Setelah lewat tengah malam, aku masih mengerjakan pekerjaanku di perpustakaan padahal tadi pukul sembilan malam Mr. Christ bertanya padaku melalui pesan singkat dan aku mengatakan aku sudah bersiap untuk tidur. Aku benar-benar tidak ingin dia membayarku padahal aku sedang tidur. Jadi aku bertekad menyelesaikan semuanya hari ini juga, malam ini juga, kalau perlu sampai pagi. Jadi jika dia membayarku duapuluh empat jam, maka aku benar-benar menerimanya karena aku bekerja.
Baru dua puluh bab, meski setiap babnya cukup pendek, hanya sekitar sepuluh sampai limabelas lembar, tapi ini benar-benar menyiksa. Aku tidak akan menyelesaikan semuanya dalam semalam jika aku harus memikirkan kualitasnya, kecuali jika aku hanya memikirkan soal kuantitas.
Aku jelas tidak bisa mengabaikan isi ringkasanku mengingat Mr. Christ mengatakan bahwa dia mengkoreksi hasil ringkasanku dan aku benar-benar melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.
Aku terlonjak saat mendengar handle pintu di tarik dan pintu terbuka. Mataku langsung terarah ke pintu dengan jantung berdebar-debar aku tidak berkedip sedikitpun. Siapa yang mungkin datang ke perpustakaan tengah malam seperti ini?
"Mr. Hudson?" Aku bernafas lega saat melihatnya masuk ke perpustakaan dengan piyama tidurnya.
"Kau masih bekerja?" Tanyanya dan aku tertunduk, entahlah apakah dia akan marah atau apa, tapi dia tampak tidak menyukainya.
"Aku tidak memintamu bekerja duapuluhempat jam. " Katanya kesal dan aku sangat menyesal, ternyata apa yang kulakukan bukanlah hal yang dia sukai.
"Maaf." Ujarku.
"Aku memintamu cukup istirahat, cukup makan, apa kau tidak mendengarkanku?" Tanyanya sambil menghampiriku setelah menutup pintu perpustakaan.
"Aku hanya ingin menyelesaikan semua babnya malam ini."
"Tanpa memperhitungkan kualitas ringkasanmu?" Tanyanya dan aku jelas menolak.
"Aku memperhatikan semuanya, aku meringkas dengan sak sama. Bahkan jika anda ingin aku mengkoreksinya, aku pastikan aku benar-benar bersungguh-sungguh dengan semua hasil ringkasanku."
"Tapi aku tidak ingin kau bekerja seperti ini." Dia mendekatiku, meraih rambutku yang lolos dari ikatan ekor kuda dan menyelipkannya ke belakang telingaku. Saat ujung jarinya tak sengaja menyentuh wajahku, reaksi seluruh tubuhku membuatku terkesiap. Seluruh tubuhku meremang dibuatnya. Aku memalingkan wajahku hingga tidak melihatnya, tapi aku masih bisa merasakan aroma tubuhnya yang harum, bersih, dan sangat maskulin menyeruak melalui hidungku dan mempengaruhi seluruh syarafku. Oh Tuhan, aku tahu ini salah, tapi aku sangat menginginkan dia saat ini juga.
"Go to sleep." Katanya dengan suara yang juga terdengar bag mantra di telingaku.
"What if I don't obey you?" Kalimat bodoh itu meluncur begitu saja dari bibirku.
"You will." Dia meraih wajahku dengan satu tangannya, membuatku menengadah menatapnya dan mengatakan kalimat itu dengan sagat tegas, tapi tatapannya begitu lembut. Dia melepaskan wajahku dan berbalik, berniat untuk meninggalkanku.
Aku berlari ke arahnya dan memeluk pinggangnya, membuat dia menghentikan langkahnya.
"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya.
"Aku tidak ingin kau pergi begitu saja."
"Kau tidak tahu apa yang sedang kau lakukan." Katanya sambil berbalik menatapku. Tapi aku tidak membuang kesempatan. Aku berjinjit hingga bertumpu pada ujung-ujung jariku dan meraih lehernya dengan kedua tanganku, meraih bibirnya dengan bibirku dan kali ini aku yang menciumnya.
"Jangan mematung, cepat kemasi barangmu dan pergi tidur." Kalimat itu membuatku terkesiap. Semua yang tadi kurasakan seolah begitu nyata ternyata hanya terjadi didalam kepalaku. Dia tampak berdiri di ambang pintu dan melihat ke arahku. Rupanya dia benar-benar berbalik meninggalkanku, tapi aku tetap duduk di tempatku. Semua kejadian saat aku memeluk pinggangnya hingga menciumnya hanya terjadi di kepalaku yang busuk ini.
Oh Shit!!
"Ok Sir." Aku mematikan laptopku dan membiarkannya berada di atas meja itu, sementara aku memasukkan ponsel kedalam kantong pakaian tidurku dan berjalan keluar. Dia bahkan menungguku keluar dari ruangan itu dan menutup pintunya setelah aku keluar.
"Mr. Hudson." Aku berbalik dan menatapnya.
"Ya." Dia menatapku dari jarak kurang lebih dua meter. Tangannya tersarung di saku celananya, oh Tuhan mengapa pria ini begitu sempurna. Mengapa Kau begitu kejam dengan menciptakan makhluk sesempurna ini di hadapanku sementara aku tidak punya kemampuan untuk menyentuhnya.
Aku menelan ludah, mempertimbangkan sesaat apa yang ingin ku katakana, tapi kemudian aku mengatakannya begitu saja. "Good night."
"Ya." Dia mengangguk.
Hanya itu, hanya itu reaksinya. Tidak seperti yang terjadi di pikiranku juga. Aku berharap dia akan berjalan cepat ke arahku, menyambarku seperti seekor burung elang yang menyambar anjing kecil yang sedang bermain-main di halaman kemudian menarikku dalam pelukannya seperti banyak adegan di film romantic yang sering ku tonton diam-diam saat aku menunggu shiftku berakhir di kedai yang tak terlalu ramai.
"Tidurlah." Ujarnya sambil berlalu meninggalkanku.
"Ok." Kataku lirih, ini benar-benar menyakitkan ketika apa yang kuharapkan terjadi tidak pernah terjadi. Aku pergi ke kamarku, kamar yang disediakan untukku saat aku berada di rumah ini.