webnovel

My Soully Angel (Jodoh Sang Dewa Api)

Yafizan - Diturunkan ke bumi akibat serangan fatal dari kekuatannya membuat seorang gadis meninggal karena melindungi adik calon suaminya. Dia selalu bersikap arogant dengan emosi yang meluap - luap karena sifat alami apinya. Tinggal di bumi hampir seribu tahun lamanya bersama asisten yang diperintahkan untuk menjaganya selama di bumi. 1000 tahun kemudian dia dipertemukan dengan reikarnasi gadis yang tanpa sengaja diserangnya, dan gadis itu selalu menolongnya sedari kecil - Soully. Kejadian tak terduga membuatnya keduanya terikat dalam pernikahan.

GigiKaka · ファンタジー
レビュー数が足りません
100 Chs

Bab 54

Rona melerai tatapan perang dingin dan tajam itu dengan sengit. Mengingatkan jika saat ini mereka sedang berada di rumah sakit, mengingatkan pula keberadaan Soully yang sedang terbaring lemah.

"Kalian sungguh tidak dewasa sama sekali." Rona menggeleng-gelengkan kepala tanda tak mengerti dengan dua tuan muda yang ada di hadapannya. "Aku harus ke kantor, ada klien penting yang sudah membuat janji temu hari ini. Kau tahu kan bagaimana Mrs. Nichole?" kata Rona yang segera pamit bekerja mewakili Yafizan. "Apa...kau sendiri yang ingin menemui Mrs. Nichole? Kurasa dokter Erick bisa menjaga Soully."

Tatapan Yafizan tajam seketika. Ia tak suka pernyataan Rona barusan yang seolah mendukung dan memberi peluang pada Erick. Rona langsung berpaling dan bergidik ngeri. "Aku hanya bertanya saja. Ya sudah, aku pergi dulu." Asistennya itu langsung pergi tanpa basa basi lagi setelah menepuk pundak Erick saat melewatinya.

"Sampai kapan kau mau berada di sini? Apa kau tak ada pasien lain yang memerlukan bantuanmu?" suara geraman mengingatkan Erick akan kehadirannya.

Erick sebenarnya masih ingin terus di samping Soully seperti dulu saat ia merawatnya dulu. Tanpa menoleh dan mempedulikan Yafizan, ia mengelus pucuk rambut Soully yang masih dalam posisi tidur cantiknya. "Cepat sadar dan sembuh, my Angel..." lirihnya di telinga Soully. Lalu beranjak dan berjalan melalui Yafizan tanpa pamit.

Yafizan merasa dongkol, jika ini bukan di rumah sakit, mungkin saat ini ia menggunakan kekuatannya meleburkan Erick. Tapi ia sadar, kalau pun bukan di rumah sakit kekuatan mereka sama hebatnya, terlebih ia tahu jika Erick berkekuatan air yang bisa meredamkan kekuatan apinya. Yafizan menghela nafas dengan kasar.

Ia terlelap beralaskan lengannya ketika menggenggan erat tangan Soully yang masih pucat dan dingin.

"Sayang, bangunlah. Kenapa tanganmu masih terasa dingin? Segeralah sembuh..." lirihnya dengan mata yang berkaca-kaca.

***

Miller berjalan mondar mandir karena sampai pukul 10.00 saat ini Soully masih belum datang ke kantor. Terkadang ia duduk lalu berdiri, mondar mandir dan duduk lagi. Begitu seterusnya sampai-sampai Bimo pun sudah lupa berapa kali hitungannya saat melihat tingkah laku bosnya.

"Kenapa dia masih belum datang juga?" celotehnya sendiri.

"Apa kemarin malam dia sampai apartementnya dengan selamat?"

"Ugh, bodoh! Seharusnya aku mengantarnya tadi malam untuk menemaninya berjalan."

"Oh, atau jangan-jangan Yafizan yang possesif itu melarangnya pergi bekerja? Secara dia pasti sudah pulang kemarin."

"No no no! Ini pasti salahku. Kemarin aku dengan lancang menciumnya. Ya, dia pasti marah dan menghindariku sekarang."

Miller terus berceloteh sendiri. Bimo hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum miris mendengar ucapan demi ucapan yang dilontarkan dari mulut tuannya.

Sudah lama sekali ketika ia melihat Miller yang merasa galau seperti itu. Dan itu sungguh menggemaskan.

Miller menatap meja dan kursi kosong yang ada di hadapannya. Membayangkan ketika Soully sedang duduk fokus pada materi kerjanya. Sebuah senyuman tersungging lembut diri bibir tipisnya.

Konyol! Kenapa aku begitu sangat merindukannya?

***

Matahari sudah mulai terik dan ini saatnya ketika di mana para cacing di perut berdemo ingin diberi asupan makanan yang begizi.

Miller masih terus penasaran kenapa Soully tidak datang bekerja bahkan mengabarinya saja tidak. Yang membuatnya semakin penasaran justru ketika panggilannya terabaikan dan itu membuat kerinduannya menjadi kecemasan.

Apa terjadi sesuatu padanya?

Tanpa menghiraukan pekerjaan yang sedang diurusnya, dengan cepat ia berlari mencari seseorang yang bisa ia tanyakan. Miller menuju ruangan di mana musuh besarnya berada. Saat langkah kakinya menuju lift yang hendak ia naiki, tiba-tiba ia melihat Rona bersama seorang perempuan setengah baya yang masih cantik berjalan menuju pintu lobby hendak keluar.

Secepat kilat Miller menyusul Rona dan menghadangnya. Rona dan Mrs.Nichole hampir mendapat serangan jantung dadakan. Rona merasa kaget sekaligus bersikap elegant dengan mempertahankan kewibawaannya karena ia fikir tamu adalah klien penting yang harus dilayaninya dengan baik sekalipun itu adalah tamu yang tak di undang.

Padahal kenyataannya, jika bukan karena Mrs.Nichole, ia sudah pasti mematahkan leher Miller yang kini berada di hadapannya. Tanpa menoleh ke arah wanita paruh baya yang sedang berdiri di samping Rona, tanpa biasa-basi lagi Miller bertanya.

"Di mana Soully? Kenapa dia tidak masuk kerja hari ini?"

"Apa Soully tidak memberitahumu?" heran Rona, sejenak ia mengernyitkan dahinya. "Ehm...apa Soully masih belum bangun? Jadi kurasa dia masih belum bisa menghubungimu," imbuhnya pelan namun masih bisa terdengar jelas.

"Kenapa dia?" Miller membulatkan matanya, tatapan tajam itu dengan erat tangannya mencengkram bahu Rona. "Cepat katakan! Soully kenapa?"

"Dia saat ini sedang dirawat di..." belum sempat Rona memberitahu, Miller sudah langsung berlari secepat kilat ke ruangannya tanpa melihat Mrs.Nichole lagi.

Kalau bukan proyek reality show yang sedang digarapnya, ia pasti sudah berada di mana Soully dirawat. Dia merasa jengkel pada dirinya sendiri, sikap kedisiplinan dan profesionalisme yang selalu ditanamkannya menjadi ultimatum untuknya sendiri.

"Bukankah dia Miller?" tanya Mrs.Nichole.

"Anda masih mengingatnya, Yang Mulia?" Rona tak percaya ternyata wanita paruh baya yang sedang berjalan di sampingnya itu masih mengingat jelas 'manusia-manusia spesial' dari negerinya.

"Bagaimana aku bisa lupa, dia juga salah satu pria idaman di negeri kita, Ron? Aku juga masih ingat dengan jelas keadaan terpuruknya ketika ia kehilangan orang yang begitu mengasihinya," ucap Mrs.Nichole dengan tatapan mata sendu. "Bagaimanapun, dia terlihat sedih dan terpuruknya sama seperti Yafizan kehilangan Mayra."

"Ya...bagaimanapun Mayra adalah adik kesayangannya."

***

Soully merasakan berat pada tangannya ketika ia mulai membuka matanya. Ia melirik ke sampingnya lalu mendapati Yafizan yang masih terlelap. Soully mengusap lembut rambut kepala suaminya itu. Seketika Yafizan pun mengerjap dan mengangkat kepalanya.

"Sayang...hei...kapan kau bangun?" tutur Yafizan seraya membantu untuk mendudukkan Soully. "Apa ada yang sakit lagi? Perutmu, apa masih terasa sakit?" cecarnya cemas dan Soully hanya menggeleng.

"Kurasa perutku sudah terasa lebih baik. Kenapa aku di sini? Ah, apa aku merepotkanmu lagi? Maaf..." Soully sudah mulai berkaca-kaca, merasa dirinya selalu merepotkan orang lain.

Sambil menggelengkan kepalanya, Yafizan menggenggam erat tangan Soully, mengusap pipinya pelan. "No, Sayang. Kamu tidak merepotkanku. Justru maafkan aku karena lagi-lagi aku tak memperhatikanmu."

"Oh ya, padahal aku hanya sakit perut dan sembelit saja, kenapa harus sampai dirawat dan di infus seperti ini?"

"Hanya, katamu?" Yafizan menggelengkan kepala. "Bolak balik kamar mandi dan menguras semua isi perutmu sampai kau pucat dan dingin lalu pingsan, itu semua sekedar HANYA?" kesalnya dengan menekan kata di akhir kalimatnya. "Kau bisa mati jika aku terlambat sedikit saja membawamu ke sini."

"Maaf...aku..."

"Makanan apa saja yang masuk ke perutmu kemarin?" interogasi Yafizan membuat Soully bingung.

"Emh...kemarin aku sarapan susu dan roti."

"Lalu?"

"Cake coklat dan blueberry cheese, dan...segelas coklat hangat."

"Lalu?"

"Buah pepaya..."

"Lalu?"

Soully terdiam, ia mengingat terakhir kali ia memang memakan potongan buah pepaya yang disuguhkan Miller padanya saat makan siang. Karena sibuk menyelesaikan proyeknya sampai ia tak sempat untuk makan siang.

"Oke, jam berapa kau terakhir memakan buah itu?" pertanyaan Yafizan semakin mendekatkan tatapannya ke wajah Soully yang menunduk kikuk. Tubuh Soully bergerak mundur.

Oh, tuhan sebenarnya aku tak tega dan lihatlah dia begitu menggemaskan seperti anak kucing yang ketakutan.

"Seingatku itu jam makan siang...kami sibuk dan..(Soully melirik Yafizan dalam tunduknya) ketika perjalanan pulang aku minum kopi. Apa kau marah? Kenapa...kau bertanya seperti itu?" lirih Soully.

"Bodoh!" Yafizan merutuk namun segera mendekap Soully erat ke dalam dadanya. Ia sungguh tak tega istri cantiknya yang sedang sakit itu merasa tertekan dan takut padanya. "Bos sialanmu itu sungguh keterlaluan. Jika sibuk, seharusnya jangan sampai perutmu kosong, hm? Dan apa itu? Buah pepaya? Kopi? Bukankah itu jenis buah dan minuman yang tak kau sukai? Bahkan kau memang hampir tak pernah menyentuh mereka saat sedang bersamaku." Yafizan mencium kening Soully berkali-kali.

"Maaf..."

"Sudahlah, aku tahu kau pasti lapar bukan saat itu? Jadi kau terpaksa memakan dan meminumnya."

Soully menganggukkan kepala lalu membalas pelukan Yafizan dengan erat.

"Oh ya, apa kau sudah memberitahu ke kantor jika aku tak masuk kerja hari ini? Padahal pekerjaanku sedang sibuk-sibuknya."

"Berhentilah dari pekerjaanmu! Kenapa kau selalu bersikeras ingin bekerja? Apa kau sungguh menyukai si meler-meler itu? Padahal suamimu ini lebih tampan darinya," ucap Yafizan narsis membuat mata Soully membulat dan menjauhkan badannya tanpa melepas pelukan mereka. "Benarkan? Lihat, apa yang kurang dariku?" goda Yafizan mengedipkan matanya sehingga membuat Soully tertawa lepas.

Cih, dasar narsis!

Yafizan mencium wajah Soully, mengabsennya tanpa melewatkan satu pun hingga mengecup bibirnya lama.

Tawamu adalah kebahagiaan bagiku, Sayang...

.

.

Erick membalikkan badannya dan menutup pintu ruang perawatan Soully. Hatinya merasa hancur ketika melihat kemesaraan yang dilakukan pasangan suami istri itu. Dirinya merasa sangat kecewa, bahkan rasa iri yang menekankan bahwa seharusnya dirinyalah yang sekarang berada di samping Soully. Memberi perhatian, belaian lembut serta kecupan-kecupan itu.

Ia tak mengira jika Yafizan, sepupu sekaligus sahabat masalalunya mendapatkan kebahagiaan yang seharusnya ia dapatkan. Bahkan dulu pun, ketika dirinya dan Mayra saling mencintai, tapi Yafizan yang malah mendapatkan perjodohan itu.

Namun, kini hati bijaknya seolah melapangkan dadanya. Ia sangat menyadari, dulu mungkin hati Yafizan sesakit ini ketika mengetahui dirinya dan Mayra masih menjalani hubungan di belakangnya secara diam-diam.

Baginya, ini hukuman yang harus diterimanya dan diterima Yafizan untuk mendapatkan kebahagiaannya.

Semoga kau dan Soully memang ditakdirkan bersama. Aku tak tahu mungkin Mayra di dunia ini ditakdirkan untukmu. Kuharap kalian bahagia...

***

Bersambung...

NB;

Hai, Readers...

Cuma mu kasitau aja nii

Sebenarnya ada beberapa part tulisan yg dicetak miring untuk mengungkapkan suatu hal ato kedalaman hati seseorang.

Tapi, entah kenapa pas publis, jadi ilang tulisan miringnya.

Dan memang disini ga ada pengaturan utk font U,I,B-nya.

Jadi, harap maklum aja yaakk

Dan smoga Readers mengerti untuk membacanya.

Saksikan terus kelanjutan ceritanya

Teriima Kasih 💕