Sepulang kerja, Fathan mampir ke rumah sakit tanpa sepengetahuan Rena. Sejujurnya ia curiga, hanya saja ia takut dugaannya salah.
Fathan menghubungi Intan untuk menanyakan di ruang apa Gita di rawat. namun Intan sama sekali tak membalas pesan Fathan.
Meski di abaikan, Fathan tetap pergi ke rumah sakit untuk menjenguk dan memastikan keadaan keponakannya.
Sesampainya di rumah sakit, ia menanyakan pada resepsionis rumah sakit dengan menyebutkan nama Gita juga penanggung jawabnya bernama Intan. Tak butuh waktu lama, suster penjaga resepsionis langsung memberi tahu di kamar mana Gita di rawat.
Intan sedang memberi Gita makan sore saat Fathan menyibak gorden pembatas. Dia sedikit terkejut karena kedatangan Fathan, hatinya gelisah tak menentu. Lagi-lagi ia teringat insiden kecelakaan suaminya.
"Om Fathan," gumam Gita, matanya berbinar karena kedatangan om-nya. Saking senangnya, Gita berusaha hendak turun dan menyalami Fathan.
"Gak usah sayang, gak usah! Kamu duduk aja ya," sergah Fathan sembari mendekati Gita.
Intan tak bicara sepatah katapun, ia juga tak berani mengusir Fathan, walau bagaimanapun, Fathan adalah pamannya Gita, dan maksud kedatangan Fathan itu baik, untuk menjenguk keponakannya.
"Gimana keadaannya sayang?" tanya Fathan sembari duduk dan menggenggam tangan Gita.
"Masih sakit perutnya om," jawab Gita manja.
"Insyaallah sebentar lagi sembuh ya, Gita makan yang banyak, nanti minum obat ya," ujar Fathan.
"Siap bos," balas Gita sembari tersenyum.
Setiap melihat Gita, ia selalu teringat Bayu. Wajah Gita memang lebih mirip pada Bayu dari pada Intan.
"Mau om suapin gak?" tanya Fathan lagi.
"Boleh," jawab Gita girang.
Fathan melirik ke arah Intan untuk meminta nampan berisi makanan yang di pegang oleh Intan. Dengan terpaksa wanita itu memberikannya pada Fathan.
"Oh ya, om punya hadiah buat Gita, mau?" tanya Fathan di sela-sela menyuapi Gita.
"Hore ... hadiah apa om?" tanya Gita antusias.
Fathan menaruh sebentar nampan berisi makanan, lalu ia mengambil tas dan merogoh sebuah boneka kecil di dalamnya.
"Taraaaaa ... Gita suka?" tanya Fathan.
"Suka om, suka banget," jawab Gita kegirangan sembari memeluk boneka pemberian Fathan.
Intan yang biasanya mengingatkan anaknya untuk mengucapkan terimakasih pada seseorang yang memberi sesuatu untuk Gita, kali ini ia lebih memilih diam.
"Ma, bagus kan bonekanya?" tanya Gita pada Intan dengan menunjukkan ekspresi bahagianya. Intan hanya mengangguk sembari memaksakan senyum.
Melihat ada yang berbeda dari Intan, Fathan bertanya-tanya dalam hatinya.
Setelah selesai makan dan minum obat, Intan tertidur, biasanya Intan akan melarang Gita tidur sore karena banyak sekali mudharatnya untuk tubuh, tapi kali ini ia membiarkan, apalagi Gita memang butuh istirahat.
"Mbak, ada yang mau saya omongin sama mbak, bisa kita bicara di luar?" tanya Fathan.
Intan hanya mengangguk sambil berjalan mengekor Fathan. Konflik batinnya membuat fikirannya kalut. Intan ingin menanyakan langsung pada Fathan perihal keberadaannya di insiden kecelakaan itu, namun lagi-lagi ia urungkan.
"Mbak, sekali lagi saya minta maaf karena makanan yang kami berikan Gita jadi sakit, tapi aku masih gak percaya kalau Rena sengaja meracuni Gita," Fathan membuka pembicaraan. Ia berharap semoga Intan tak terus-menerus menuduh Rena.
"Mas Fathan gak akan percaya, karena dia istri mas Fathan, kalaupun memang benar adanya, mas Fathan pasti akan melindunginya," jawab Intan tanpa menoleh pada Fathan, Ia menatap orang yang berlalu lalang di hadapannya dengan pandangan nanar.
"Gak begitu mbak, jika memang terbukti Rena melakukan itu, aku juga pasti akan memberikan pelajaran bahkan hukuman untuk Rena, hanya saja gak ada bukti pasti kalau Rena yang sengaja menaruh racun itu, secara aku dan Gea sama-sama makan kue nya," Fathan mencoba meluruskan.
Dalam hatinya, ia akan membuktikan sendiri apakah itu memang ulah istrinya atau bukan.
"Ya sudahlah, toh Gita juga sudah sembuh, besok sudah di perbolehkan pulang. Terimakasih karena sudah menjenguk Gita," ungkap Intan seraya berdiri lalu bergegas hendak pergi.
Tadinya, ia mantap ingin menanyakan hal yang mengganjal di hatinya, namun lagi-lagi ia urungkan karena tak yakin. Ia lebih memilih diam sampai dirasa waktunya tepat untuk bertanya. Karena menurutnya sudah tak ada lagi kepentingan Fathan, Intan berniat untuk kembali menemani Gita di dalam, namun tiba-tiba saja Fathan mencegah langkahnya dengan menggenggam tangan Intan.
"Maaf mbak," kata Fathan, ia sama sekali tak sengaja menyentuh tangan kakak iparnya, ia hanya refleks karena masih ada hal yang ingin dia sampaikan pada Intan.
"Apalagi mas?" tanya Intan malas namun tetap sopan.
Fathan tak menjawab. Ia mengeluarkan amplop lalu memberinya pada Intan. Kening Intan mengerut seketika.
"Ini buat biaya rumah sakit Gita mbak, kalau masih kurang, mbak hubungi saya lagi saja," ucap Fathan.
Sebelum ke rumah sakit, Fathan lebih dulu menarik uang di ATM untuk biaya pengobatan Gita. Iya yakin, Intan pasti kalang kabut mencari dana.
"Maaf mas, saya gak bisa terima, nanti Rena marah lagi sama saya," kata Intan sembari mengembalikan amplop berisi uang ke tangan Fathan.
"Ambil aja mbak, Rena gak apa-apa kok, lagian Gita tanggung jawab saya. Jadi saya mohon mbak ambil uang ini ya," pinta Fathan, ia menaruh paksa amplop itu di tangan Intan. Setelah itu Fathan segera pergi agar Intan tak mengembalikan lagi uangnya.
Sepulangnya Fathan, Ambar menjenguk Gita, dan memberikan dukungan semangat untuk sahabat terbaiknya.
Keduanya saling berbagi cerita, apalagi sudah lama sekali mereka tak jumpa, hanya komunikasi lewat dunia maya.
"Menurutku lebih baik kamu tanyakan langsung sama adik ipar kamu itu Tan, belum tentu juga adik ipar kamu yang bawa mobil itu, meski dia datang dari arah yang berlawanan sebagaimana mobil itu kabur. Bisa aja dia justru lari untuk mengejar mobil yang nabrak suami kamu. Menurutku baiknya komunikasikan, jangan di pendam apalagi menduga-duga. Gak baik tahu, mending tabayyun deh," papar Ambar saat Intan mencurahkan isi hatinya.
Benar juga perkataan Ambar, baiknya Intan bicarakan baik-baik dengan Fathan, Intan merenung sejenak lalu ia mengambil keputusan besok akan bertemu adik iparnya.
***
"Ya ampun pa, makasih ya, mama suka banget sama kadonya," ungkap Rena sembari bergelayut manja di leher Fathan.
Fathan memberikan kado mobil baru untuk Rena, tujuannya agar istri dan anaknya tak kehujanan saat di perjalanan. Dia juga berniat menyekolahkan Gita bersama Gea, jadi mobil itu di gunakan untuk aktifitas istri, anak dan keponakannya.
"Sama-sama sayang, tapi kamu gak boleh nyetir sendiri ya, aku udah ada sopir untuk antar jemput kalian," tutur Fathan.
Rena sangat bahagia. Suaminya selain royal juga pengertian.
"Oke mas," jawab Rena.
"Sebentar lagi sopirnya datang, aku sengaja menyuruhnya ke rumah biar saling kenal dulu," ucap Fathan.
Tak lama kemudian pintu di ketuk. Fathan yang sudah tahu bahwa yang datang adalah sopirnya segera membuka pintu. Rena mengekor di belakangnya. Namun, mata Rena membulat seketika saat melihat laki-laki yang akan bekerja sebagai sopir keluarganya.
"Permisi pak Fathan, Bu ...." sapa lelaki itu pada majikannya.
Hati Rena gelisah tak menentu, tubuhnya mengeluarkan keringat dingin, sementara laki-laki itu tersenyum kecut ke arahnya.
Bersambung.