Yafizan berjalan dengan sempoyongan menghampiri Soully yang masih berjongkok dengan menunduk dan memegang kepalanya. Seolah masih tak percaya, tiba-tiba aja ia bisa mendengar suara hati Soully.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya Yafizan yang sudah berjongkok di depan Soully.
Soully melirik kearah Yafizan namun penglihatannya menjadi samar, darah segar tiba-tiba keluar dari hidungnya. Soully langsung menunduk dan menutup hidungnya seolah dia mencari sesuatu untuk menghentikan pendarahannya.
Yafizan yang berada dihadapannya saat itu langsung refleks membantu menutup hidungnya dengan saputangan yang ada di saku celananya. Soully pun pingsan.
Rona yang sedari tadi berdiri dan hanya memperhatikan mereka, kini berlari ikut membantu. Mereka berdua pun menjadi panik.
"Seseorang cepat panggilkan bantuan!" teriak Rona saat itu.
"Ron, cepat siapkan mobil. Bawa dia ke rumah sakit sekarang juga!" perintah Yafizan panik. Ia segera memangku tubuh Soully dan berlari secepat mungkin. Suasana saat itu begitu kisruh, orang-orang mulai bergosip yang tidak jelas.
***
Mereka tiba di rumah sakit. Yafizan berteriak meminta bantuan. Petugas rumah sakit dengan cepat membawa Soully ke ruang IGD untuk ditangani.
Rona memperhatikan sikap Yafizan yang begitu panik. Dilihatnya dengan begitu dalam, baru kali ini emosinya terpacu dengan rasa kemanusiaan yang benar-benar tulus. Terpancar jelas di wajahnya, dia begitu mengkhawatirkan Soully. Saat ini, detik ini juga, Yafizan yang paling tidak suka disentuh ataupun menyentuh sesuatu yang dia tidak suka seolah tak peduli, kini di kemeja putih bersih dan mahalnya itu terdapat noda darah dari hidung Soully yang menyebar ke mana-mana.
"Maafkan aku, Bos. Seharusnya aku tidak menghilangkan memori tiga tahun yang lalu. Seharusnya saat itu kubiarkan kalian melanjutkan pertemuan kalian, dengan begitu akan mempermudah untuk kalian bersama. Walaupun dengan rasa bersalah, setidaknya aku biarkan kalian bicara dan memahami satu sama lain. Kelak tiba saatnya ketika memori itu kembali akan ada rasa sakit yang luar biasa di awal, tapi hanya benar-benar cinta sejati yang akan mengembalikan memori itu, tergantung dari sikapmu..." benak Rona menyesali.
Dia membayangkan saat-saat Yafizan ngotot mencari tahu dan ingin menemui seseorang yang menyelematkannya ketika kecelakaan tiga tahun yang lalu. Rona ingat perempuan yang ia lihat saat itu tertutupi penuh darah dan terbaring koma di rumah sakit adalah Soully.
Seseorang berlari dengan tergesa-gesa masuk ke dalam ruang IGD. Erick yang sebelumnya sedang rehat sejenak setelah melakukan operasi mendapat kabar dari suster asistennya bahwa Soully masuk IGD dengan berdarah-darah.
"Bagaimana dengan kondisinya?" tanya Erick panik kepada dokter yang sudah menangani Soully sebelumnya.
"Sekarang sudah mulai stabil, Dok. Bekas jahitan di kulit kepalanya agak terbuka, kurasa ada yang menarik atau memukul kepalanya dengan keras," terangnya.
"Bagaimana dengan bagian dalam kepalanya?" tanya Erick lagi sambil memeriksa keadaan Soully.
"Untungnya dia mengalami mimisan, akan sangat berbahaya jika dia menderita pembekuan darah di otaknya," terangnya lagi dan Erick hanya mengangguk mengerti.
Soully mulai sadar, dia membuka matanya yang masih terasa berat, melihat-lihat sekitar dan menyadari bahwa dirinya kini berada di ruang perawatan rumah sakit. Dia hendak bangun namun tubuhnya mengajak kembali untuk berbaring. Dipegangnya kembali kepalanya yang masih terasa pusing.
"Jangan memaksakan diri untuk bangun bila masih belum kuat dan merasa pusing," ucap Erick perhatian sembari tetap memeriksa keadaan Soully.
"Jam berapa ini?" tanya Soully dengan suara parau.
"Ini sudah hampir menjelang malam. Sebaiknya kau istirahat dan menginap dulu semalam. Untungnya kepalamu baik-baik saja hanya terluka sedikit di bagian bekas jahitan dan..." terang Erick yang terhenti karena melihat Soully yang hendak memaksakan dirinya untuk bangun.
"Ya ampun! Aku tadi sedang bekerja. Mr.Govind pasti mencariku. Ini hari pertamaku kerja, belum juga sehari bekerja, aku sudah membuat masalah..." panik Soully yang hendak bergegas bangun dan turun dari tempat tidurnya.
"Sudah cukup, Soully!" Erick tiba-tiba membentak dan membuat suasana di dalam ruangan itu hening seketika. Erick mencengkram bahu Soully, menahannya supaya tidak pergi.
"Dengan apalagi kau ingin menghancurkan tubuhmu? Tidak cukupkah di bagian pipimu yang masih terlihat memar dan sudut bibirmu yang terluka? Kini kau menyakiti kepalamu? Dengan susah payah kau berusaha dan berjuang untuk melewati masa ketidaksadaranmu selama tiga tahun, tapi kau..." sambungnya kesal. Erick mengepalkan kedua tangannya menahan emosinya.
"Aku...aku tidak bermaksud..." Soully terbata-bata dan matanya kini mulai berkaca-kaca menahan airmatanya yang ingin lolos begitu saja sebelum ia melanjutkan pembicaraannya.
"Maafkan aku..." Erick yang melihat raut wajah Soully langsung memeluk erat karena ia juga merasa tidak seharusnya seperti itu. "Diam dan turutilah apa kataku untuk kali ini saja. Tolong jangan mempersulitku," mohonnya dan Soully hanya mengangguk.
Tanpa mereka sadari Yafizan dan Rona sudah masuk ke dalam ketika suara dokter Erick membentak Soully terdengar sampai di luar ruangan.
"Tuan Rona..." ucap Soully saat melihat Rona dan Yafizan di belakang Erick.
Erick berbalik dan melepaskan pelukannya. Rona yang melihatnya saat itu langsung salah tingkah.
"Tuan Erick..." Rona membungkukkan setengah badannya tanda memberi hormat.
Yafizan yang melihatnya hanya terheran-heran.
"Siapa dia? Apa kau mengenalnya?" tanyanya kepada Rona. Rona yang saat itu kebingungan menjawab karena tepat pada saat ini, dihadapannya, orang yang merupakan musuh masa lalu bagi Yafizan berada tepat di depannya. Walaupun mereka bersaudara tapi insiden seribu tahun yang lalu di negerinya adalah awal di mana Yafizan dihukum dan diturunkan ke bumi.
Erick yang melihat Yafizan tanpa ekspresi apapun, hanya mengerutkan keningnya. Apakah Yafizan hanya berpura-pura tak mengenalnya ataukah memang dia lupa dengan semua kejadian bertahun yang lalu.
"Sudah lama tak berjumpa, apa kabarmu, Yafi?" Erick menjulurkan tangannya, namun tak dibalas oleh Yafizan.
"Apa kita pernah bertemu?" Yafizan hanya bertanya datar. Ditatapnya wajah Erick namun tetap saja memorinya tidak ada yang menampilkan kilas wajah orang yang seharusnya dikenalnya dengan baik.
Erick melihat raut wajah Rona yang memberi isyarat kalau Yafizan memang lupa.
Soully yang melihat mereka pun merasa heran. Sesaat keheningan terjadi.
"Apa kalian yang membawaku ke sini?" tanya Soully memecah keheningan suasana. Dilihatnya kemeja Yafizan yang bernoda darah. "Maafkan aku, aku akan mengganti kemeja anda, tuan Yafi."
Yafizan kemudian melihat kemejanya yang memang bernoda darah. Dia baru menyadarinya, namun entah kenapa kali ini dia merasa baik-baik saja.
"Soully aku akan keluar dulu sebentar. Jangan ke mana-mana dan tetap di tempatmu! Mengerti?" perintah Erick yang dibalas Soully dengan anggukkan kepala. Kemudia Erick mengajak Rona untuk ikut bersamanya.
Di ruangan itu,saat ini hanya ada Soully dan Yafizan. Suasana menjadi hening kembali terjadi.
.
.
.
Rona dan Erick duduk di bangku taman rumah sakit. Sebelumnya saat mereka hendak keluar, Erick membelikan Rona Cappucinno Caramel dingin yang berada di kantin karena dilihatnya sejak tadi wajah Rona memucat. Pucat bukan karena kesakitan, tapi karena dia berusaha menutupi sesuatu.
"Minumlah, buat dirimu tenang." Erick sambil menyodorkan Capucinno Caramel itu pada Rona.
"Terima kasih, Tuan." segera Rona menyesap minumannya karena merasa gugup.
"Apa itu kau, Panglima Rona? Kau yang menghapus memori Yafi? Keahlianmu masih tetap sama..." Erick menyeringai sambil meminum minumannya.
"Ya, Tuan Erick. Aku yang menghilangkan semua memorinya karena setiap hal yang tuan Yafi lalui membuat dia hilang kendali. Seperti orang gila dia membuat onar di sana sini, bahkan menyakiti dirinya sendiri. Aku sungguh tidak tahu lagi harus bagaimana, daripada repot aku melakukan tindakan ekstrim seperti itu padanya. Anak nakal itu..." terang Rona menceritakan soal Yafizan. Ceritanya dibalas tawa kecil yang keluar dari mulut Erick.
"Dia masih belum berubah. Apa kekuatannya sudah kembali? Setahuku paman menghilangkan seluruh kekuatannya."
"Ya, sebagian...itu berawal mungkin sekitar 14-15 tahun yang lalu, saat tuan Yafi disekap di gudang kosong selama berhari-hari. Saat itu kekuatannya muncul kembali namun hanya sebagian saja. Saat ini kekutannya belum stabil..." cerita Rona panjang lebar dan Erick hanya menyimak mendengarkan.
"Lalu bagaimana denganmu ,Tuan?" Rona bertanya balik.
"Seperti yang kau lihat, inilah diriku sekarang. Sungguh, dunia begitu sangat sempit. Tak menyangka, bahkan aku ternyata bekerja di tempat sepupuku sendiri. Takdir seperti mempermainkanku." Erick menghela nafas dalam.
***
Pagi hari saat cahaya matahari masuk melalui celah-celah jendela kaca di kamar Yafizan. Dengan mata yang masih terasa lengket dia merasa enggan untuk bangun. Biasanya dia yang paling rajin untuk segera berangkat ke kantor.
Rona mengetuk pintu kamar karena orang yang ditunggu-tunggunya sedari tadi untuk sarapan dan berangkat kerja tak kunjung menampakkan batang hidungnya juga.
"Bos, apa kau sakit?" panik Rona saat melihat bosnya itu masih terbaring dengan ruang kamarnya yang gelap karena masih tertutup tirai.
"Tunggu 5 menit lagi..." Yafizan langsung menarik selimutnya dan ia pun terlelap dalam buaian hangat selimutnya itu.
Rona hanya merunduk tak berkata apapun. Dia segera pergi meninggalkan tuannya itu. Namun langkahnya terhenti ketika Yafizan tiba-tiba menanyakan sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan.
"Bisakah kau kembalikan lagi memori yang sudah kau hapus, Panglima Rona?" ucapnya membuat Rona mematung.
"Kenapa kau harus menghapus semua ingatanku? Apa yang seharusnya aku lupakan? Kenapa kau menghilangkan semuanya?!" tanya Yafizan dengan nada yang emosi dan tidak sabaran.
"Bos...kenapa kau..." gugup Rona.
"Aku mendengar pembicaraan kalian kemarin malam," ucap Yafizan yang ternyata tanpa sengaja mendengar pembicaraan Rona dan Erick di taman rumah sakit.
Kala itu saat Yafizan yang ditinggalkan bersama Soully merasa canggung hingga akhirnya memutuskan menyusul Rona keluar dan mengikutinya. Tanpa diduganya ia mendengar sesuatu yang tidak seharusnya ia dengar.
Semakin bertambah rasa penasarannya ketika ia mendengar nama Soully disebut-sebut sebagai perempuan yang ia selidiki dan ia cari tiga tahun yang lalu.
"Jawab Ron!" teriak Yafizan yang kini emosinya mulai tak terkendali.
Ditangannya sudah keluar cahaya jingga tanda ia ingin melampiskan sesuatu. Rona yang melihatnya saat itu mulai panik kalau tuannya melakukan hal yang tak terkendali.
"Tuanku, mohon ampuni hamba." Rona segera berlutut memohon dengan melipatkan kedua tangannya.
"Ck, buat apa kau memanggilku dengan formal ketika sudah seribu tahun lebih kau berbicara tidak sopan padaku? Aku hanya ingin mengetahui apa alasanmu menghilangkan memori yang ada di ingatanku?"
"Maaf, Tuan. Hamba tidak bermaksud. Ini hanya sementara. Hamba masih belum bisa menjelaskan semuanya padamu karena sesungguhnya memori itu akan kembali lagi, tergantung padamu," ujar Rona.
"Apa maksudmu?"
"Ya, ketika kau menemukan cinta sejatimu, maka semua ingatanmu akan kembali..."
"Lalu siapa Erick itu? Kenapa kau begitu berterus terang dan menceritakan semuanya padanya? Apa hubungannya dengan kita?" tanya Yafizan yang semakin penasaran.
"Dia...tuan Erick, sepupumu..." jawab Rona dengan terbata.
Tiba-tiba sekelebat bayangan muncul di memorinya saat nama Erick disebut-sebut sebagai sepupunya.
***
Bersambung...