webnovel

Mengidam

Clarisa terkejut karena pada saat memegang perut Vina, bayinya bergerak. Aku, Vina dan ibunya Vina tertawa melihat tingkah Clarisa.

"Mommy, bayinya menendang perut tante Na," pekik Clarisa. "Apa tadi sakit tante?" tanyanya pada Vina.

"Tidak Ica, tidak sakit kok," jawab Vina.

Tangan Clarisa berpindah ke perutku.

"Bayinya tidak menendang diperutnya mommy," katanya.

Perkataannya membuat kami tertawa. Aku menjelaskan kembali kepadanya tentang kehamilan. Dia menyimak serius dengan kepala yang diangguk-anggukan. Tidak terasa sudah pukul tiga sore. Kami berpamitan pulang. Sampai di kediaman keluarga Kusuma. Terlihat Sherlin sedang berasa di depan pintu.

"Ada tamu mom, apa dia teman mommy?" tanya Clarisa pelan.

"Kamu masuk saja dulu ya? Temani kakek, jangan berisik soalnya kakek lagi sakit," seruku.

"Oke, mom."

Menghela napas kembali. Aku lelah berhadapan dengannya. Mencoba menghindarinya tapi dia memegang tanganku untuk menghentikan langkahku.

"Aku minta tolong. Aku mohon," katanya.

"Kamu harus tahu kalau aku sudah tidak ingin memiliki urusan denganmu lagi," ujarku ketus padanya.

"Aku mohon, Kay. Aku tidak punya siapa-siapa lagi. Pada siapa aku harus meminta bantuan? Semua temanku menanggalkanku setelah aku jatuh miskin. Aku mohon bantu aku," katanya.

Karena merasa penasaran dengan apa yang dia perlukan bantuan dariku. Aku menanyakan tentang hubungannya dengan Yudha. Sherlin memberitahu padaku kalau dia bertemu dengan Yudha saat di club. Saat itu Sherlin datang ke sana karena kesal mendengar kehamilanku dan akhirnya dia dekat dengan Yudha. Setelah itu, Yudha pergi meninggalkannya, menghilang tanpa kabar pada Sherlin. Pantas saja waktu itu Sherlin mengata-ngataiku.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Dan aku masih tidak menyangka Yudha melakukan itu padamu," ujarku setelah mendengar ceritanya.

"Aku tidak sedang berpura-pura, tidak berbohong. Aku butuh bantuanmu supaya dia bertanggung jawab. Keluarga, perusahaan, semua sudah hancur. Aku mohon bantu aku, bantu anak yang ada di perutku ini supaya kehidupannya tidak sepertiku. Kau tahu bagaimana perasaannya karena kau sekarang adalah seorang ibu," desak Sherlin.

"Lantas kenapa kamu memaksa pada suamiku untuk menikah denganmu?"

"Ayahku yang memintanya. Ayahku yang ingin memiliki menantu seperti Aditya, bahkan kemarin saat meninggalnya dia ingin melihat aku menikah dengan Adit."

"Sungguh aku enggak mengerti semua ini. Enggak masuk akal tahu? Semua orang aneh!"

Cerita Sherlin yang tidak masuk akal. Untuk apa aku mendengarkan ceritanya yang seperti itu. Aku masuk ke rumah. Clarisa sedang bermain dengan bi Siti.

"Ayah bagaimana, bi?" tanyaku pada bi Siti lalu menaruh tasku di kursi.

"Bapak membaik non, kata ibu bapak sudah bisa jalan sendiri," ujar bi Siti.

"Ica sudah temui kakek dan oma lagi?" tanyaku.

Clarisa hanya menggelengkan kepalanya dan bilang kalau dia baru bertemu lagi dengan omanya.

Aku mengangguk lalu melenggangkan kaki menuju kamar ayah dan ibu. Mengetuk pintu kemudian membukanya. Ibu mempersilahkanku untuk masuk.

"Bagaimana kondisi ayah?" tanyaku sambil berjalan mendekat.

"Baik," jawab ayah singkat.

Ibu dan aku menatapnya tidak percaya. Karena sebelumnya ayah tidak mau berbicara denganku sama sekali. Aku berdiri di samping ibu.

"Eh, ibu hamil enggak boleh berdiri terlalu lama! Ayo duduk," ujar ibu lalu menarik kursi untukku duduk.

Tidak lupa aku berterima kasih. Saat kami berbasa-basi mengobrol, Aditya datang. Aku melihat jam dinding ternyata sudah pukul setengah enam. Aku tersenyum padanya saat dia merangkulku.

"Suamimu sudah datang. Sana, layani dia," seru ibu.

Aku tersenyum lalu pamit pada ayah dan ibu.

"Aku sampai tak ingat waktu jika sudah mengobrol sama ibu," kataku.

"Membicarakan apa memang?" tanya Aditya.

"Aku tadi menceritakan saat aku berada di rumah Vina. Anakmu lucu sekali di sana ..."

Aku menceritakan kembali kejadian tadi. Aditya hanya tersenyum mendengarnya. Ketika Aditya membersihkan dirinya, aku menyiapkan pakaian untuknya.

"Mommy, besok di sekolah kata ibu guru harus bawa alat buat menggambar. Pensil gambarku ada di warung," kata Clarisa yang sedang membereskan persiapan sekolah untuk besok.

"Iya, nanti minta tolong lada om Dika ya untuk membawakannya," kataku.

Clarisa mengangguk. Lalu dia mengajakku untuk makan. Aditya keluar dari kamar mandi di saat yang tepat. Dia menyuruh Clarisa untuk pergi terlebih dulu dam Clarisa mengangguk lalu pergi meninggalkan kami. Dia memang anak yang penurut tetapi terkadang dia juga susah dikasih tahu jika dia tidak mau.

Aditya memelukku. Begitu hangat meskipun masih terasa sedikit basah di bagian dadanya.

"Aku suka saat menyentuh tubuhmu," gumamku.

"Dasar," ujar Aditya.

Aku jadi teringat tentang Sherlin tadi sore. Aku menceritakannya pada Aditya. Dia melarangku untuk berhubungan dengan Sherlin lagi. Aku hanya terdiam.

"Sudahlah. Semua sudah berkumpul di bawah. Ayo kita turun juga, kita makan," ajak Aditya.

"Yuk. Aku juga ingin makan," kataku.

Kami perlahan menuruni tangga. Aku duduk di dekat Clarisa, sedangkan Aditya duduk dekat ayah. Aku melihat makanan yang dihidangkan.

"Ada apa?" tanya Aditya karena masih belum mengambil nasi.

"Aku ingin makan kebab," kataku.

"Hah? Makan saja yang ada. Jangan aneh-aneh," ujar Aditya.

"Enggak aneh itu. Bisa saja Kayla sedang mengidam kan?" sahut ibu.

"Dulu dia enggak mengidam apa-apa," kata Aditya.

"Ya karena yang aku mau ada lewat di depan warung bahkan terkadang di buatkan oleh Dika," timpasku.

Aditya menghela napas. Dia melanjutkan makannya dengan agak cepat untuk pergi membelikan kebab untukku.

"Mommy, mengidam itu apa?" tanya Clarisa.

"Mengidam itu untuk ibu hamil yang menginginkan makanan atau minuman tertentu ...."

Ibu menjelaskan pada Clarisa. Clarisa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Aditya sudah selesai makan.

"Sana belikan apa yang dia mau, nanti anakmu ileran!" ujar ibu.

"Ibu jangan seperti itu!" sahut Aditya.

Aditya langsung pergi. Aku tersenyum. Setelah makan, aku membantu membereskan meja makan meskipun ibu sudah melarangku melakukannya. Aku merasa bosan menunggu Aditya. Ibu keluar dari kamar.

"Loh, kenapa kamu masih di sini? Aditya belum pulang kah?" tanya ibu yang membawa botol minum di tangannya.

"Belum. Aku masih ingin makan itu," kataku.

Ibu tersenyum. Lalu pergi untuk mengambil air minum. Tak lama kemudian, Aditya datang. Aku begitu senang saat melihatnya. Benar saja, Aditya datang dengan membawa kantong plastik di tangan kirinya.

"Aku sudah mencari ini jauh loh, di tempat biasa enggak ada, lagi enggak jualan kayaknya," kata Aditya sambil menyerahkan bingkisannya.

"Loh, kamu beli dua, yang?" kataku.

"Iya, aku tidak bawa ponsel tadi jadi aku tidak tahu kamu mau makan yang pedas atau tidak. Jadi ya sudah aku beli saja dua."

"Wah terima kasih. Aku akan makan semuanya. Demi sayangku yang sudah jauh-jauh membelikan ini," kataku dengan memegang dua bungkus kebab.

"Ya, kamu harus memakannya sampai habis."

"Siap bos!" ujarku.