Entah sudah berapa jam yang kuhabiskan, kurasa lebih dari enam jam karena saat ini sudah pukul sembilan malam dan aku sudah menyelesaikan lima bab dari enam puluh bab yang ada. Buku ini sangat tebal hingga untuk mengangkatnya saja aku harus mengerahkan seluruh kemampuanku.
Aku tidak merasa lapar karena setiap dua jam pelayan datang untuk memberiku makanan, snack, minuman dan semua yang kubutuhkan. Aku bahkan tahu dimana letak toiletnya, jadi meski pria itu tidak ada di sekitarku aku tidak kebingungan sama sekali.
Brrttt Brtttt
Tiba-tiba ponsel baru itu bergetar dengan bertuliskan Christopher Hudson memanggil. Aku segera menerima panggilannya meski dengan tangan gemetar.
"Yes Sir."
"Sudah menyelesaikan berapa bab?" Tanyanya.
"Lima bab."
"Jangan terlalu memaksakan diri, pelayan akan datang dan menunjukkan kamarmu. Kau bisa membawa semuanya ke kamarmu dan beristirahatlah."
"Baik Sir." Jawabku gemetaran.
"Kau bisa mengatakan pada pelayan untuk mengantar makananmu ke kamar jika kau tidak ingin makan di ruang makan."
"Em . . . " Aku menahan diri untuk bertanya sebenarnya.
"Katakan."
"Apa anda makan di ruang makan?" Tanyaku spontan.
"Jika kau menginginkannya kita bisa makan bersama di ruang makan."
"Oh . . . tidak. Aku tahu anda sibuk."
"Ok, mandi dan turunlah ke ruang makan. Kita akan makan malam di ruang makan." Ujarnya sebelum kemudian sambungan teleponnya terputus. Aku menghela nafas, entah mengapa setiap kali melihatnya, berada dekat dengannya atau bahkan sekedar berbicara melalui telepon dengannya membuatku sangat gugup.
Aku memegangi dadaku, memastikan jantungku masih sanggup berdetak setelah banyak hal yang dia lalui sejak pagi tadi.
Benar saja tak berapa lama dua orang pelayan datang, satu membantuku membawa barang-barang sedangkan satu lagi berjalan didepan untuk menunjukan kamarku.
Aku bahkan terngaga dengan kamar yang diberikan padaku sebagai timpat tinggal sementara setiap kali aku bekerja di rumah ini. Kurasa ini tak kalah mewah dari hotel bintang lima di pusat kota.
"Mr. Christ meminta anda membersihkan diri, dia menunggu anda di ruang makan."
"Ok." Aku mengangguk, tapi kemudian melihat diriku sendiri di cermin besar, bahkan hampir seluas dinding kamar itu. Aku tidak punya pakaian. Oh sial, apakah aku akan memakai pakaian yang sudah kupakai bekerja seharian untuk makan malam besama dengannya?
Ponselku bergetar lagi, dan kulihat sebuah pesan singkat masuk. "Semua baju ganti ada di lemari, kau bisa memakai sesukamu." Tulisnya.
Aku bergegask kea rah lemari besar dengan pintu slide itu dan menggeser pintunya. OMG !!! mulutku menganga melihat isinya penuh dan sangat rapi, semua bahkan tampak sangat modis dan kekinian. Aku tidak percaya bagaimana dia memiliki pakaian perempuan di lemarinya sebanyak ini? Milik siapa semua pakaian ini? Tanyaku dalam hati.