webnovel

Chapter 8

Malam ini Hakim terpaksa meninggalkan putrid kecilnya bersama nanny-nya. Ia harus menggantikan sahabatnya yang sedang tidak fit untuk bertugas malam ini menuju ke Kuala lumpur.

Setelah melaksanakan doa bersama Hakkim mulai menerbangkan pesawat menuju kuala lumpur. Memandang bintang dan awan serasa lebih dekat itu lah yang membuat Hakkim selama ini menyukai profesinya sebagai seorang pilot walau dengan konsekuensi ia selalu jauh dari orang – orang yang ia cintai.

Saat pesawat dapat terbang mulus tanpa hambatan adalah waktu untuk Hakkim sedikit merileks kan dirinya dengan memandang foto pada ponsel miliknya. Foto anak dan mendiang istrinya. Namun mala mini Ia tak melihat keduanya namun Ia melihat foto sosok perempuan berhijab yang sangat special untuknya. Siapa lagi kalau bukan Riana.

"Kamu wanita sholihah dan lembut Riana, pantas saja Olivia tak sedikitpun menolak mu justru Ia sangat menginginkan dirimu menjadi Ibunya." Gumam Hakkim saat Co- Pilotnya ijin ke Toilet.

"Hai, Foto siapa tuh!"

Hakkim langsung menekan tombol kunci yang otomatis merubah tampilannya menjadi gelap.

"Apaan kamu ngagetin aku Frans."Kata Hakkim menutupi kegugupan hatinya.

"Aku sudah lihat, kamu ga bisa mengelak! Aku yakin banget itu bukan foto istri kamu." Ucap Frans apa adanya.

"Hah! Memang bukan."

Frans tersenyum pada sahabat sejawatnya itu.

"Memang sudah waktunya kamu membuka hati. Cukup lama kamu hidup sendiri hanya dengan Olivia, aku ikut senang kawan, semoga memang dia jodohmu." Ucap Frans tulus.

Hakkim tersenyum, "Sebenarnya diantara kami belum ada hubungan apapun, dia guru di sekolahnya Olivia."

"Pasti Olivia sangat menyukai perempuan itu, terlihat bagai mana ekspresi di wajahnya."

Hakkim mengangguk aknggukkan kepala, apa yang dikatakan sahabatnya itu memang benar adanya, Olivia sangat menyukai Riana.

Sementara di rumah Olivia yang terbangun tengah malam merasa pusing di kepalanya. Berusaha sekuat tenaga untuk meraih minuman yang selalau nanny nya sediakan di atas nakas samping tempat tidur namun bukan teraih gelas itu justru meluncur jatuh ke lantai.

BRakkk

Sang Nanny yang mendengar suara gelas jatuh dari kamar Olivia segera berlari dan masuk ke dalam kamar tidur Olivia. Wanita tua itu lantas menyalakan lampu utama kamar Olivia.

"Ada apa sayang?" Tanya Nanny sambil melihat pecahan gelas yang teronggok di lantai.

"Maaf Nanny, Olivia haus, kepala Olivia pusing tadi Olivia ingin minum tapi gelas nya malah jatuh." Ucap Olivia dengan raut wajah menyesal.

"Oh, baiklah sebentar nanny ambilkan minum untuk Oliv ya, Kamu jangan turun banyak pecahan gelas di bawahmu nanti kamu terluka."

"Iya nanny."

Nanny lalu beranjak dari kamar Olivia untuk mengambil minum serta mengambil alat pel dan sapu untuk membersihkan pecahan gelas di kamar Olivia.

"Minumlah sayang, Nanny bereskan ini dulu ya."

Olivia mengangguk lalu segera menghabiskan minuman yang tadi di berikan oleh Nanny- nya.

Sang nanny lalu membawa alat kebersihan ke tempatnya semula, dan segera kembali lagi ke kamar Olivia untuk mengecek kondisi Olivia saat ini.

"Kamu pusing sayang?" Tanya nanny sambil meraba kening gadis kecil itu yang terasa sedikit panas di tangannya.

Olivia hanya mengangguk pelan, lalu kembali merebahkan kepalanya di atas bantal. Ia terbiasa hidup berdua dengan nanny nya saat sang ayah harus bekerja maka sebisa mungkin Olivia ingin selalu mandiri walau usianya yang masih anak – anak.

"Nanny ambil obat dulu."

Lagi – lagi, Olivia hanya mengangguk pasrah sambil menatap punggung tua yang kini hilang di balik pintu.

Tak berapa lama, Nanny telah kembali dengan obat ditangannya beserta air minum untuk Olivia minum obat.

"Minum dulu obatnya sayang." Ujar Sang Nanny.

Olivia lalu segera meminum obat yang disodorkan oleh nanny untuk dirinya.

"Sayang, sekarang kamu bobpk lagi ya, nanny akan bobo disini menemani kamu boleh?"

"Boleh nanny. Terima kasih."

"Sama – sama sayang."

Sang nanny lalu segera ikut terbaring di sisi Olivia, Ia sungguh tak tega jika harus meninggalkan Olivia tidur seorang diri di kamarnya dalam kondisi sakit seperti ini.

Keesokan paginya, Olivia merasakan tubuhnya masih lemas dan pusing. Dengan cepat sang nanny membantu Olivia agar anak tersebut bisa duduk.

"Sayang hari ini tidak usah ke sekolah dulu ya, nanti biar nanny telpon miss. Riana."

"Apa miss.Riana akan datang?"

"Ehm, nanti nanny akan minta miss. Riana untuk datang ke rumah, bagai mana?"

"Ye…. Terima kasih nanny."

"Sama – sama sayang."

Dilain tempat, Riana yang baru saja mendapat kabar dari nanny yang mengatakan jika Olivia sedang sakit membuat wanita itu menjadi khawatir. Ia tahu semalam Hakkim mengabarkan padanya jika malam tadi Ia menggantikan sahabatnya untuk mengudara dengan tujuan Kuala lumpur.

"Apa mas hakim tahu kalau Olivia sakit?" Gumam Riana sambil memperhatikan anak – anak yang mulai berdatangan.

Selama di kelas Riana tak terlalu fokus mengajar anak – anak di kelas, Ia hanya memberi tugas mewarnai pada anak – anak dan mengajari mereka cara mewarnai yang benar.

Setelah tugas mengajarnya selesai Ia lalu bersiap menuju ke rumah Olivia, hati dan pikirannya telah tertuju pada gadis kecil yang saat ini terbaring sakit di rumahnya.

Riana berjalan agak terburu – buru menuju ke rumah Olivia, saat sebuah mobil berhenti tepat disampingnya.

"Riana!" Panggil laki – laki yang kemudian turun dari mobil itu.

"Romi."

"Kamu mau kemana berjalan buru – buru begitu? Tadi aku menjemputmu disekolah tapi baru saja mau sampai aku melihat mu berjalan kesini."

"Aku mau menjenguk Olivia, dia sedang sakit."

"Anak kecil itu?"

"Maksud kamu?"

"Kemarin aku lihat kamu dan Olivia serta seorang laki – laki berjalan – jalan di taman."

"Kamu mengikutiku?"

"Kamu jangan salah paham Riana, aku hanya ingin tahu ada hubungan apa antara kamu dan laki – laki itu?"

"Maksudmu Hakkim? Apa urusanmu?"

"Aku calon suamimu, tentu itu menjadi urusanku."

"Aku akan membatalkan perjodohan kita."

"Riana! Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan? Itu akan melukai hati orang tua kita."

"Yang menjalani hidup berumah tangga itu kita berdua, bahagia atau tidak bukannya kita yang merasakan bukan orang tua kita?"

"Tapi ayahmu sedang sakit, apa kamu tega membuatnya lebih sakit dari pada ini?"

"Ayahku akan lebih sakit jika mengetahui laki – laki macam apa yang akan menjadi menantunya."

"Maksud kamu apa?"

"Kamu memutuskan Aisyah demi bersamaku. Padahal Aisyah sangat mencintaimu, tapi kamu mencampakkannya begitu saja."

"Itu urusanku dengan Aisyah."

"Oh! Begitu. Tapi aku cukup kecewa dengan mu Rom." Ujar Riana lalu segera meninggalkan Romi yang berdiri di hadapannya.

"Riana!" Romi mencekal tangan Riana namun segera Ia hempaskan.

"Maaf, tapi aku tak akan melepaskan mu begitu saja."

"Terserah kamu." Jawab Riana lalu segera melangkah dengan lebih cepat meninggalkan Romi yang tak mampu lagi menahan Riana.