webnovel

Yang Terpendam Selama Lima Tahun (4)

Mengetahui nama hantu perempuan itu, sudah cukup bagi Bima. Setidaknya untuk saat ini, di mana temannya memandangi dirinya dengan tatapan penuh tanya.

Bima ingin menceritakan tentang pengalaman dan juga kemampuan kacamata yang dipakainya kepada Oki. Namun masih belum saatnya.

Kalau Bima menceritakannya, bisa jadi Oki tidak mau lagi datang dan membantunya membersihkan rumah besok. Dia akan pekerjakan dulu temannya itu sebelum akhirnya menceritakan tentang pengalaman absurdnya.

Jadi Bima hanya memberikan senyum penuh makna untuk menjawab banyak tanya di pikiran Oki.

Setelah keduanya selesai makan. Bima dan Oki memasang lampu baru di beberapa ruangan yang lampunya sudah tidak berfungsi. Beres mengganti lampu, Bima langsung memasang gagang pintu baru untuk pintu belakang. Dia tidak mau pintu tersebut tetap terbuka dan memberikan kemungkinan untuk masuknya seorang maling.

Sekitar jam sembilan malam. Oki pun pulang ke kosan yang dihuninya.

Melihat lantai pertama yang telah bersih dengan bau karbol yang masih bersisa. Bima seraya membaringkan dirinya di atas sofa. Rasa letih seketika menghampiri setelah pekerjaan selesai.

Membuat kakinya malas untuk melangkah pergi ke kamar utama. Bahkan mandi pun dia sudah tidak mau!

Mendesah pelan sambil menutup mata perlahan. Bima memutuskan untuk tidur. Tapi suara perempuan memaksanya untuk tetap terjaga.

"Dengan ini, dua hari kamu tidak mandi. Kau ini jorok ya..."

"...Entah apa yang harus kurasakan mendengar seorang hantu mengingatkanku untuk mandi."

Gumam Bima, membuka matanya kembali lalu melirik ke Lani yang duduk di sofa seberang, memperhatikannya. Setelah dua hari berturut-turut mendapati pandangan dari para hantu (Lani dan si bocah), Bima kini sudah sangat terbiasa. Bahkan terkadang dia lupa kalau kedua hantu yang berada di dekatnya itu adalah makhluk astral.

"Lani... apa yang diceritakan Oki itu ada benarnya?"

Tanya Bima, sedari tadi penasaran tentang asal usul hantu perempuan tersebut. Korban pemerkosaan, penyiksaan dan pembunuhan. Apa itu benar?

Tadi dia tidak bisa menanyakannya karena ada Oki. Sekarang mumpung ingat, sebelum tidur, dirinya ingin mendengarkan cerita dari Lani. Tentu kalau hantu itu tidak ingin bicara, dia tak akan memaksa.

Lani terdiam sejenak. Lalu mengangguk.

"Semuanya benar. Tapi itu semua hanya sebagian kecil."

"..."

Bima terdiam. Tidak menduga kalau masa lalu dari Lani ternyata lebih kelam dari dugaan. Dia pikir kejadian yang diceritakan oleh Oki saja sudah buruk, tapi nyatanya itu hanya sebagian kecil.

Bima berpikir-pikir kembali untuk mempelajari masa lalu dari Lani. Walau tidak takut, tapi mendengar cerita yang lebih kelam dari yang diekspektasikan, hal ini mungkin akan mengganggu kualitas tidurnya.

Pada akhirnya Bima memilih berhenti. Lagipula untuk apa juga dia tahu cerita hantu?

Bima memutuskan untuk menutup mata lagi. Berniat tidur. Tapi! Satu menit kemudian, seketika dia teringat hal lain. Kalau cerita yang disampaikan oleh Oki itu benar. Maka...

"Hei."

"Hm?"

"Kau itu arwah penunggu di sini, kan? Kalau begitu, apa kau dibunuh di sini?"

Tanya Bima sambil melirik ke arah Lani. Hantu perempuan tersebut mengangguk.

"Dikubur di sini?"

Lani kembali mengangguk. Membuat wajah Bima semerta merengut. Karena itu artinya masih ada sisa mayat atau tulang belulang dari Lani terkubur di sekitar rumahnya.

"Di mana?"

Tanya Bima kembali. Dia melihat Lani tidak menjawab. Kepalanya diam tidak mengangguk atau menggeleng. Wajahnya tertutupi rambut sehingga tidak diketahui ekspresi yang dikeluarkan.

'Apa dia lupa?' Pikir Bima.

Namun beberapa detik kemudian, dia melihat Lani mengangkat tangannya lalu menunjuk ke arah bawah Bima.

Lelaki itu tertegun, melihat telunjuk yang mengarah ke tempat sofanya berada.

"Di bawah sini?"

Lani mengangguk.

'Bangsatttt!!!'

Teriak Bima dalam hati. Kini dia mengerti kenapa setiap kali dia duduk di sofa tersebut. Lani selalu memperhatikannya dari sofa seberang. Tidak seperti biasa, di mana perempuan itu selalu menyaksikannya dari belakang.

Ternyata bukan tanpa alasan! Dia sedari tadi duduk, bermain dan tidur di atas kuburan!

"Ugh, kenapa kau tidak bilang dari tadi?!"

Bima seketika bangun lalu menyingkir dari sofa tersebut. Lani beralasan kalau dirinya takut Bima kesal dan memukulnya.

'Jadi ini salahku?'

Pada dasarnya, Lani merupakan hantu yang menyeramkan. Dia biasa menakuti banyak orang yang datang menyelinap ke dalam rumah. Lani juga dapat mengakibatkan poltergeist dengan pikirannya. Jadi bisa dikatakan kalau Lani merupakan hantu yang berbahaya.

Sayangnya, hanya berbahaya bagi manusia normal yang tidak bisa melawan balik. Bima... laki-laki itu bisa membuat Lani babak belur.

Walaupun Lani bisa menerbangkan barang, sebelum barang itu terbang dan mengenai Bima. Lani mungkin sudah tersungkur duluan.

Bahkan sebenarnya Lani sempat menyerang Bima. pada saat lelaki itu tidur kemarin malam. Namun, hasilnya, hantu perempuan itu bonyok tak berdaya di lantai. Tanpa sepengetahuan Bima, tubuhnya dapat bergerak sendiri ketika ancaman datang kala tidur. Seperti orang yang tidur berjalan.

Itulah mengapa, Lani sangat takut kepada sosok manusia di depannya. Terkadang membuatnya heran mengapa peran mereka malah terbalik.

Bima semerta memijit-mijit batang hidungnya. Hal ini benar-benar membangunkan lagi kesadarannya. Dia tidak tahu apa yang sedang ada dalam pikiran Lani. Saat ini baginya, yang terpenting adalah jasad Lani.

Siapa yang tidak terganggu kalau di dalam rumah terdapat tulang manusia terkubur?

Bima dorong sofa. Lalu menunjuk ke lantai yang kini telah terekspos.

"Benar di sini?"

Lani mengangguk lagi. Enggan mengeluarkan suara.

Bima pandangi jajaran ubin yang teratur itu. Bertanya-tanya bagaimana pelaku menguburnya di balik lantai? Karena terlihat rapi tanpa ada bekas.

Bima sentuh permukaan lantai itu. Lalu menyadari kalau beberapa ubin terasa goyang ketika ditekan. Bima mengernyit, dia ambil sendok kotor yang masih berserakan di atas meja tamu. Lalu mencongkel ubin yang goyang tersebut.

Ubin lepas. Memperlihatkan tanah hitam di baliknya. Tidak ada tanda-tanda bekas semen, yang artinya ubin itu pernah dibongkar lalu dipasang kembali.

"..."

Bima pandangi tanah tersebut. Memasang kembali ubin yang telah dilepasnya. Mengembalikan lagi sofa. Lalu berjalan pergi ke kamar utama.

Setelah mengkonfirmasi adanya kuburan itu. Bima langsung menyingkirkannya ke sisi pikiran. Perasaannya masih kurang nyaman dengan adanya tulang belulang di dalam tanah sana.

Tapi, menggalinya? Bima malas melakukannya.

Belum lagi dia sadar. Kalaupun digali, terus mau dia simpan mana sisa tubuh dari Lani. Dipajang? Tidak mungkin. Lapor polisi? Dia bakal ditanya macam-macam dan menghabiskan banyak waktu memberikan laporan. Bima tidak mau melakukannya.

Jadi untuk saat ini, dia singkirkan dulu hal ini dari pikirannya. Baru akan memikirkannya lagi besok atau lusa.

Keesokan harinya.

Bima dan Oki membersihkan bagian lantai dua rumah. Pada hari itu, Bima sama sekali tidak memikirkan kuburan Lani dan hal gaib lainnya.

Bahkan Lani sendiri sudah berhenti mengikutinya setiap saat. Mungkin sudah bosan. Hantu perempuan itu kini hanya berada di lantai satu saja. Tidak ikut ke lantai dua, jadi hampir setengah hari keduanya tidak bertemu.

Pada lantai dua, terdapat empat kamar tidur, satu kamar mandi, satu ruang tengah, satu ruang perpustakaan, dan sebuah balkon.

Di lantai dua juga ternyata terdapat tangga yang menempel ke langit-langit. Ketika diturunkan, tangga tersebut akan mengarah ke bagian atap yang disulap menjadi gudang.

Melihat ruangan gelap dan penuh debu tersebut. Bima langsung menutupnya kembali. Dia enggan membersihkan ruangan tersebut. Bukan saja menyeramkan namun debu di sana jauh lebih tebal daripada ruangan lain.

Kedua lelaki berhasil membersihkan seluruh lantai dua ketika hari menjelang sore. Lebih cepat daripada hari sebelumnya.

Setelah selesai, melihat berbagai kamar kosong, Bima memberikan penawaran kepada temannya.

"Mau tinggal di sini? Akan kuberikan setengah dari harga sewa kosanmu yang sekarang. Bagaimana?"

Oki yang mendengarkan penawaran tersebut tertegun sejenak. Dia lalu menimbang-nimbang tawaran Bima. Pindah ke rumah Bima akan menghemat uang bulanannya.

Bukan itu saja, tinggal di rumah teman akan memberinya lebih keleluasaan. Tidak seperti di kosan miliknya yang memiliki banyak aturan, salah satunya jam malam. Di mana lebih dari jam sepuluh, kosan akan ditutup sehingga tidak ada yang bisa keluar masuk. Sudah berapa kali, Oki harus menginap di kampus atau begadang di warung kopi gara-gara aturan ini.

Namun, rumah Bima punya kekurangan juga. Tempat itu adalah salah satu tempat angker di sekitar sana.

Apa akan baik-baik saja? Oki bimbang.

Tapi pada akhirnya, setelah dipikir-pikir. Oki akhirnya menerima tawaran dari Bima. Isi dompetnya lebih penting daripada sekadar cerita hantu.

Bahkan Oki langsung bertindak. Besok paginya, ketika dia sampai di rumah Bayu untuk membantu membersihkan halaman.

Lelaki itu tiba dengan membawa banyak barang dan koper di motornya. Dia langsung meninggalkan kosannya yang belum dibayar dan kabur ke tempat Bima.

Bima hanya bisa terkekeh melihat sikap temannya. Dia berkata kalau Oki boleh mengambil kamar yang dia mau. Salah satu kamar di lantai dua, tepat di seberang kamar utama milik Bima yang dipilihnya.

Setelah menyimpan barang-barang dan menyantap sarapan. Keduanya mulai bekerja membersihkan halaman.

Tadinya, Bima pikir pekerjaan itu akan selesai lebih dari satu hari. Tapi dengan bantuan Oki, nyatanya sore hari sebelum malam pun telah selesai. Dengan halaman yang telah rapi, bila dilihat dari depan, hawa angker dari rumah tersebut sudah jauh berkurang.

Hanya tinggal merubah cat luar, maka rumah itu bakal tampak seperti baru.

Besok harinya.

Setelah sarapan pagi. Bima menyuruh Oki membawa cangkul dari halaman belakang. Oki bertanya-tanya untuk apa cangkul tersebut. Karena setahunya semua halaman sudah dibersihkan. Apa mungkin Bima mau berkebun?

Tapi jauh dari perkiraan. Bima telah menunggu Oki di ruang tengah lantai satu. Laki-laki itu telah membuka bagian lantai tempat sebuah sofa biasanya berada. Memperlihatkan tanah hitam di baliknya.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Oki.

Namun bukannya menjawab, Bima malah menunjuk ke tanah tersebut dan menyuruh Oki untuk menggalinya.

"Huh? Buat apa?"

"Gali saja," ujar Bima sambil menawarkan rokok dari bungkusnya. Oki menggerutu, namun mengambil satu batang. Dia pun menggali, membuat kotor lantai ruangan dengan tanah, hingga sekitar lima belas menit kemudian.

Oki mencangkul suatu batuan putih.

"Hm? Apa ini?"

Oki berjongkok lalu menyingkirkan tanah dari batuan putih tersebut. Tapi bukan batu yang dia temukan melainkan tulang belulang.

"Anjing! Apaan ini?!"

Bima yang tidak jauh dari Oki, melihat juga penemuan dari temannya tersebut. Dia tersenyum tipis melihat tulang yang mungkin berasal dari lengan atau kaki itu.

"Hoo, perkenalkan Ki. Itulah Lani."