salah seorang letnan, memberikan perintah.

"Cih! Jangan seenaknya memerintahku." keluh sang kepala polisi pelan. Ia mengangkat pedangnya dan kemudian berlari menyerbu para pemberontak yang kemudian diikuti oleh para polisi yang lainnya.

Cek komik pendek adaptasi novel-novelku di IG:ShiroMSFA dan mohon subscribe channel YouTube ShiroMSFA sebagai bentuk dukungan

Shiro_MSFAcreators' thoughts