webnovel

Mulai Penasaran

     Dua orang di sekitarnya sedang menatap Senja dan menunggu jawabannya. Senja kemudian tertawa. Dan tawa itu terdengar sangat aneh di telinganya sendiri. 

     "Lo tau kan diamnya cewek berarti iya?" Damai kembali menatap ke depan. Kepada Shandy yang masih melihat ke arah Senja dan menunggu jawabannya. 

     Sorot mata Shandy beradu sejenak dengan Damai. Kehadiran siswa baru populer ini sangatlah mengganggu untuk Shandy. Terlebih lagi gosip yang mengatakan bahwa Damai memiliki sikap yang ramah, saat ini hanya sebuah omong kosong besar. Adik kelasnya ini sama sekali tidak memiliki sopan santun. 

      "Jadi gini kak. Emang bener Damai itu tetangga aku, tapi belum lama kok. Dia baru pindah pas masuk ke sini," sela Senja. Sebelum Shandy menimpali perkataan Damai dan terjadi perdebatan lebih serius lagi antara mereka berdua, lebih baik Senja segera menjawab pertanyaan Shandy. Lagipula sebenarnya kenapa juga Senja harus menjelaskannya pada Shandy?

     Shandy mengangguk-angguk. "O gitu… jadi gimana nanti malam?" Shandy mengulang pertanyaan yang tadi terhenti saat kedatangan Damai. 

      Kali ini Senja menatap Damai yang mengangkat sebelah alisnya. Dia pasti bertanya-tanya apa yang sedang mereka bicarakan. 

      "Maaf kak… Mungkin lain kali. Aku juga lagi banyak tugas." Senja menjawab setengah terbata. Sejujurnya dia hanya sedang mencari alasan yang tepat. Sungguh jika bisa dia ingin sekali kabur dari sini sekarang. Kenapa rasanya Senja seperti sedang dipojokkan oleh dua cowok ini. Padahal harusnya, sekarang Senja berada disana untuk menenangkan pikiran. Kenapa justru pikirannya semakin tidak tenang. 

      Kali ini Senja berdiri dari tempat duduknya. Menatap bergantian kepada Damai, dan juga Shandy. Mengambil bukunya di atas meja. "Kalian mau disini? Kalau gitu aku ke kantin dulu ya. Tadi Raya ngajak makan bakso." Senja kemudian melipir, melangkahkan kakinya perlahan pergi dari sana. Sambil tersenyum hambar, dipaksakan. 

      Damai menatap heran pada cewek itu. Sungguh, itu bukanlah sebuah pertanyaan. Itu hanya sebuah aba-aba sebelum dia kabur. Tapi bibir Damai tersenyum tipis, melihat Senja melipir pergi dari sana. Itu berarti Senja sedang menghindari pembicaraannya dengan Shandy. Dan entahlah, hal itu membuat Damai merasa bahwa Shandy tidaklah cukup dekat dengan Senja. 

     Sedangkan Shandy semakin menyorotkan tatapan tajamnya pada Damai. Dia adalah penyebab dari pembicaraannya dan Senja berakhir seperti ini. Sialan. 

     Sejenak mereka saling pandang, tanpa mengucapkan sepatah katapun. "Kalo gak belajar mending pergi dari sini!" ucap Shandy. Penuh penekanan, dan lebih terdengar seperti perintah. Mengusir Damai pergi.

     Damai tertawa dalam hati. Sebagai sesama cowok dia bisa merasakan Shandy sangat tidak menyukainya. Dan sebagai sesama cowok, Damai merasa ada yang aneh dengan kelakuan Shandy pada Senja. "Oke. Aku juga mau nyusul Senja," timpal Damai santai. Sambil mengangguk-angguk.  

      "Kalau gitu aku duluan ya kak," imbuh Damai. Lalu berdiri dan mulai beranjak pergi dari sana. Melangkah santai, dan menunduk sopan pada Shandy. Tapi Shandy bukan malah senang justru semakin geram melihat hal itu. 

      Melihat punggung Damai semakin menjauh, Shandy melemparkan pulpennya pada meja. Shandy menghembuskan nafasnya kasar. "Ah. Sialan!" umpatnya. Damai membuatnya lupa akan tugas yang harus dikerjakan. Dan konsentrasinya buyar seketika. "Brengsek tu anak!" Dia sudah mengacaukan sebuah momen untuknya. 

      Sedangkan Damai tersenyum sambil melangkah pergi. Merasa selangkah lebih depan dari kakak kelas bernama Shandy tadi. "Kayaknya dia suka sama Senja," gumam Damai. Keningnya berkerut. Mengingat kembali ekspresi Senja saat bersama Shandy tadi. Dia memang selalu pemalu, atau memang ada yang disembunyikan di dalam hatinya? Ekspresinya tadi aneh, pikir Damai. "Atau mereka diam-diam pacaran?" gumamnya lagi. 

     Damai menggeleng-gelengkan kepalanya. Kenapa dia penasaran tentang hal itu? Aneh. "Kepo banget sih gue," serunya pada diri sendiri. 

     Damai melangkahkan kakinya, berjalan menuju kantin. Sepanjang perjalanan dia masih memikirkan hubungan Senja dan Shandy sebenarnya. Padahal Damai sudah berusaha untuk mengusir hal itu dalam pikirannya, tapi tetap saja rasa penasarannya semakin tidak terbendung. Hal itu membuatnya setengah melamun selama berjalan menuju kantin. Bahkan beberapa kali dia menghiraukan siswi yang menyapanya, yang kebanyakan memang bergaya sok cantik dan kecentilan. 

     "Mana dia? Katanya mau makan bakso sama Raya?" 

      Sesampainya di kantin, Damai berhenti di ambang pintu masuk, matanya mengedar ke sekitar mencari keberadaan Senja yang tadi berkata "mau makan bakso" disana. Tapi matanya tak menemukan sosok cewek yang dimaksud. Dari kejauhan Damai justru menemukan Raya, Aska, dan kedua temannya duduk bersama di meja paling pojok sambil tertawa dan bercakap-cakap seru. 

      Damai melanjutkan langkahnya. Menghampiri meja mereka. "Ya, Senja gak kesini?" tanya Damai begitu tiba. 

     "Woy, dari mana aja? Sini duduk!" Aska menarik tangan Damai, agar cowok itu duduk di kursi panjang sebelahnya. "Kita cari dari tadi gak ada," imbuh Aska. 

      Damai tak menjawab pertanyaan Aska, justru sekarang dia menatap Raya dan menunggu cewek itu menjawab pertanyaannya. 

     "Tadi katanya ke perpustakaan Mai." Raya menyadari tatapan Damai, dan menjawabnya dengan santai. 

      "Iya gue tau, tapi tadi dia bilang mau makan bakso kesini," timpalnya. 

      Kali ini Raya dan teman-temannya mengerutkan kening ke arah Damai. "Maksudnya kamu tadi sudah ketemu Senja?" tanya Raya. Memperjelas maksud Damai dan apa yang ada di dalam otaknya. 

     "Hmm." Damai mengangguk. "Jadi, dia gak kesini dari tadi?" 

      Raya menggeleng cepat. "Tadi aja dia aku ajak makan bakso gak mau. Dan kalau makan bakso aku pasti tahu dong, gak mungkin dia makan bakso terus pergi gitu aja," jelas Raya. Kemudian matanya mengedar ke seluruh kantin. Sudah sangat bisa dipastikan bahwa Senja pasti tidak ada disana. Karena tidak mungkin Raya tidak tahu jika Senja berada di sana. 

      Damai terdiam. Tapi wajahnya jelas masih penasaran. Kemana sebenarnya cewek itu pergi? 

     Raya bertopang dagu di depan Damai, mengamati wajah ganteng cowok di depannya itu, sambil menyipitkan mata. "Kamu ketemu dia dimana?" tanyanya pada Damai. 

     Damai menyahut segelas es yang berada di depan Aska, lalu menyedotnya perlahan. Entahlah tenggorokannya terasa kering tiba-tiba. "Di perpustakaan. Gue tadi kembalikan buku ke dia. Dia pergi dan bilang mau kesini tadi." Damai menjelaskan dengan singkat dan gamblang. 

      Raya bisa mencerna penjelasan Damai, dia mengangguk-angguk dan sudah bisa menyimpulkan dari cerita Damai bahwa Senja menghindarinya. "Kan aku udah bilang sama kamu kalau dia itu pemalu, dia emang gak biasa di tempat ramai. Apalagi kamu banyak fansnya Damai, pasti dia menghindari hal itu. Senja gak mau jadi pusat perhatian kalau di sekitar kamu. Kecuali kalau diluar sekolah dan gak ada yang kenal kamu," jelas Raya. Mengatakan segala sesuatu yang ada di pikirannya dengan begitu enteng. Lagipula, Raya dan Damai bisa dibilang sudah cukup dekat, dan Raya sudah pernah menjelaskan tentang sahabatnya Senja. Jadi Raya kembali mengulang penjelasan itu dengan lebih santai sekarang. 

      Tapi kali ini Damai yang menanggapinya dengan tidak santai. Hatinya sedikit tidak terima dengan penjelasan Raya barusan. Sepertinya dia salah paham. "Dia tuh gak menghindari gue, tapi kakak kelas yang tadi di perpustakaan. Kayaknya dia iseng banget ngajakin Senja keluar," jawab Damai. 

      "Kakak kelas?" Kening Raya semakin berkerut, matanya semakin menyipit. Karena otaknya berpikir siapa kakak kelas yang dimaksud Damai. "Kak Shandy maksud kamu?" tanya Raya lagi. Karena perpustakaan memang selalu identik dengan cerita tentang Shandy dari mulut Senja. Jadi tidak ada kemungkinan orang lain yang berada disana.

      Damai mengangkat kedua bahunya. "Mungkin. Gue juga gak kenalan sama dia," balasnya sewot. 

      Raya tersenyum lebar. Kemudian menggeleng. "Gak mungkin kalau Senja menghindari Kak Shandy. Mungkin kamu salah," timpal Raya. 

     Damai lagi-lagi tak terima. Jelas-jelas Senja tadi menghindari Shandy. Bukan dirinya. Kenapa Raya bisa menyimpulkan seenak jidatnya seperti itu? Padahal dia tidak tahu kejadian sesungguhnya. Apa istimewanya kakak kelas bernama Shandy tadi? 

      "Emang apa hubungan mereka sebenarnya?" tanya Damai penasaran.